x

image: painting by Safir Rifas

Iklan

Harna Silwati

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 6 Desember 2021

Sabtu, 16 Desember 2023 06:56 WIB

Petualangan di Negeri Sihir (Bagian 1)

Novel petualangan Salma membebas raja yang dipengaruhi kekuatan mantra.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Petualangan di Negeri Sihir

Oleh: Sil

Bagian 1

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

     Dua kereta serupa kereta kuda dikendarai oleh seorang pegawai istana melaju cepat menuju gerbang. Para pengawal yang berjaga di gerbang menguak penjagaannya. Setelah berada persis di pintu masuk mereka berhenti.

     Pengawal yang turun dari kereta mengangkat sesosok tubuh terkulai tak berdaya. Pegawai istana lainnya membantu dan menggotongnya dengan tandu, lalu membawa tubuh itu  masuk.

     Sedangkan di kereta satunya dua tubuh diturunkan dan segera dibawa masuk.  Seisi istana saling pandang bertanya. Apa yang telah terjadi?

     Seorang perempuan cantik bergaun merah muda berselendang putih menyambutnya. Permaisuri yang jelita itu terkejut. Sejenak ia tertegun.

     “Apa yang telah terjadi?” tanyanya pada pengawal yang saat itu bersama raja.

     “Maafkan kami, Bu. Kami tidak mengerti! Sewaktu berburu, kami istirahat melepas lelah,” jawab pengawal yang ditanya.

     “Lalu?” tanyanya.

     “Raja melihat sepokok delima berbuah lebat dan ranum. Ia memetik, lalu memakannya. Dua pengawal lain ikut memakannya pula,” jawab pengawal itu sambil tertunduk sedih.

     “Kami pun hendak memakannya. Sebelum sampai ke mulut, kami melihat raja dan dua pengawal ini mendadak pucat, dan langsung rebah. Jadi perhatian kami langsung tertuju pada mereka,” jelas pengawal yang satu lagi.

     Perempuan yang bernama Alya  mendekatkan tangannya kepada ketiga  tubuh yang terbaring itu. Ia meletakkan tangan sekitar lima sentimeter di atas tubuh yang terbaring untuk  mencari tahu apa yang terjadi.

     “Mereka terkena sihir mantra delima. Mantra penguasaan hati dan pikiran,” gumam perempuan itu.

     Lalu dengan kekuatan sihir, ia mengayunkan telapak tangannya ke arah berlawanan, dan membuka tabir penembus ruang, sehingga ia dapat melihat apa yang sebenarnya terjadi saat istirahat tersebut.

     Ia mengarahkan pandang batinnya pada pohon delima yang disebut. Lalu ia berkata:

     “Pohon delima itu sengaja ditempatkan oleh Avani dengan kekuatan sihirnya. Delima itu telah dimantrai dengan mantra penguasaan hati dan pikiran,” ujarnya pelan.

     “Bawa mereka semua ke ruangan pribadi Raja!” perintahnya.

     Seorang laki-laki datang dengan langkah terburu-buru. Badannya yang tegap terlihat lesu menyaksikan pemandangan di depannya.

     “Paman!” ucap perempuan itu dengan nada pilu.

     “Saya ikut prihatin! Apa kondisi Raja baik-baik saja?” tanya orang yang dipanggil pamam itu.

     “Raja kena mantra penguasaan hati dan pikiran, Paman. Avani sengaja menempatkan pohon delima dengan kekuatan sihirnya di tempat dimana Raja sering berburu,” jelas Alya perempuan berselendang putih itu.

     Penasehat Raja yang dipanggil paman itu hanya diam mengusap dagu. Raut mukanya tampak iba dengan apa yang terjadi.

     Alya memberikan isyarat tangan kepada para pengawal untuk membawa ketiga tubuh yang terbaring itu ke ruangan pribadi raja dan mereka segera melaksanakan perintah ibu ratu.

     Alya dan laki-laki itu masih berdiri di situ.

     “Paman, selamatkan Aftar anak saya!” ujarnya lembut.

     Sang Paman hanya mengangguk.

     “Tujuan Avani adalah saya. Dia ingin memiliki belahan permata yang ada pada saya. Dia akan melakukan apa pun untuk mencapai tujuannya,” Alya bicara sedih.

     Ia tertunduk dan diam beberapa saat. Kemudian ia menarik napas.

     “Negeri ini sebagian besar sudah di bawah pengaruh sihir Avani.  Hanya sebuah desa dan sekitarnya di wilayah selatan yang belum dipengaruhi. Berpindahlah ke sana bersama dengan pengikut dan penduduk yang masih murni pikirannya,” ucap Alya lagi.

     Sang paman mengangguk.

     “Bagaimana  dengan Raja dan dirimu sendiri?” tanyanya.

     “Paman sudah paham dengan kemampuan yang saya miliki. Saya dan Avani memahami    kelebihan masing-masing. Sebagai saudara seperguruan ia tahu kekurangan saya, begitu juga sebaliknya,” Alya mengembalikan ingatannya pada  saat dia dan Avani bersama.

     “Apa tidak ada cara untuk membuat Raja sadar?”

     “Tidak ada. Mantra delima adalah kekuatan Avani yang tidak saya miliki. Sedangkan mantra melati adalah kekuatan yang tidak dimiliki Avani. Ia menginginkan belahan permata yang ada pada saya untuk disatukan dengan permata yang ada padanya. Bila permata itu ia dapatkan, ia akan mendapat kekuatan lebih dari berbagai ilmu sihir yang ada di bumi,” jelas Alya.

     “Kalau begitu Raja akan kita bawa bersama ke selatan!” pinta sang Paman.

     “Tidak Paman. Mantra delima akan mempengaruhi kekuatan yang terdekat dengannya. Sedangkan raja dalam kendali pikiran Avani. Jadi tidak aman jika dibawa serta,” Alya menjelaskan.

     “Baiklah. Apa ada cara yang lebih baik sebagai penawar mantra delima?”

     “Paman, jika Raja diberi minum oleh seorang gadis yang berhati mulia dan memiliki kekuatan cinta yang luhur, mantra delima akan lumpuh.,” ujar Alya lagi.

     Hmmmm! Alya menarik napas. Sesaat ia diam.

     “Mencari gadis seperti itu sama dengan mencari sebutir permata kecil di tumpukan jerami,: balas Paman.

     “Betul. Saya harus menemukan gadis itu, Paman. Saya akan berkeliling dari desa ke desa,”  Alya meyakinkan.

     “Baiklah. Saya akan menjaga Aftar sampai semua dikendalikan. Sementara saya akan menyiapkan segala keperluan sebelum meninggalkan istana.” ucap Paman dengan raut sedih.

     Mereka sama-sama membalikkan badan meninggalkan tempat itu. Alya langsung melesat dengan cepat seakan ada yang diburu.

*

      Suasana makin mencekam, siang yang harusnya cerah jadi redup. Sesekali bola api melayang di udara. Langit berwarna senja. Kadang gumam mantra terdengar sampai ujung penjuru.

     Kelebat kilat membelah awan. Jalanan sepi dan menyeramkan. Tak ada yang berani keluar dalam suasana seperti ini.

     Alya yang mengenakan gaun merah muda berselendang putih berdiri di tengah jalan jauh dari luar gerbang istana.

     “Tampakkan mukamu Avani! Yang kauhadapi adalah aku, bukan raja dan seluruh rakyat negeri ini,” teriaknya lantang.

     Suaranya bergema. Perempuan itu meningkatkan kewaspadaan matanya mengawasi tiap gerakan. Daun-daun yang bergerak ditiup angi pun ia waspadai.

     Sebuah tongkat kecil dia angkat ke atas. Ujung tongkat berbentuk bunga melati menguak awan.

     Kelebat beberapa bayangan berloncatan. Perempuan itu memburu tiap bayang. Gaun sutra merah muda bagai sayap kupu-kupu membuat ia ringan melayang di udara. Sesekali ya bertengger di atas dahan pohon mengawasi keadaan.

     “Avani! Aku tahu kamu adalah ratu di dunia sihir. Tetapi aku tak akan pernah tunduk kepadamu,” teriaknya kembali. 

     Hening mencekam. Beberapa pasang mata berwarna merah terlihat dari balik pohon-pohon. Bayangan hitam berkerumun datang dari berbagai arah.

     Sesekali kelelawar menerpa tiba-tiba. Serangan sihir yang dilepas oleh Avani tidak tampak keberadaannya. Kadang terdengar sahutan burung hantu membuat suasana makin mencekam.

     Perempuan itu bersiap dengan sihirnya.

     “Tongkat melati sakti, pijarkan cahaya!” ucapnya.

     Tongkat kecil berujung bunga melati itu mengeluarkan cahaya. Perempuan itu menggerakkan tongkat memutar. Serta merta cahaya itu mengelilinginya.

     “Cahaya cinta perisai jiwa,” gumamnya.

     Ia kembali menggerakkan tubuhnya melayang di udara.  Kerumunan bayangan memburunya dan melepas beberapa jurus sihir. Perisai cahaya yang membentengi membuat sihir apapun tak mampu mencapai tubuhnya.

*

     Sementara itu di dalam gerbang istana para penyihir utusan Avani tengah berhadapan dengan para pengawal kerajaan yang juga tangguh.

     Masing-masing pihak saling melepaskan kekuatan sihir. Ada yang melayang di udara. Memainkan tongkat sihir, melafal mantra. Hingga keadaan semerawut.

     “Cari sampai ketemu permata itu!” ucap salah seorang anak buah Avani pada temannya disela kecamuk pertempuran.

     “Siap!” jawab yang diajak bicara.

     Segera orang tersebut melayang ke udara meninggalkan tempat itu. Ia menyusup lebih jauh ke dalam ruang istana. Mengendap diantara pilar dan benda-benda di ruang-ruang yang ia lalui.

*

Bersambung ...

             

Ikuti tulisan menarik Harna Silwati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu