Pengajar di Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Kupang
Merayakan Pengalaman Tubuh Bersama Varel dan Maurice Marleau-Ponty
Sabtu, 29 Maret 2025 12:41 WIB
Iklan
Marleu-Ponty hendak menegaskan bahwa kesadaran tubuh yang Varel tunjukan dalam perjumpaan saat liburan adalah sebuah bentuk kecerdasan tubuh
Suatu ketika saat liburan Natal tahun 2024, Varel kecil meminta orang tuanya supaya ia tetap berada di rumah opa-omanya. Saat itu kakak dan orang tua Varel berencana keluar mengunjungi kerabat mereka. Ia sedang menantikan kami, om dan tantanya. Sejak kelahiran Varel hingga usianya yang ketujuh ia merasa belum pernah bertemu saya, sebagai salah satu saudari ibunya. Ibu Varel adalah adik bungsu saya. Tentu saja kami semua pernah mengunjungi rumahnya di Bali, namun saat itu Varel baru saja lahir, atau saat kunjungan berikutnya ia baru menginjak usia dua tahun.
Tak banyak yang ia ketahui tentang saya. Di usia 7 tahun ia sudah memahami berbagai macam konsep bahasa. Salah satunya konsep kata om. Ada banyak Om yang datang dan pergi ke rumah Varel di Bali, tapi hanya om tertentu saja yang merupakan saudara kandung ibu dan bapaknya. Mungkin kata ini punya arti lain untuk si kecil Varel dalam pergaulan dengan sesama teman sebayanya. Cerita dan kata Om yang satu ini membuatnya penasaran sekaligus menerbitkan rasa canggung. Saat video Call (VC) tidak banyak yang ia tanyakan, namun ia terlihat penasaran seperti penuh pertanyaan di kepala. Siapakah omnya yang satu ini.
Rasa penasaran itu kemudian ia ungkapkan dengan menanti kedatangan kami sore itu. Saya dan istri tiba di kota Bajawa sore hari, saat hujan baru saja reda. Saat masuk ke rumah, kedua orang tua kami sedang beristirahat. Varel kecil duduk di ruang tengah menanti kedatangan kami. Saat mobil yang membawa kami masuk ke pekarangan rumah, saya melihat Varel kecil duduk di ujung ruang tengah. Ia menatap saya malu-malu, saya tersenyum melihatnya, langsung saja meneriakan namanya kegirangan. Varel kemudian berlari menghilang menuju kamar kedua orang tua kami. Ia ternyata membangunkan opa-omanya sambil berbisik “yang nama om Marno sudah tiba”
Bapa dan mama (opa oma Varel) menyambut kami, Varel masih bersembunyi di belakang omanya. saya menghampirinya memeluknya erat-erat, menciumnya beberapa kali. Istri memberi Varel hadiah kecil. Ia senang, lalu menuju kursi dan duduk menikmati hadiahnya, membiarkan kami tenggelam dengan cerita khas orang dewasa.
Saat mengingat pengalaman ini saya terkenang Maurice Marleau Ponty, seorang Filsuf Perancis. Ponty membantu saya menjalin kembali pengalaman ingatan dan ketubuhan saya berhadapan dengan Varel. Marleau Ponty yang lahir 14 Maret 1908 atau berjarak 117 tahun 11 hari dengan Varel adalah filsuf yang tiba-tiba muncul saat mengingat pengalaman ini.
Fenomenologi Marleau-Ponty menjelaskan bahwa pengalaman alamiah manusia di dalam dunia berwujud persepsi. Bagaimana menghidupi pengalaman mendasar itu melalui dan bersama tubuh khususnya saat ‘merasakan’ dunia? Pertanyaan inilah yang menjadi titik tolak Marleau-Ponty dalam mengunggah pemaknaan atas pengalaman rasa. Pada sisi yang lain, pengalaman ini seperti menjadi alat untuk melihat pengalaman bersamaVarel dalam konteks tertentu.
Bagi Marleau-Ponty tubuh manusia punya kesadaran yang tidak bergantung dari pemahaman akal atau pikiran. Misalnya saat Varel kecil mengenal konsep kata Om. Kata ini tidak hanya dipahami dengan akal budinya, seperti ungkapan Marleau Ponty, Varel kecil berusaha memahami kata “om” serta dunia di seputar kata itu lewat tubuhnya. Konsep kata Om sebagai seorang lelaki dewasa tentu berbeda dengan kesadaran ketubuhannya memaknai kata itu saat berhadapan dengan saudara ibu maupun ayahnya. Ketubuhan Varel memaknai kata Om Marno, Om Ady, Om Ius, Om Tus, bukan lagi produk konsep akal budi. Varel akhirnya mengalami bahwa Om Marno berbeda dari om Ady, Om Ius, Om Tus maupun om-om yang lain.
Ponty meyakini bahwa pengalaman Varel berhadapan dengan konsep om sebagai sebuah pengetahuan hanya mungkin apabila ia bertemu secara langsung melalui tubuhnya dengan sosok yang bernama om, baik itu om Marno dan om-om kandungnya yang lain. Tidak ada kepastian pengetahuan tentang Om atau keharusan menjadi om di benak Varel kecil.
Bentuk penghayatan dan pengalaman Varel berhadapan dengan para omnya adalah pengalaman kesadaran yang menubuh. Varel akan terbiasa akrab dengan om Ady karena pengalaman ketubuhannya, ia merasa om Ady tempat ternyaman untuk meminjam gadget dan mulai bermain game sepuasnya. Atau para sepupunya Dika, Riyo dan Adit yang akan mengalah dan sabar menghadapinya. Pengalaman perjumpaan Varel (interaksi) dengan para sepupu dan om tantanya selama liburan menciptakan pengalaman kolektif yang membentuk cara Varel memahami dirinya dan orang lain. Pengetahuan ini menurut Marleau Ponty tidak diolah melalui pikiran di kepala saja (akal budi) tapi terutama dialami lewat pengalaman ketubuhan.
Dalam bukunya Phenomenology Of Perception (1962), Ponty menjelaskan tentang tubuh yang adalah titik tolak cara mengada manusia di dalam dunia. Seluruh hidup dan diri termasuk tubuh fisik menunjukan keterarahan pada pengalaman akan rasa. Varel lahir, bertumbuh dan sedang membentuk rasa tentang dunia sekitarnya dalam pengalaman ketubuhannya sendiri. Pertama kalo melalui tubuhnya dan dunia tempat ia dibesarkan. Misalnya pengalaman akan rasa yang tumbuh dan terbentuk lewat keluarganya sendiri yakni bersama bapa Fancy, mama Mira dan kakak Tiza.
Ponty menjelaskan bahwa pengalaman tentang rasa akan menghantar manusia pada pengalaman ketidakpastian, perkiraan dan ambiguitas (bingung dan tidak pasti). Varel akan mengalami pengalaman bersama para om dan sepupunya ternyata sangat berbeda dengan pengalaman akan keluarga intinya. Om yang satu terlihat lebih baik dan sepupu yang satu terlihat lebih tenang dibandingkan sepupu yang lain.
Pengalaman akan rasa ambigu yang dialami Varel dapat diumpamakan juga saat melihat Varel mencicipi masakan oma Moni. Entah bagaimana Varel menyukai masakan Oma moni. Apapun masakan oma Moni dilahapnya. Jika oma Moni ditanya apa resep masakan yang selalu menggugah selera makan Varel. Oma Moni bisa saja menjawab” untuk menggugah selera makan Varel, ayam harus dibumbui dengan merica setengah sendok, garam setengah sendok, gula Sabu satu sendok dan diaduk perlahan” jawaban ini adalah jawaban yang sangat identik dengan pola pikir intelektualisme dan empirisme (mengutamakan akal pikiran dan sensasi indra terpisah) dan paling sering dikritik Marleu Ponty.
Jawaban oma Moni di atas menurut Marleu-Ponty tidak menggambarkan kenyataan sebenarnya. Setiap orang dalam rumah yang mencicipi masakan oma Moni tentu memiliki pandangan (persepsi) tentang masakan oma moni (dunia). Masing-masing memberi maknanya terhadap rasa masakan oma sehingga pengalaman rasa itu ambigu. Bagi Varel masakan Oma Moni lezat dan membangkitkan kenangan, bagi Om Ady masakan oma Moni telah mengalami penurunan rasa akibat unsur tubuh yang menua.
Marleu-Ponty membahas pengalaman rasa yang ambigu (ambiguitas) dalam pengalaman sehari-hari sebagai penemuan akan kekayaan, pengalaman multidimensi, multi tafsir dan senantiasa berada dalam konteks tertentu. Sebelum Varel bersentuhan dengan ilmu pengetahuan baik di rumah maupun di sekolah secara formal, ia telah lebih dulu mengenal pengalaman rasa melalui tubuhnya. Pengalaman rasa ambigu yang bertumbuh dalam tubuh Varel adalah pengalaman tentang kecerdasan tubuh seorang anak menangkap berbagai hal dalam dunia melalui tubuhnya.
Sebagai anak yang sedang bertumbuh, Marleu-Ponty hendak menegaskan bahwa kesadaran tubuh yang Varel tunjukan dalam perjumpaan saat liburan adalah sebuah bentuk kecerdasan tubuh. Si kecil Varel sudah bertumbuh dalam kecerdasan tubuhnya. Pada saat yang sama tubuh Varel sudah membuat “perhitungan” terhadap dunia, ia sudah ada dalam dunia melalui tubuhnya dan sudah terlibat di dalam dunia. Menjadi apakah ia nanti suatu saat, percayakan padanya dan tubuh kecilnya. Selamat ulang tahun Gevarel Doke Weti. Panjang umur kecerdasan tubuhmu.

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Merayakan Pengalaman Tubuh Bersama Varel dan Maurice Marleau-Ponty
Sabtu, 29 Maret 2025 12:41 WIB
Reimagine Museum Blikon Blewut: Rekonstruksi Kekatolikan di Flores dalam Wacana Kekuasaan
Senin, 3 Februari 2025 17:14 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler