x

Cerdas di medsos

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 13 Juni 2023 15:23 WIB

Pendidikan Terus Tercecer, Fungsi Ponsel Pintar pun untuk Bermain Game?

Ternyata fungsi utama smartphone/ponsel pintar (PONPIN) bagi anak-anak hingga orang dewasa "Indonesia", untuk bermain game. Fungsi utama "ngetwitt" untuk mata pencaharian. Pendidikan dari siapa? Membuat mati pikiran dan mati rasa (hati). (Supartono JW.13062023)

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Terus terpuruk dalam hal pendidikan. Gagasan Merdeka Belajar pun masih dalam proses, apakah sampai di suatu titik atau terhenti. Ternyata fungsi utama smartphone/ponsel pintar (PONPIN) bagi anak-anak hingga orang dewasa "Indonesia", untuk bermain game. Fungsi utama "ngetwitt" untuk mata pencaharian. Pendidikan dari siapa? Membuat mati pikiran dan mati rasa (hati).

(Supartono JW.13062023)

Telepon genggam atau telepon seluler (ponsel) atau handphone (hp) adalah perangkat telekomunikasi elektronik yang mempunyai kemampuan dasar yang sama dengan telepon konvensional saluran tetap, tetapi dapat dibawa ke mana-mana (portable atau mobile) dan tidak perlu disambungkan dengan kabel. Kemudian, dari segi ukuran bodi perangkat, ponsel/hp memiliki ukuran yang lebih kecil dan praktis digunakan karena fiturnya sederhana. Sedangkan pada smartphone, perangkatnya memiliki fungsi yang lebih kompleks dengan permukaan layar sentuh, akses internet, dan memiliki sistem operasi yang jauh lebih canggih. Kendati kedua perangkat tersebut memiliki bentuk fisik dan fungsi yang hampir sama, namun sebenarnya ponsel/hp dan smartphone merupakan perangkat yang berbeda.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Memang, ponsel/hp dan smartphone sama-sama merupakan perangkat genggam (mobile device), tetapi ada perbedaan dari kegunaannya. Ponsel/hp yang saat ini umum disebut sebagai feature phone, hanya dapat digunakan untuk melakukan panggilan dan menerima pesan melalui sinyal frekuensi radio. Sedangkan pada smartphone atau ponsel pintar (ponpin), tidak hanya digunakan untuk melakukan panggilan dan mengirim dan menerima pesan, tapi juga untuk mengakses internet hingga mengambil gambar dengan kualitas terbaik. Perangkatnya memiliki fungsi yang lebih kompleks dengan permukaan layar sentuh, akses internet, dan memiliki sistem operasi yang jauh lebih canggih.

Kehadiran ponsel/hp dan smartphone/ponpin bagi rakyat Indonesia, seharusnya menjadi anugerah dan berkah. Terlebih, hasil pendidikan Indonesia terus terpuruk. Kurikulum Pendidikan yang berganti-ganti baju hingga kini sedang berlangsung Kurikulum Merdeka Belajar, dunia pendidikan Indonesia tetap nampak "semrawut". Seharusnya hadirnya PONPIN, dapat menaikkan derajat kompetensi dalam hal literasi, matematika, dan sains untuk khususnya anak-anak Indonesia dan umumnya untuk orang tua.

Bahkan untuk para elite dan pemimpin di negeri ini. Tapi, PONPIN malah dijadikan sarana dan kendaraan politik bagi manusia-manusia yang seharusnya amanah untuk rakyat Indonesia. Semakin salah kaprah dan membuat anak-anak Indonesia semakin tidak terdidik. Semakin mengkerdilkan pikiran dan hatinya, karena menurut saya, PONPIN fungsi utamanya untuk bermain game bagi anak-anak hingga orang dewasa. Para orang tua pun malah terkesan membimbing anak-anak bermain game. Hingga lupa waktu, makan, minum, bersosialisasi, berkekeluargaan, dll.

Padahal Kurikulum Merdeka Belajar, sangat mengandalkan alat digital ini demi menunjang keberlangsungan programnya, sebab PONPIN dapat menjadi kendaraan untuk menjelajah "Dunia". Dunia betulan, dunia agama, dunia individu, dunia ilmu, dunia pengetahuan, dunia seni dan budaya, dunia sosial, dunia masyarakat, dunia kekeluargaan, dan dunia-dunia lainnya.

Menghargai 

Senin pagi (12/6/2023) usai Salat Subuh, saya memeriksa PONPIN saya. Setelah memeriksa, seperti biasa, banyak pesan di WhatsApp (wa), juga ada pesan Instagram, di Facebook, Twitter, Line, Linkind, sampai Email. Biasanya, pesan-pesan yang masuk sudah saya baca dan saya respon langsung begitu pesan saya terima. Langsung saya baca. Langsung saya respon, meski pesan masuk hingga dini hari.

