Sejarah Gundik: Status, Kekuasaan, dan Kontroversi dalam Lintas Zaman

Kamis, 22 Mei 2025 18:11 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Para aparat kolonial Belanda dengan para gundiknya di Batavia tahun 1900-an.
Iklan

Kisah gundik dari zaman kuno hingga modern: simbol status, alat politik, hingga kontroversi sosial.

Pengertian Gundik: Lebih dari Sekadar Pasangan Tidak Resmi

Gundik (concubine) adalah wanita yang memiliki hubungan intim dengan seorang pria—biasanya yang sudah menikah—tanpa ikatan pernikahan resmi. Berbeda dengan selir yang sering diakui secara hukum, gundik biasanya tidak memiliki hak yang setara dengan istri sah. Namun, dalam banyak peradaban, gundik justru memainkan peran penting dalam politik, warisan, dan struktur sosial.

Gundik dalam Peradaban Kuno

Mesopotamia: Gundik dalam Hukum Hammurabi

Di Babilonia (sekitar 1750 SM), Code of Hammurabi mengatur hak-hak gundik. Seorang pria boleh memiliki gundik jika istrinya mandul, tetapi anak dari gundik tidak bisa mewarisi harta kecuali diakui secara resmi.

Tiongkok Kuno: Sistem Selir Kekaisaran

Kaisar Tiongkok memiliki ratusan selir di harem. Gundik dari kalangan bangsawan (seperti concubine Dinasti Han) bisa naik pangkat jika melahirkan putra mahkota. Namun, persaingan antar-gundik sering berujung pada intrik berdarah.

Yunani dan Romawi: Gundik sebagai Simbol Status

Di Athena, pallakai (gundik) adalah wanita asing atau budak yang menjadi pendamping pria merdeka. Anak mereka tidak bisa menjadi warga negara. Sementara di Romawi, gundik (concubina) diterima selama tidak mengganggu pernikahan resmi.

Gundik di Dunia Islam dan Eropa

Kekhalifahan & Kesultanan: Antara Hukum dan Tradisi

Islam membatasi poligami hingga 4 istri, tetapi praktik gundik tetap ada di kalangan penguasa. Di Kesultanan Ottoman, cariye (budak perempuan) yang melahirkan anak bisa menjadi istri sah.

Eropa Abad Pertengahan: Gundik Raja-raja

Raja-raja Eropa seperti Henry VIII (Inggris) dan Louis XIV (Prancis) terkenal memiliki gundik yang berpengaruh. Madame de Montespan, gundik Louis XIV, bahkan mengendalikan politik istana.

Gundik di Nusantara: Dari Kerajaan hingga Kolonialisme

Zaman Kerajaan: Selir Raja dan Politik Pernikahan

Raja-raja Jawa seperti Hamengkubuwono I memiliki banyak selir untuk memperkuat aliansi. Di Sumatra, gundik sering berasal dari tawanan perang atau hadiah kerajaan sahabat.

Masa Kolonial: Nyai dan Hubungan Rasial

Para pejabat Belanda banyak mengambil nyai (gundik pribumi) sebagai pasangan tidak resmi. Status mereka ambigu—dianggap rendah, tetapi juga menjadi penghubung budaya.

Kontroversi & Perubahan di Era Modern

Dampak Sosial: Eksploitasi atau Pilihan?

  • Kritik Feminist: Gundik dianggap melegitimasi ketidaksetaraan gender.

  • Pandangan Historis: Beberapa budaya melihatnya sebagai tradisi yang sah.

Praktik Gundik di Masa Kini

Di beberapa negara (seperti Arab Saudi dan Tiongkok), praktik mirip gundik masih ada meski tidak diakui resmi. Sementara di Barat, istilah ini bergeser menjadi "pasangan tidak menikah" (cohabitation).

Warisan Sejarah yang Masih Diperdebatkan

Gundik bukan sekadar hubungan gelap, melainkan fenomena sosial-politik yang kompleks. Dari alat kekuasaan hingga simbol status, sejarah gundik mencerminkan evolusi nilai masyarakat tentang perkawinan, gender, dan kekuasaan.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Harrist Riansyah

Penulis Indonesiana

80 Pengikut

img-content

Strategi Pertumbuhan Konglomerat

Senin, 25 Agustus 2025 08:46 WIB
img-content

Riwayat Pinjaman Anda dalam BI Checking

Kamis, 21 Agustus 2025 22:45 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler