Muliakan Guru Anak-anak Kita
Selasa, 17 September 2024 09:30 WIBOrang tua siswa tak segan memarahi, membentak, dan menghinakan guru. Bahkan memukul. Kekerasan fisik banyak terjadi pada guru, kekerasan verbal melalui kata-kata seperti cacian, hinaan lebih banyak lagi.
Oleh: Anwar Syarif Pulungan
Ing ngarsa sung tulada, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani. Di depan, memberi teladan, di tengah membangun motivasi, dari belakang memberikan dorongan. Begitulah peran guru dalam menjalankan tugas mulianya.
Tak sedikit tantangan yang dihadapi guru, menghadapi berbagai macam karakter siswa, orang tua siswa, lingkungan kerja dan permasalahan guru itu sendiri. Akhir-akhir ini kasus demi kasus kekerasan terhadap guru kerap kita dengarkan. Kejadiannya terus berulang. Mulai dari kekerasan verbal hingga fisik.
Orang tua siswa tak segan memarahi, membentak, dan menghinakan guru. Bahkan menghakimi dengan cara memukul, mengeroyok dan membacok karena kondisi atau kejadian tertentu di sekolah atas laporan anaknya di rumah. Jika kekerasan fisik banyak terjadi pada guru, kekerasan verbal melalui kata-kata seperti cacian, hinaan bahkan umpatan lebih banyak lagi.
Bila kekerasan fisik langsung jadi pemberitaan karena viral, kekerasan verbal tidak demikian, karena tidak menimbulkan pemberitaan menghebohkan apa lagi viral. Namun begitu, tetap saja mendatangkan luka dalam hati guru karena sikap kasar dan ucapan yang tidak pada tempatnya.
Belum lama ini dunia pendidikan kembali digaduhkan dengan adanya korban pembacokan seorang guru di Demak, Jawa Tengah, karena motif kecewa mendapat hasil yang kurang memuaskan dalam ujian tengah semester. Sebelumnya, kita disuguhkan dengan kasus pilu seorang guru di Bengkulu yang diketapel wali murid hingga buta permanen.
Sebelumnya juga diberitakan guru diseret ke pengadilan lantaran mencubit siswa yang tidak mengikuti shalat berjamaah. Seorang guru SMP swasta di Sidoarjo dilaporkan ke polisi dan digiring ke Pengadilan Negeri Sidoarjo atas dugaan penganiayaan. Ternyata, siswa yang dicubit tersebut adalah anak anggota TNI. Orangtua siswa tersebut tidak terima anaknya dicubit guru, lantas melapor ke polisi.
Beberapa tahun yang lalu seorang guru SMK di Makasar dianiaya orangtua siswa. Akibat penganiayaan itu, guru tersebut mengalami luka memar di wajah dan mulutnya. Sang guru melaporkan peristiwa yang menimpa dirinya ke pada kepolisian.
Penganiayaan ini terjadi setelah menegur siswa karena tidak mengerjakan tugas dan tidak membawa perlengkapan menggambar dan buku. Guru tersebut lalu menyuruhnya ke luar dari ruang kelas. Anak lalu menelpon ayahnya dan menceritakan perlakuan tidak menyenangkan yang dialaminya. Tidak lama kemudian, orang tua datang dan langsung memukul wajah korban.
Kejadian kekerasan seperti ini amat banyak dan sering terjadi. Belum lagi, anehnya ketersinggungan orang tua atas konsekuensi pelanggaran yang diberikan kepada anaknya, seolah-olah tidak percaya dan anaknya selalu dianggap benar. Beginilah nestapa pendidikan yang notabene merupakan tempat yang aman dalam menuntut ilmu.
Ki Hajar Dewantara pernah menyebut bahwa pendidikan adalah upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti, pikiran, serta tumbuh anak. Namun, mengapa justru guru mendapat hal hal yang tidak sepatutnya serta kasus kekerasan terus menimpa mereka?
Maraknya kasus kekerasan yang diterima oleh guru menandakan belum optimalnya regulasi yang diberikan dalam menjamin hak seorang guru. Salah satu faktor yang menyebabkan belum optimalnya perlindungan bagi guru. ketika terjadi kekerasan terhadap guru, berbagai elemen hanya bersikap sebatas pelipur lara dan bertindak setelah peristiwa terjadi.
Kekerasan tersebut terus berulang karena belum adanya upaya preventif membangun sekolah yang ramah dan aman bagi guru dalam menjalankan tugas profesinya. Orangtua selaku madrasah pertama bagi anak-anaknya harus memahami betul bahwa pendidikan bukan sekadar menitipkan anaknya di sekolah. Orangtua harus memahami sekolah bukan hanya sekadar mendapatkan nilai yang tinggi. Dan sekolah bukan untuk ajang kegaduhan, khususnya kasus kekerasan yang diterima guru dalam mendidik siswa.
Selanjutnya, kita mengamati sikap orang tua kian ke sini main berubah. Kalau dulu jika siswa mendapat hukuman dari guru atau kepala sekolah, dan terdengar oleh orang tua, biasanya mendapat masalah ganda di rumah. Orang tua akan memberi pengertian, memarahinya atau memberi hukuman tambahan.
Tapi saat ini berbeda. Banyak orang tua beranggapan bahwa anak kesayangannya pasti benar, maka gurunyalah yang salah. Jadi mereka menyerang guru yang berani mendisiplinkan, atau bahkan memberikan nilai buruk kepada anaknya.
Betul, guru tidak selamanya benar. Mereka juga manusia. Tapi sikap kita yang tidak memanusiakan mereka adalah sebuah kekeliruan. Sikap tersebut tidak mencerminkan adab yang baik yang ditiru anak- anak kita sendiri. Jika terjadi masalah, tentu harus diselesaikan secara bijak, tanpa harus main hakim sendiri.
Adab orangtua terhadap guru anak-anaknya akan berkorelasi kepada kebaikan dan keberkahan anak. Ia akan saling tersambung. Kata ulama: Satu perasangka buruk saja kepada gurumu maka Allah haramkan seluruh keberkahan yang ada pada gurumu kepadamu.
Ingatlah sebuah kisah yang cukup masyhur tentang Syeikh Abdul Qadir al-Jaelani bersama seorang muridnya. Singkatnya, ada orang tua yang tidak terima perlakuan Syeikh kepada anaknya, lalu anak tersebut diputuskan untuk ditarik dari madrasah Syeikh Abdul Qodir al-Jaelani.
Dalam perjalanan pulang. sang ayah bertanya kepada anaknya berbagai macam masalah ilmu hukum syariat, lalu si anak pun men- jawab pertanyaan itu dengan fasih, tepat dan sangat memuaskan. Akhirnya sadarlah sang ayah, lalu ia kembali ke madrasah Syeikh untuk agar bersedia menerima anaknya lagi. Namun Syeikh mengatakan bukan dirinya tidak mau menerima si anak kembali, namun Al- lah sudah menutup hatinya untuk menerima ilmu. "Bawalah ia kembali pulang," kata dia.
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Muliakan Guru Anak-anak Kita
Selasa, 17 September 2024 09:30 WIBPalestina dan Komitmen Kemerdekaan dari Indonesia
Jumat, 13 Oktober 2023 21:06 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler