Seorang mahasiswa Teknik Geofisika tingkat akhir yang bersemangat dalam mengeksplorasi ilmu pengetahuan dan mengembangkan diri. Memiliki kegemaran membaca, menulis, dan aktif berhimpun.

Memecah Kompleksitas Jejak Vulkanisme Sangihe-Talaud dan Segala Potensinya

Jumat, 3 Januari 2025 13:42 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Gunung Godog
Iklan

Kepulauan Sangihe-Talaud menyimpan pesona alam yang memukau sekaligus tantangan geologi yang kompleks. Kawasan yang dihuni gunung api aktif di daratan maupun bawah laut ini menawarkan potensi sumber daya alam melimpah. Bagaimana kekayaan itu dimanfaatkan secara bijak tanpa mengorbankan keselamatan dan kelestarian lingkungan?

***

Kepulauan Sangihe-Talaud, yang terletak di ujung utara Sulawesi, merupakan kawasan unik di Indonesia dengan kekayaan alam dan fenomena geologi yang menarik. Terkenal sebagai bagian dari ring of fire, wilayah ini tidak hanya menghadirkan panorama yang indah, tetapi juga menyimpan aktivitas vulkanik yang aktif, baik di daratan maupun bawah laut.

 

Letak Sangihe-Talaud

 

Kepulauan ini merupakan bagian dari busur kepulauan gunung api yang memanjang dari selatan ke utara sepanjang 550 km dengan lebar sekitar 70 km, mencakup 20 pulau, di mana 12 di antaranya adalah gunungapi Kuarter yang masih aktif (Apandi dan Bachri, 1997; Efendi dan Bawono, 1997). Gunung api utama di wilayah ini antara lain Gunung Ruang di Pulau Ruang, Gunung Karangetang di Pulau Siau, dan Gunung Awu di Pulau Sangihe.

Selain itu, terdapat pula gunungapi bawah laut seperti Banua Wuhu, yang sejak 1919 telah menunjukkan aktivitas berupa pemunculan gas dengan suhu 50°C – 53°C, dikontrol oleh struktur berarah Timur-Timur Laut (Tomascik et al., 1977), serta Kawio Barat yang dicirikan oleh aktivitas hidrotermal aktif dengan kemunculan asap hidrotermal (smokers) dari rekahan di kedalaman sekitar 1890 meter​

 

Peta geologi lembar Sulawesi

 

Wilayah Kepulauan Sangihe-Talaud merupakan bagian dari busur vulkanik aktif yang terbentuk akibat subduksi aktif Lempeng Laut Maluku (LLM) di bawah Lempeng Eurasia. Proses subduksi ini menciptakan busur gunungapi Minahasa-Sangihe, yang berumur Miosen Tengah hingga Kuarter. Subduksi ganda di wilayah ini menghasilkan geometri penunjaman yang kompleks, dengan sudut kemiringan curam mencapai 45°, menembus hingga kedalaman 600 km di bawah permukaan bumi (Hamilton, 1979).

Aktivitas subduksi ini juga dipengaruhi oleh dinamika LLM yang terjepit di antara Lempeng Australia dan Pasifik, menciptakan pola tektonik yang unik dengan lempeng yang menunjam ke barat di sisi Sangihe dan ke timur di sisi Halmahera (Silver, Rangin, von Breymann, et al., 1991).

Di bagian selatan, busur Minahasa-Sangihe terhubung dengan busur Sulawesi Utara/Minahasa, yang secara tektonik berlanjut hingga ke Cekungan Gorontalo. Sementara itu, di utara, busur ini bersambung dengan busur Mindanao Selatan di Filipina, menunjukkan kontinuitas tektonik dalam sistem subduksi di wilayah Asia Tenggara (Hall, 1996; Hamilton, 1981).

Subduksi ini tidak hanya menciptakan aktivitas vulkanik di daratan, seperti di Gunung Karangetang dan Gunung Ruang, tetapi juga gunungapi bawah laut, seperti Banua Wuhu dan Kawio Barat, yang menunjukkan aktivitas hidrotermal aktif.

Selain itu, subduksi ini membentuk fitur geologi khas, seperti palung laut dalam, sesar-sesar aktif, dan pola kelurusan struktur yang mengontrol persebaran aktivitas vulkanik dan hidrotermal. Fitur ini menunjukkan dinamika tektonik yang sangat aktif, menjadikan Kepulauan Sangihe-Talaud sebagai laboratorium alami untuk mempelajari proses-proses geologi dalam sistem subduksi. 

Oleh karena kompleksitas kondisi geologis daerah kepulauan ini, maka tentu saja hal ini ekuivalen dengan potensi yang melimpah, baik dalam bentuk sumber daya alam maupun potensi ekonomi lainnya. Salah satu potensi positif utama adalah keberadaan aktivitas hidrotermal di gunung api bawah laut seperti Kawio Barat. Penelitian dari ekspedisi INDEX-SATAL 2010 mencatat adanya cerobong hidrotermal aktif di kedalaman sekitar 1890 meter, yang mengeluarkan asap hidrotermal (smokers) dengan kandungan mineral berharga, seperti emas (65,1–149 ppb), besi, dan mangan (Rainer et al., 2013).

Endapan sulfida yang terakumulasi di cerobong ini menawarkan potensi pengembangan ekonomi, baik melalui eksplorasi mineral maupun pemanfaatan energi panas bumi (geothermal) yang ramah lingkungan. Di samping itu, kehadiran ekosistem unik di sekitar area hidrotermal, seperti biota ekstremofil yang hidup di lingkungan bersuhu tinggi dan kaya akan mineral, membuka peluang penelitian ilmiah dan pariwisata berbasis konservasi (Permana et al., 2008). Dengan pengelolaan yang bijak, kawasan ini dapat menjadi contoh integrasi antara eksplorasi sumber daya alam dan perlindungan lingkungan.

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kenampakan manifestasi termal di Gunung Kawio Barat

 

Potensi ini tentu saja tidak datang tanpa dampak, karena dibalik keuntungan yang ada, terdapat juga tantangan dan risiko yang perlu dihadapi. Dari sisi negatif, aktivitas vulkanik di wilayah ini menghadirkan ancaman serius bagi penduduk lokal dan lingkungan sekitarnya.

Gunung Ruang, misalnya, baru saja menunjukkan peningkatan aktivitas pada tahun 2024, dengan letusan minor yang disertai lontaran abu vulkanik hingga 2 km ke atmosfer dan lahar dingin yang membahayakan pemukiman di lereng gunung. Akibatnya, lebih dari 500 orang terpaksa dievakuasi untuk menghindari dampak langsung erupsi. Aktivitas vulkanik bawah laut, seperti di Kawio Barat, juga tidak kalah berisiko.

Potensi tsunami yang dihasilkan dari longsoran lereng bawah laut atau letusan besar dapat mempengaruhi kawasan pesisir di sekitar Kepulauan Sangihe-Talaud. Subduksi aktif di bawah busur ini, yang menciptakan sudut kemiringan hingga 45° pada kedalaman 600 km (Hamilton, 1979), meningkatkan risiko gempa bumi besar yang berpotensi memicu likuifaksi di dataran rendah serta kerusakan infrastruktur skala luas (Silver et al., 1991).

Untuk memaksimalkan potensi positif sekaligus meminimalkan dampak negatif dari kondisi geologis Kepulauan Sangihe-Talaud, diperlukan keterlibatan berbagai pihak. Salah satu langkah penting adalah pengembangan teknologi eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam yang ramah lingkungan, terutama dalam pemanfaatan energi panas bumi di kawasan hidrotermal seperti Kawio Barat.

Penelitian dan monitoring aktivitas vulkanik juga harus ditingkatkan melalui pemasangan sistem peringatan dini yang mencakup gunung api darat dan bawah laut. Selain itu, pemerintah daerah perlu memperkuat kebijakan tata ruang berbasis mitigasi bencana, seperti menetapkan zona aman di sekitar area rawan erupsi dan tsunami. Dari segi ekonomi, peluang pengembangan pariwisata berbasis konservasi di area hidrotermal dan keanekaragaman hayati unik dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat setempat, dengan tetap menjaga keberlanjutan ekosistem. Upaya edukasi kepada masyarakat tentang mitigasi bencana dan pemanfaatan sumber daya secara bijak juga menjadi kunci penting untuk meningkatkan kesadaran akan potensi wilayah ini.  

Kesimpulannya, Kepulauan Sangihe-Talaud dengan segala kompleksitas geologi dan fenomena vulkaniknya adalah wilayah dengan peluang besar untuk pengembangan sumber daya alam, ilmu pengetahuan, dan ekonomi. Namun, tantangan berupa risiko bencana vulkanik dan tektonik memerlukan perhatian serius melalui manajemen yang terencana. Dengan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan ilmuwan, potensi besar wilayah ini dapat dimanfaatkan secara bijak, menjadikannya contoh pengelolaan kawasan vulkanik yang mendukung kesejahteraan tanpa mengabaikan keberlanjutan lingkungan.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Mikael Elgo

Mahasiswa Teknik Geofisika Institut Teknologi Bandung

4 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler