x

Iklan

Anwar Syafii Pulungan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 November 2021

Sabtu, 2 September 2023 16:58 WIB

Menyoal Kelulusan Mahasiswa Tanpa Skripsi

Penulis merupakan Koordinator PSDM Himpunan Nasional Mahasiswa PPKN wilayah Sumatera 2019-2020

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Baru-baru ini Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim mengeluarkan aturan terbaru terkait standar kelulusan yang tertuang dalam peraturan Mendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Aturan itu tidak mewajibkan mahasiswa S1 dan D4 untuk membuat skripsi sebagai syarat kelulusan.

Mengutip dari www.wallstreetenglish.co.id, skripsi, merupakan sebutan dari bahasa Indonesia untuk menggambarkan suatu karya ilmiah yang berupa tulisan dari penelitian untuk kuliah sarjana yang membahas suatu permasalahan dalam bidang ilmu tertentu dengan menggunakan teori, hingga metode-metode tertentu. Skripsi memiliki tujuan untuk membantu mahasiswa menyusun sebuah karya ilmiah sesuai dengan bidang ilmunya.

Melansir dari CNN Indonesia, aturan mahasiswa S1/D4 tidak wajib membuat skripsi ini diumumkan Menteri Nadiem dalam seminar Merdeka Belajar Episode 26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi yang ditayangkan di kanal YouTube Kemendikbud RI. Menteri Nadiem mengungkapkan bahwa pada awalnya terdapat prasyarat yang harus dipenuhi oleh program studi (prodi), yakni menerapkan kurikulum berbasis proyek atau bentuk serupa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagi program studi yang belum mengadopsi kurikulum semacam itu, mahasiswa akan memiliki tugas akhir yang berbeda dari skripsi. la menilai, kebijakan baru yang dibuat adalah suatu bentuk transformasi di perguruan tinggi. Kemendikbudristek memerdekakan perguruan tinggi untuk memilih ada-tidaknya tugas akhir atau skripsi bagi mahasiswa sarjana/sarjana terapan atau S1/D4. Kebijakan ini mendapat tanggapan beragam dari mahasiswa.

Ada yang menyambut gembira, namun tak sedikit yang mempertanyakannya. Penulis mengira bahwa sebenarnya ini bukan persoalan mana yang lebih mudah, menulis skripsi/tesis atau membuat tugas akhir dalam bentuk lain. Tetapi lebih kepada perlunya standarisasi syarat kelulusan yang jelas bagi mahasiswa sebagai seorang intelektual calon cendikiawan dan pemimpin masa depan bangsa ini.

Belum lagi, akan terjadi disparitas atau perbedaan antar-perguruan tinggi, antara Universitas yang bagus dan kurang bagus. Ada universitas yang mudah meluluskan mahasiswanya, tetapi yang lain tidak. Dengan menulis Skripsi mahasiswa dapat mengembangkan kreativitasnya di bidang analisa, menjelaskan suatu permasalahan, hingga pemecahan dari masalah yang dijadikan topik utama dari Skripsi.

Selain itu, juga menjadi wahana untuk melatih ide tersurat, wahana transformasi pengetahuan kepada masyarakat, tidak hanya sebagai konsumen pengetahuan, tetapi juga mampu menjadi produsen (produsen) berpikir dan menulis di bidang ilmu pengetahuan dalam memperluas cakrawala ilmu pengetahuan. Kemampuan menulis karya ilmiah sudah seharusnya dimiliki calon cendekiawan. Tanpa dilatih, kemampuan menulis akan semakin menurun dan bukan tak mungkin kemampuan ini lama-lama akan “punah".

Mengutip dari Uttiek.Herlambang yang memaparkan para ulama terdahulu yang mendokumentasikan karya ilmiahnya dalam bentuk tulisan, sehingga ilmunya masih bisa dimanfaatkan dan dipelajari hingga hari ini.

Tersebutlah Ibnu Syahin, seorang ulama ahli hadist yang menulis lebih dari 330 kitab. Terdiri dari 1.000 juz tafsir, Musnad 1.300 juz, sejarah 150 juz, dan kitab tentang zuhud 100 juz. Satu juz pada waktu itu kurang lebih 30 halaman. Kemudian, Ibnu Abid Dunya meninggalkan karya sebanyak 1.000 tulisan. Ibnu Abi Hatim menulis kitab fiqh, hadis, dan sejarah lebih dari 1.000 jilid. Sementara Imam Fakhrurrazy, seorang mufasir, teolog, dan ahli ushul fiqh, meninggalkan 200 kitab. Satu kitab bisa berjilid-jilid, seperti kitab tafsirnya 30 jilid. Ibnu Asakir menulis kitab sejarah sebanyak 80 jilid, Ibnu Hazam menulis kitab 400 jilid.

Dari tanah air sendiri seperti Pramoedya Ananta Toer, Sapardi Djoko Darmono, A. Fuadi, Sitor Situmorang, Okky Madasari, Asma Nadia, Tere Liye, dll yang mampu menginspirasi banyak orang melalui tulisan. Oleh karena itu, utak-atik kebijakan terkait aturan penghapusan skripsi sebagai syarat kelulusan dirasa kurang tepat. Melihat peran mahasiswa yang dilabeli sebagai seorang intelektual dan pemimpin masa depan bangsa ini. Setelah lulus kuliah diharapan menjadi solusi ditengah-tengah masyarakat. Semoga kebijakan pemerintah terkait pendidikan mampu melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas demi mewujudkan Indonesia yang gemilang di masa depan.

Ikuti tulisan menarik Anwar Syafii Pulungan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu