Dampak Kebijakan Tarif Impor Trump: Ford Terpukul, Laba Anjlok US$1,5 Miliar
Selasa, 6 Mei 2025 11:29 WIB
Perusahaan sebenarnya berada di jalur yang tepat untuk mencapai target proyeksi awal, sebelum awan ketidakpastian tarif menggelayuti.
Ford Menyerah dalam Ketidakpastian
Gelombang kebijakan tarif impor yang digulirkan mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terus menghantam berbagai sektor industri di Negeri Paman Sam. Terbaru, keluhan keras datang dari salah satu ikon otomotif AS, Ford. Raksasa mobil yang berbasis di Dearborn, Michigan, ini secara terbuka menyatakan ketidakmampuannya untuk memberikan proyeksi keuntungan tahunan akibat ketidakpastian yang ditimbulkan oleh bea masuk tersebut.
***
Dalam pernyataan resmi pada Senin (5/5/2025), Ford mengumumkan penangguhan panduan keuangannya untuk tahun ini. Langkah drastis ini diambil sebagai respons langsung terhadap ketidakjelasan yang menyelimuti kebijakan tarif impor AS di bawah kepemimpinan Trump. Lebih lanjut, Ford memperkirakan bahwa kebijakan kontroversial ini akan membebani perusahaan sekitar US$ 1,5 miliar (sekitar Rp 24 triliun) dalam laba yang disesuaikan.
Sebelumnya, pada bulan Februari 2025, Ford masih optimistis dengan memproyeksikan laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) antara US$ 7 miliar hingga US$ 8,5 miliar untuk keseluruhan tahun fiskal 2025. Namun, perkiraan tersebut dibuat dengan asumsi bahwa kebijakan tarif impor tidak akan mengalami perubahan signifikan.
Kepala Keuangan Ford, Sherry House, mengungkapkan bahwa perusahaan sebenarnya berada di jalur yang tepat untuk mencapai target proyeksi awal, sebelum awan ketidakpastian tarif menggelayuti. Pernyataan ini secara implisit menunjukkan betapa besar dampak negatif kebijakan tarif impor Trump terhadap kinerja keuangan Ford.
Di tengah kegamangan Ford, para pesaing seperti General Motors (GM) justru memberikan panduan keuangan terbaru mereka, yang telah memasukkan potensi dampak tarif. Langkah berbeda yang diambil Ford ini mengindikasikan betapa sensitifnya bisnis mereka terhadap perubahan kebijakan perdagangan dan potensi pembalasan dari negara-negara mitra dagang AS.
Para eksekutif Ford menjelaskan bahwa penangguhan proyeksi ini adalah langkah yang berani namun terukur. Mereka merasa perlu menunggu hingga adanya kejelasan lebih lanjut mengenai dampak tarif balasan serta bagaimana konsumen akan merespons potensi kenaikan harga produk. Ketidakpastian inilah yang membuat Ford memilih untuk tidak berspekulasi dan menahan diri dalam memberikan panduan keuangan.
Keputusan Ford untuk menarik panduan tahunannya menjadi sinyal yang mengkhawatirkan bagi perekonomian AS secara keseluruhan. Ini bukan lagi sekadar keluhan industri, melainkan sebuah pengakuan bahwa kebijakan tarif impor yang diterapkan telah menciptakan lingkungan bisnis yang tidak stabil dan sulit diprediksi. Dampak US$ 1,5 miliar terhadap laba Ford bukan hanya kerugian bagi perusahaan, tetapi juga berpotensi mempengaruhi investasi, lapangan kerja, dan daya saing industri otomotif AS di kancah global.
Kisah Ford ini menambah panjang daftar perusahaan AS yang menjadi "korban" kebijakan tarif impor Trump. Sebelumnya, berbagai sektor seperti baja, aluminium, dan produk pertanian juga telah merasakan dampak negatif dari perang dagang yang dilancarkan AS. Konsumen pun tidak luput dari imbasnya, dengan potensi kenaikan harga barang-barang impor yang pada akhirnya membebani daya beli masyarakat.
Langkah Ford untuk menangguhkan panduan keuangannya menjadi peringatan keras akan konsekuensi jangka panjang dari kebijakan proteksionis. Meskipun tujuan awal kebijakan tarif impor adalah untuk melindungi industri dalam negeri, kenyataannya justru menciptakan ketidakpastian, menghambat pertumbuhan, dan merugikan perusahaan-perusahaan AS itu sendiri. Dunia usaha membutuhkan kepastian dan stabilitas kebijakan untuk dapat merencanakan masa depan dengan baik. Ketidakjelasan yang terus berlanjut hanya akan menggerogoti kepercayaan investor dan memperlambat pemulihan ekonomi.
Ford Jadi Korban Terbaru Kebijakan Tarif Impor Trump
Kebijakan tarif impor Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terus menuai kontroversi. Kali ini, raksasa otomotif AS, Ford Motor Company, mengeluhkan dampak kebijakan tersebut terhadap kinerja keuangannya.
Dalam pernyataan resmi pada *lSenin (5/5/2025) Ford menyatakan menangguhkan panduan laba tahunannya akibat ketidakpastian yang ditimbulkan oleh kenaikan tarif impor. Perusahaan memperkirakan, kebijakan Trump ini akan menggerus laba mereka sebesar US$1,5 miliar (Rp24 triliun)
Proyeksi Laba Ford Terancam Gara-Gara Tarif
Awal tahun ini, Ford memproyeksikan laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) sebesar US$7–8,5 miliar (Rp115–139 triliun) untuk 2025. Namun, proyeksi itu tidak memperhitungkan dampak tarif impor
Sherry House, CFO Ford, mengakui bahwa perusahaan sebenarnya masih on track memenuhi target laba tersebut—jika tidak ada tarif baru. Namun, dengan diberlakukannya kebijakan Trump, Ford terpaksa menunda panduan keuangannya hingga ada kejelasan lebih lanjut.
Ford Lebih Hati-Hati Dibandingkan GM
Sementara pesaing seperti General Motors (GM) telah merevisi panduan labanya dengan memasukkan faktor tarif, Ford memilih bersikap lebih konservatif. Eksekutif Ford mengatakan mereka perlu waktu untuk:
1. Memahami dampak lengkap tarif pembalasan dari negara-negara mitra dagang AS.
2. Mengukur reaksi konsumen terhadap kenaikan harga kendaraan.
"Langkah Ford menarik panduan laba terlihat berhati-hati, sementara GM justru memberi revisi termasuk tarif. Tapi sejujurnya, situasinya sangat dinamis," kata seorang analis industri otomotif.
Dampak Jangka Panjang: Harga Mobil Naik, Daya Saing Melemah?
Kebijakan tarif Trump bertujuan melindungi industri dalam negeri AS tetapi justru berpotensi:
✅ Menaikkan harga kendaraan karena biaya komponen impor lebih mahal.
✅ Mengurangi keuntungan produsen mobil seperti Ford.
✅ Memicu perang dagang dengan negara lain, yang bisa berbalik menghantam ekspor AS.
Ford sendiri masih berusaha mengoptimalkan produksi dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan pada impor. Namun, dalam jangka pendek, efek tarif tetap tak terhindarkan.
Kesimpulan: Kebijakan Trump Bumerang bagi Industri Otomotif AS?
Kebijakan proteksionisme Trumpmemang ditujukan untuk mendorong produksi lokal, tetapi dalam praktiknya justru memberi tekanan berat pada perusahaan seperti Ford.

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Pengantar Manajemen
Minggu, 24 Agustus 2025 06:41 WIB
Seluk-beluk Hukum Dagang Kontrak
Rabu, 20 Agustus 2025 15:32 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler