Untuk Dosen Penguji, yuk, Baca Skripsi Mahasiswa Sebelum Bertanya

5 hari lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kerap kali dosen penguji asal bertanya saat ujian dan sidang, padahal jawaban dari pertanyaannya sudah jelas ada di skripsi!

Skripsi kerap menjadi momok yang seram bagi mahasiswa tingkat akhir. Saat ini, skripsi masih menjadi salah satu syarat untuk lulus jenjang sarjana (S-1).

Meskipun saat ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud Ristek) tidak mewajibkan skripsi sebagai syarat kelulusan, tetapi skripsi masih menjadi populer di kalangan mahasiswa akhir.

Skripsi itu Ngapain, sih?

Bagi kamu yang belum tahu, skripsi sebenarnya sama seperti penelitian dan penulisan karya ilmiah lainnya. Namun, skripsi sedikit berbeda.

Di dalam skripsi, kita harus bisa mendeskripsikan masalah, tujuan, manfaat, metode, hasil, dan kesimpulan secara kompleks.

Skripsi harus memiliki de"skripsi" yang jelas bagi pembaca. Tidak hanya tentang deskripsi, skripsi juga harus menghasilkan penelitian yang bermanfaat bagi subyek penelitian.

Tahap-tahap Skripsi

Berbicara mengenai tahap-tahap skripsi, sebenarnya masing-masing kampus memiliki caranya tersendiri.

Secara umum, skripsi memiliki tahap sebagai berikut:

  1. pengajuan topik,
  2. penulisan proposal,
  3. seminar dan ujian proposal,
  4. penulisan pasca seminar dan ujian proposal,
  5. penulisan hasil,
  6. seminar hasil,
  7. penulisan pasca seminar hasil,
  8. ujian dan sidang skripsi.

Meskipun di berbagai kampus berbeda, tetapi setidaknya beberapa tahapan di atas pasti diikuti oleh seluruh kampus, khususnya yang ada di Indonesia.

Hal-hal yang Menyebalkan di Skripsi

Bagi beberapa orang, ada beberapa hal yang tidak dapat dilupakan saat skripsian. Beberapa hal yang menyebalkan di dalam proses skripsi adalah revisi yang banyak, data yang sulit, dan dosen yang "saklek".

Dosen adalah pihak yang tidak mungkin lepas dari proses skripsian. Namun, bagi banyak mahasiswa, dosen adalah pihak yang menyebalkan dan menghambat proses pembuatan skripsi.

Di dalam proses skripsi, peran dosen dibagi menjadi dua, yakni pembimbing dan penguji. Namun, jumlah dari pembimbing dan penguji biasanya berbeda di masing-masing lembaga, fakultas, dan jurusan.

Pengalaman Saya, Dosen yang Paling Menyebalkan Adalah Dosen Penguji

Dalam pengalaman saya menulis skripsi, pihak yang paling menyebalkan adalah dosen penguji.

Sebenarnya banyak hal yang ingin saya sampaikan, tetapi hanya ada satu hal yang paling menyebalkan dari dosen penguji saya waktu itu. Ya, hal tersebut adalah "Skripsi yang Saya Presentasikan Sama Sekali Tidak Dibaca!".

Saat itu, proses skripsi saya dilakukan bersama 2 dosen penguji, dengan pembagian dosen penguji utama dan dosen penguji pendamping.

Semenjak awal pemilihan dosen penguji, saya sama sekali tidak keberatan dengan dua dosen tersebut, meskipun banyak orang yang menganggap bahwa salah satu dosen (selanjutnya mari kita panggil dosen penguji X) memang "menyebalkan".

Saat seminar dan ujian proposal tiba, baru lah saya tahu kenapa banyak gosip yang beredar ternyata cukup benar.

Saat itu, semua hal yang saya presentasikan sama sekali tidak ia pahami. Bahkan, beberapa pertanyaan justru mengarah kepada penelitian yang berbeda dan keluar dari ruang lingkup penelitian saya.

Saat itu, saya berpikir bahwa pertanyaan itu hanya menjebak dan menguji pemahaman saya. Ya, saya masih belum terlalu yakin bahwa ia menyebalkan, mungkin karena itu masih di tahap seminar proposal.

Namun, seiring berjalannya waktu, saya pun menyelesaikan skripsi saya dan siap masuk ke tahap ujian dan sidang proposal.

Waktu itu, saya percaya diri 100% dan sudah menyiapkan semuanya, termasuk PowerPoint dan materi-materi di dalam skripsi.

Namun, baru memulai 10 patah kata yang terucap saat menyampaikan hasil, dosen penguji X  itu langsung memotong presentasi saya.

Saat itu, saya rasa suasana sudah mulai tidak kondusif. Bagaimana tidak, saya belum selesai menjelaskan pertanyaan sudah langsung muncul.

Sekali lagi, saya berpikir bahwa itu adalah proses menguji kepemahaman saya mengenai penelitian yang saya buat.

Namun, hal tersebut terus berlanjut hingga beberapa pertanyaan "aneh" muncul. Beberapa pertanyaan "aneh" tersebut dibarengi dengan ucapan "ini karena saya tidak tahu, jadi saya bertanya".

Yang Menjadi Pertanyaan Adalah, Apakah Ia Tidak Membaca Skripsi Saya, Khususnya pada Bab Landasan Teori? 

Beberapa pertannyaan awal saya jawab sepemahaman saya, meskipun saya sudah curiga bahwa ia tidak akan ingin tahu apa yang jawab pada saat itu.

Namun aksi potong memotong dengan pertanyaan aneh ini terus berlanjut sampai presentasi saya selesai.

Saat selesai, saya merasa sangat aneh. Dengan pertanyaan-pertanyaan aneh tersebut, saya sangat yakin bahwa dosen penguji X tersebut sama sekali tidak membaca skripsi saya sebelum ujian dimulai.

Sederhananya, kalau sudah membaca pasti pertanyaan yang muncul adalah kesalahan dari penelitian yang saya lakukan, bukan pertanyaan-pertanyaan dasar dan hal-hal lain yang tidak saya tidak saya lakukan selama penelitian.

Jikapun ada pertanyaan yang tidak saya lakukan selama penelitian, setidaknya hal tersebut masih masuk ke dalam ruang lingkup penelitian saya.

Munculnya Revisi-revisi yang Aneh Juga

Masih kesal dengan presentasi yang dipotong dan pertanyaan-pertanyaan aneh, sekarang muncul kembali hal yang aneh, yakni revisi.

Dosen penguji X tersebut sejatinya tidak banyak memberikan saya revisi, karena yang ia minta sebenarnya sudah saya presentasikan dan sudah saya tulis di skripsi saya. Sayangnya, ia sama sekali tidak peduli akan hal itu, yang penting bagi dia adalah "asal bertanya dan meminta revisi".

Meskipun demikian, terdapat satu revisi yang tidak mungkin saya lupakan seumur hidup. Revisi tersebut adalah revisi yang pasti akan membuat saya meneliti topik baru.

Ya, lagi-lagi revisi yang ia berikan tidak masuk akal dan berada di luar dari topik penelitian saya. Karena masih belum yakin, sehari pasca ujian saya masih mencoba membuat revisi yang diminta.

Namun, setelah saya pikir-pikir, revisi tersebut tidak akan dapat saya kerjakan. Ya, karena jika saya kerjakan, itu sama saja seperti saya membuat penelitian baru yang ruang lingkupnya sangat besar.

Satu-satunya penyelamat saya saat itu adalah kedua dosen pembimbing saya. Syukurnya, beliau berdua benar-benar menjawab kesulitan saya dan memvalidasi bahwa revisi ini tidak mungkin saya selesaikan!

Semenjak itu, satu hal yang saya setor hanyalah penjelasan bahwa saya tidak akan bisa menyelesaikan revisi tersebut.

Menyebalkannya lagi, sudah memberikan revisi yang tidak masuk akal, respon untuk menjawab jawaban saya pun sampai lebih dari 1 minggu. Padahal, seluruh proses penyampaian revisi tersebut dilakukan dalam sistem informasi.

Bukan bermaksud menyalahkan, tetapi karena hal ini saya tidak dapat yudisium di bulan yang sama dan harus menunggu satu bulan lagi.

Sungguh, pengalaman dengan dosen penguji X ini akan saya ingat sebagai pembelajaran bahwa "sebagai manusia, saya harus menghargai usaha orang lain dan jangan pernah sengaja menyebalkan".

Penutup: Buat Dosen Penguji Serupa di Luar Sana, Yuk Baca Skripsi Mahasiswa Sebelum Bertanya!

Sebagai penutup, saya benar-benar menyarankan kepada seluruh dosen penguji serupa di luar sana, "YUK BACA SKRIPSI MAHASISWA SEBELUM BERTANYA!".

Sekian keluh kesah yang dapat saya tulis dalam artikel ini. Beberapa nama saya samarkan untuk menjaga nama baik dan martabat beliau sebagai pengajar.

Semoga pengalaman yang saya dapatkan tidak terulang kembali kepada seluruh mahasiswa aktif, khususnya adik-adik tingkat saya.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Ida Bagus Indra Dewangkara

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler