Di jalanan yang basah dan semangat yang redup, kami menawarkan ide sebagai delegasi bukan fiksi. meleburlah ke dalam sekat waktu tanpa menganyam pribadi bukan profokasi.
Kadang kita harus kenyang didalam lapar saudaraku, semoga itu bukan reaksi liar yang membelai fitnah bergamelan durjana. "Duduk sama rata berdiri tanpa Raja" dan lihatlah! Sekte bengis mengiris sadis pedis diruang logika yang sinis.
Kenyanglah dalam lapar wahai pemuda "Masureku" Nyalakan api semangat didada membara hingga membhana papah
Belum tergenapi mimpi tercapai tapi, bersatu jaga kampong bakusompong sampai anjing menggonggong bukan sombong. Persatuan torang bukan kalau dan tapi, karena kampong ini bukan sundel bolong
Puisi ini bukan nasihat, tapi sekedar refeleksi ingatan kaum muda kampong, agar jangan paka dada dengan sebotol tuak ditangan mabuknya diotak. Ini otokritik terlatih sebagai jampi mantera dibaca menembus jiwa
Berangkat dari rasa hormat kepada perasaan, merangkum beda atas Kemanusiaan, "Kupal" kini mewakili diri tanpa doktrin hara kiri, menggantung sejarah leluhur dipanggung iri
Hahaha... Biasnya lambat tapi pasti, namun kepastian terlambat telah menjadia biasa
Salam hormat kami atas tirta yang menepis dahaga, salam bangga kami atas amanat para orang tua-tua, kami menaru harapan atas doa kalian dialam lain, semoga membekas lelah ini dihilir air Dede
Lekas bangkit terkembang Kampongku, dibawa pohon "Makamalongak Lo maka Leleyan"
Ikuti tulisan menarik Mursal Bahtiar lainnya di sini.