x

Iklan

Frank Jiib

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 11 November 2021

Minggu, 22 Oktober 2023 07:09 WIB

Penelusuran Berdarah (7)

Dalam keheningan serta kesunyian daerah pegunungan yang berselimut dengan kegelapan pekat, mobil Toyota Avanza terus melaju menyusuri jalanan berliku menuju ke tempat tujuan. Tak terasa pagi hari pun tiba yang ditandai dengan cahaya kuning keemasan matahari yang memancar dari balik puncak pegunungan yang tertutup kabut tebal.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

7

Tepat pada pukul dua puluh tiga malam, mobil Toyota Avanza yang kini dikemudikan oleh Usman mulai berjalan perlahan meninggalkan area parkir SPBU yang sudah sepi dari aktivitas, mobil kembali masuk ke jalan raya yang nampak sepi dan gelap karena minimnya lampu penerangan jalan. Malam semakin larut dan perjalanan ini masih panjang untuk sampai ke tempat tujuan. Mobil yang dikemudikan Usman melaju dengan kecepatan 60 km/jam karena kondisi jalan mulai berkelak-kelok karena memasuki daerah pegungungan. Pada pukul satu dini hari, semua penumpang yang ada di dalam mobil sudah terlelap dalam buaian mimpi, hanya tinggal Usman seorang diri yang masih terjaga di balik kemudi mobil. Dari kaca sepion depan, Usman dapat melihat Ricky tengah tertidur pulas dengan kepala Vanesa bersandar di bahu kanan Ricky. Usman hanya bisa tersenyum melihat momen kemesraan yang tidak disengaja ini. Dalam keheningan serta kesunyian daerah pegunungan yang berselimut dengan kegelapan pekat, mobil Toyota Avanza terus melaju menyusuri jalanan berliku menuju ke tempat tujuan.

&&&

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

8

Tak terasa pagi hari pun tiba yang ditandai dengan cahaya kuning keemasan matahari yang memancar dari balik puncak pegunungan yang tertutup kabut tebal. Di dalam mobil udara masih terasa dingin menusuk kulit, sedangkan di luar, jalan raya terlihat masih diselimuti oleh kabut tebal di sebuah daerah yang sedikit terpencil ini. Usman masih berada di balik kemudi dengan sesekali rasa kantuk dan pegal mulai menyerang tubuhnya. Akan tetapi, Usman masih berusaha bertahan karena tidak lama lagi mereka akan tiba di tujuan akhir dari perjalanan panjang ini.

   Pada pukul enam lebih tiga puluh menit pagi, mobil Toyota Avanza yang dikemudikan oleh Usman akhirnya menepi di pinggir jalan. Pagi ini suasana jalan raya terlihat ramai dengan banyaknya anak-anak berseragam yang mulai berangkat ke sekolah dengan diantar oleh orang tuanya, tidak ketinggalan para petani yang baru saja memanen hasil kebunnya, dan sekarang sedang membawanya menuju ke pasar untuk dijual. Usman meregangkan tubuhnya yang terasa pegal, lalu membuka tutup botol air mineral dan langsung meminumnya. Di samping Usman, Andre terlihat masih terlelap tidur dalam buaian mimpi. Dengan perlahan Usman membuka pintu mobil, lalu turun dan kembali menutup pintunya. Kemudian Usman berjalan menuju ke depan mobil dan menyandarkan tubuhnya. Dengan santai Usman menyalakan sebatang rokok untuk mengusir hawa dingin yang masih dirasakannya.

   Berdiri di depan mobil membuat Usman seolah berada di suatu wilayah yang asing. Sungguh jauh perbedaannya dari tempat tinggalnya di kota yang penuh dengan gedung pencakar langit, kemacetan yang membuat frustasi, juga kebisingan lalu lintas yang tidak ada habisnya; dan yang lebih buruk, akibat dari efek rumah kaca yang ada di kota-kota besar telah membuat pendingin ruangan seakan tidak mampu mengusir hawa panas yang terus meningkat setiap tahunnya. Akan tetapi sangat berbeda jauh dengan keadaan yang tergambar di hadapannya, di sini Usman tidak mendapati bangunan pencakar langit yang menjulang tinggi. Yang ada adalah puncak-puncak pegunungan yang menjulang tinggi dengan beberapa diantaranya masih tertutup awan tebal dan terlihat begitu memesona dipandang mata. Tidak ketinggalan kesederhanaan dari masyarakat yang ada di sini, masih banyak laki-laki paruh baya yang pergi dengan menggunakan sepeda pancal ke pasar. Dan juga para ibu-ibu yang saling menyapa saat sedang berpapasan di jalan, seakan panduduk di sini terikat oleh sebuah norma yang sudah mandarah daging, sehingga menjadikan mereka semua seperti keluarga di tempat yang terpencil ini.

   Usman mendengar suara pintu mobil dibuka yang segera diikuti oleh suara langkah kaki yang berjalan menuju ke arahnya. Sesaat kemudian Vanesa telah berdiri di samping Usman dengan rambut dikuncit ekor kuda, serta sebuah sweter berwarna abu-abu menutupi tubuhnya yang berisi dan seksi. Vanesa begitu hanyut menikmati suasana pagi yang begitu memesona di sebuah desa terpencil yang masih asing baginya. Sesekali terdengar suara orang yang sedang bercakap-cakap dari sebuah warung kecil yang letaknya tidak jauh dari tempat Usman dan Vanesa berdiri.

   “Tempat ini sungguh indah dan memesona, bagaimana menurutmu Vanesa?” tanya Usman membuka percakapan.

   “Kau benar. Tempat ini membuatku begitu terpesona dan sepertinya aku langsung jatuh cinta dengan semua yang ada di sini,” jawab Vanesa dengan sesekali tubuhnya bergidik karena hawa dingin yang begitu kuat.

   “Kenapa kita berhenti di sini Usman, apa kita sudah sampai?” tanya Vanesa.

   “Sebenarnya kita sudah sampai, tetapi aku tidak tahu di mana tempat kita akan beristirahat dan menginap. Kita tunggu Ricky bangun, karena dia yang telah memesan tempat penginapan untuk kita semua,” jawab Usman sambil menghisap rokok yang ada di tangannya, lalu menghembuskan asapnya dengan perlahan.

   Usman dan Vanesa kembali terdiam menikmati keindahan alam yang terbentang di hadapan mereka. Memang benar, tempat ini bisa membuat mata siapa saja akan terpana dengan hamparan hijau hutan dengan pohon-pohon yang tumbuh saling berdempetan, ditambah lagi dengan beberapa puncak gunung yang masih berselimut awan tebal berwarna hitam. Dari belakang kembali terdengar suara pintu mobil dibuka, yang segera diikuti suara langkah kaki orang yang berjalan ke tempat Usman dan Vanesa sedang berdiri memandang indahnya pemandangan yang tersaji di hadapan mereka.

   “Ternyata kalian ada di sini rupanya,” kata Ricky ketika telah berada di samping Usman. “Apakah kita telah sampai di daerah Donomulyo?” lanjutnya sambil memandang keadaan sekitar yang dipenuhi dengan hutan sejauh mata memandang beserta puncak-puncak gunung yang berselimut awan tebal.

   “Sebenarnya kita telah sampai di daerah Donomulyo. Seperti yang bisa kau lihat mengenai suasana pedesaan juga bentang alam yang ada di hadapan kita ini,” jawab Usman dengan seringai nakalnya. “Akan tetapi, aku tidak mengetahui nama beserta alamat hotel tempat kita akan menginap dan beristirahat.”

   “Kau benar,” jawab Ricky dengan senyum bahagia karena ia akhirnya bisa sampai di daerah Donomulyo. “Sungguh luar biasa pagi ini, kita semua disambut dengan pemandangan alam yang sungguh luar biasa, ditambah dengan hawa dingin yang seakan tidak ingin berlalu meninggalkan kita. Dan satu lagi, di sini kita bisa melihat kesederhanaan masyarakat yang menyatu serta masih menjaga alam dengan baik.”

   “Aku sepertinya sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan daerah Donomulyo ini. Aku serasa ingin menyatu dengan alam yang ada di sini, menjelajah menembus hutan dan menikmati segar serta beningnya air sungai yang mengalir di tengah hutan,” ujar Vanesa dengan senyum cantiknya yang mampu melelehkan hati kedua pria yang berdiri di sebelahnya.

   “Selama kita berada di sini, kita akan menginap di Penginapan Dahlia. Penginapan ini sangat nyaman dan juga memiliki pemandangan alam yang menakjubkan. Aku mengetahuinya dari beberapa ulasan yang disampaikan para pengunjung yang pernah bermalam di Penginapan Dahlia.”

   “Baiklah kalau begitu. Kita akan melanjutkan perjalanan menuju ke Penginapan Dahlia agar aku bisa merasakan segarnya mandi dengan air pegunungan,” ujar Usman dengan bersemangat. “Tapi sebelumnya, aku ingin membeli secangkir kopi panas di warung yang ada di depan sana.” Usman menunjuk sebuah warung sederhana semi permanen yang sepertinya selalu ramai dengan pembeli yang keluar masuk. “Apakah kalian berdua juga ingin memesan sesuatu untuk menghangatkan badan?”

   “Aku mau segelas teh panas, karena sampai sekarang aku masih merasa kedinginan,” pinta Vanesa masih sambil menyilangkan kedua tanganya di dada untuk mengusir hawa dingin.

   “Aku juga mau secangkir kopi panas. Karena tubuhku serasa berada di dalam lemari pendingin yang membekukan,” ujar Ricky dengan sesekali masih menggigil.

   “Kalian berdua tunggu di sini. aku yang akan berjalan ke warung itu,” kata Usman. Kemudian Usman segera berjalan menuju ke warung yang ada di depan mereka untuk memesan minuman hangat sebagai pengusir hawa dingin.

&&&

Ikuti tulisan menarik Frank Jiib lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu