: Pada Sebuah Keheningan dan Air Mata
Tubuh Kudus-MU yang tergantung di salib kayu kasar,
ialah lambang dosa-dosaku telah dihapuskan,
tetapi hingga peristiwa ini berulang kali,
aku masih belum sadar diri,
aku bahkan lebih rajin menabung dosa-dosa lagi,
untuk melihat-Mu lebih sengsara,
dalam luka dan wajah kematian-Mu.
Tubuh-Mu terbaring kaku dalam segala cinta yang hening,
mengajak kalbu mengarungi kedalamannya,
sebagai media murni kehidupan,
sampai tiba waktunya bangkit sebagai kebenaran,
untuk lahir baru; menjadikan-Mu Sang Putera sebagai teladan
sejati jejak langkah-langkahku.
Aku menyaksikan tetes demi tetes darah mulai mengering,
mengandung penyerahan yang mendalam,
sebagai buah kasih sejati: lalu; mengapa hati ini masih mengeras,
kepala menengadah arogan,
jiwa yang suka memeluk pembenaran,
pikiran yang rajin memburu pembelaan,
mengapa? oh, Yesus Puteraku,
teriakan akhir “Bapaku... Bapaku... mengapa Engkau meninggalkan
Aku?” sepertinya sia-sia dalam segala pikirku, kataku, juga
tingkahku.
Ya Yesus; Engkau telah memperbaharui dunia lewat kematian-Mu
yang mulia, resapkanlah dalam diriku, diri sesama kami karya
belas kasih-Mu ini,
sehingga aku selalu diingatkan pada misteri agung ini,
dan boleh mengabdikan diriku sepenuhnya hanya dalam
tangan cinta-Mu, sebab tanpa-Mu, aku hanyalah segumpal debu.
Atambua, 04 Maret 2024
Ikuti tulisan menarik Silivester Kiik lainnya di sini.