Namun, di hari Minggu (11/6/2023) sejak usai Salat Subuh hingga malam hari, saya melakukan aktivitas hari Minggu yang penuh. Kegiatan yang dirancang berurut hingga sampai malam hari. Akibatnya, demi melepas lelah, saya sudah dapat istirahat tidur pukul 23.00 WIB. Semua pesan masuk ke perangkat media sosial (medsos) saya pun, tidak lagi dapat saya baca atau respon. Baru Senin pagi, semua pesan yang masuk baru saya baca, langsung saya sikapi, sebagai bentuk dari rasa syukur bahwa berkat kehadiran PONPIN yang mengiringi perkembangan zaman ini, komunikasi manusia menjadi sangat mudah.

Dengan PONPIN ini, saya jadi sangat mudah untuk mencari dan berbagai ilmu pengetahuan, pengalaman, dan lainnya. Dan, atas hadirnya PONPIN ini, saya sangat bersyukur. Mengapa saya bersyukur? Jawabnya, berikut saya identifikasi:

Pertama, tidak ada sekolahannya Saya sedih, ternyata bagi sebagian besar masyarakat kita, dari anak kecil hingga orang dewasa, PONPIN yang mereka miliki, khususnya fitur aplikasi seperti wa menjadi tidak penting, bahkan seolah tidak berfungsi. Pasalnya, PONPIN justru menjadi sarana mematikan rasa kemanusiaan mereka. Ada aplikasi wa di dalam PONPIN. Lalu, setiap masyarakat kita mulai dari anak hingga orang tua juga rata-rata memiliki komunitas Grup Wa.

Namun, sebab pendidikan FORMAL tentang etika dan fungsi penggunaan PONPIN tidak pernah ada, masyarakat secara otodidak langsung seperti terbawa air bah, terseret arus di dalamnya. Maka, merespon pesan wa yang masuk ke kotak pesan wa pribadi saja, si pengirim pesan wa dibuat harus menunggu lama.

Kedua, mati pikiran dan hati Bahkan, banyak masyarakat yang tidak mengaktifkan data di PONPINnya, sehingga pesan wa yang masuk pun, dibaca oleh pengirimnya terus dalam cek list satu. Banyak pula masyarakat yang terkesan tidak merespon pesan wa yang masuk, karena centang wa nya tidak berwarna biru, tapi centang wa warna hitam. Lebih menyakitkan, fitur centang wa nya biru, namun pesan wa yang masuk sering diabaikan, tidak dibaca, otomatis tidak langsung direspon, padahal si pengirim pesan, membutuhkan respon atau jawaban segera. Ini saya sebut sebagai pengguna wa yang sudah mati pikiran dan hati. Apa sebabnya?

Pertama, untuk kasus centang wa yang penggunanya tetap tidak menggunakan centang biru, sebab menyoal ini sudah saya tulis di beberapa artikel sebelumnya, saya menyimpulkan bahwa pengguna wa yang centangnya hitam, adalah kelompok orang atau manusia yang:

(1) Merasa dirinya ORANG PENTING.

(2) Merasa dirinya butuh PRIVASI, dan

(3) Karena saya sudah beberapa kali menyentuh pikiran dan hati orang-orang yang centang wa nya hitam, kebetulan orang-orang ini dekat dan bersinggungan kerja/keluarga/dll dengan saya, maka mereka adalah orang-orang yang memang sudah menutup pikiran dan hatinya, alias egois, sombong, dan mementingkan diri sendiri. Tidak mau mendengar alasan betapa maslahat-nya centang biru wa dan betapa mudarat-nya centang hitam wa bagi orang dirinya dan orang lain, yang tidak perlu lagi saya bahas di sini.

Kedua,

Ada pengguna PONPIN yang paket data atau paket internet sering dimatikan, padahal yang bersangkutan harus bersinggungan dengan orang lain, baik dalam hubungan kerja, kemasyarakatan, sosial, kekeluargaan, dll. Setelah saya amati, maaf, ternyata orang-orang yang terbiasa melakukan hal ini, ada yang memang dasarnya tidak memiliki anggaran untuk membeli paket internet. Tetapi ada orang yang memang pelit atau kikir pikiran dan hati serta harta, sehingga sangat hobi mematikan paket data internet, lalu merepotkan orang lain, karena apa pun hubungan dengan orang semacam ini, pasti komunikasi menjadi terhambat. Orang-orang semacam ini juga seperti sudah mati rasa, karena pikiran dan hatinya tertutup. Tidak lagi digunakan sebagai akal sehat.

Ketiga,

Sepertinya, orang atau manusia yang sering mengabaikan pesan wa pribadi atau grup, dari mulai anak-anak hingga dewasa, memang golongan orang-orang yang masih rendah intelegensi dan personality. Tidak pernah membaca atau mendengar tentang bagaimana beretika menggunakan aplikasi media sosial di PONPIN yang santun, benar, baik, dan cerdas pikiran dan cerdas hati.

Percobaan yang saya lakukan

Dalam satu kesempatan, saya pernah menanyakan apa fungsi utama handphone bagi mereka, kepada anak-anak dalam satu kelompok atau komunitas grup wa (Kegiatan kekeluargaan dan sosial) yang saya juga ada di dalamnya, bahkan menjadi admin, sekaligus sebagai bahan penelitian saya. Awalnya, saya kaget. Sejak grup wa saya buat demi memudahkan komunikasi dengan anak-anak ini.

Kejadiannya, informasi pertama, yang saya bagikan dalam grup, ternyata hampir tidak ada yang merespon atau menanggapi. Semisal sekadar mengucap "Terima kasih, atas informasinya" atau kata-kata lainnya. Sebab, anak-anak yang saya maksud, sekolah formalnya sudah SMP dan SMA. Selanjutnya, informasi kedua, hingga informasi ketiga pun, hasilnya sama. Anak-anak tidak merespon. Kira-kira apa masalahnya? Setelah informasi ketiga yang juga tidak ada respon dari anak-anak, semua anak-anak saya kumpulkan, termasuk orang dewasa yang juga ada dalam komunitas grup wa yang saya buat ini, saya tanyakan. Apa fungsi PONPIN yang kalian miliki?

Ternyata, sebagain besar anak-anak yang "polos" menjawab bahwa fungsi PONPIN bagi mereka, yang utama adalah, untuk bermain game (game online). Anak-anak yang saya sebut polos ini, di dalamnya adalah anak-anak yang sepertinya tidak pernah didik di rumah oleh orang tuanya dan tidak pernah didik di sekolah oleh guru/sekolahnya, tentang fungsi PONPIN. Sebab, ternyata fungsi utama PONPIN adalah untuk bermain game. Ini signifikan dengan kejadian yang sering saya lihat di berbagai tempat.

Orang tua malah membimbing anaknya untuk main game bersama teman-temannya, sementara orang tua sibuk berkegiatan sendiri. Ini kejadian di tempat terbuka, lho. Bagaimana kejadian di dalam rumah-rumah masyarakat kita? Faktanya masih ada anak yang saya sebut POLOS? Deskripsinya dapat kita potret dari komunitas grup wa yang saya buat. Setelah tiga kali saya bagikan pesan/informasi/berita/agenda tentang kegiatan, ternyata anak-anak dan anggota grup tidak merespon, meski mereka membaca informasi, ternyata, fungsi utama PONPIN bagi mereka adalah untuk bermain game.

Dapat dipetik kesimpulan bahwa permainan game, ternyata disadari atau tidak disadari oleh para orang tua di rumah, para guru di sekolah, bahkan oleh PEMERINTAH, ternyata telah merusak pikiran dan hati anak-anak menjadi manusia yang tidak terdidik. Tumpul dan bebal etikanya, sopan santunnya. Tidak tahu malu, tidak tahu diri. Membuat menjadi manusia yang tidak punya simpati, empati, tidak respek.

Ini pun signifikan dengan mengapa pendidikan Indonesia terus terpuruk dan tercecer, bahkan sekadar di kawasan Asia Tenggara. Rendah literasi, rendah matematika, dan rendah sains. Luar biasa, fungsi utama PONPIN bagi anak-anak di komunitas grup wa yang pernah saya buat untuk satu kegiatan kekeluargaan, ternyata untuk main game. Padahal anak-anak tersebut ada yang secara ekonomi, ada anak yang orang tuanya miskin (harta), ada anak yang orang tuanya kaya (harta). Secara sosial, ada anak yang orang tuanya rakyat biasa atau rakyat jelata. Ada anak yang orang tuanya terpandang dan punya kedudukan baik di lingkungan masyarakat mau pun pemerintahan.

Semoga, apa yang saya alami dan saya tulis ini, hanya kejadian dan peristiwa saya saja. Di tempat-tempat lain, khususnya di lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, kampus, instansi, institusi, hingga pemerintahan, kejadian seperti ini tidak pernah ada. Tidak ada yang menjadikan FUNGSI UTAMA PONPIN untuk bermain game. Semoga di tempat lain, PONPIN juga bukan hanya alat untuk mengtwitt pesanan, mengetes ombak, menggiring opini, hingga untuk memperkeruh suasana persatuan dan kesatuan, karena dijadikan sumber mata pencaharian, mengais receh dari junjungannya yang berkepentingan dengan kedudukan dan kekuasaan.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler