Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia \xd\xd\xd UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Nilai dan Kritik Sosial dalam Novel Midah Simanis Bergigi Emas
Rabu, 28 Mei 2025 16:07 WIB
Kritik terhadap tindakan patriarki dan memberikan ruang bagi perempuan untuk tumbuh dengan mengambil peran.
***
Di tengah gemuruh langkah sejarah pascakolonial, Pramoedya Ananta Toer mengisahkan Midah, seorang gadis dari keluarga taat beragama yang berontak melawan patriarki keluarganya. Midah dituntut menikah sesuai restu orang tua, kesenangannya terhadap musik keroncong dianggap haram dan dia dipandang rendah karena profesinya sebagai pengamen keroncong. Namun, Midah tak menyerah, Pramoedya mengisahkan bahwa Midah:
" Menirukan lagu keroncong agar dapat bergabung dengan pengamen keroncong", berlatih sembunyi-sembunyi dalam rombongan demi kebebasannya". (Midah Simanis Bergigi Emas, hlm. 18)
Kutipan di atas menggambarkan semangat bebas, Midah. Meski dilarang keluarganya, Ia tetap gigih menyanyi dan mencari ruang untuk mewarnai dunia dengan nadanya sendiri. Nilai kemanusiaan seperti keberanian dan kemandirian sangat tersirat dalam cerita, Midah. Ketika cinta orang tua yang dulu tulus tak lagi Ia rasakan, Midah keluar mencari arti kebahagiaan di luar rumah.
"Sesuatu yang dulu tulus tak lagi Ia dapatkan dari orang tuanya, maka dari itu mencari kenikmatan di luar rumah". (Midah Simanis Bergigi Emas, hlm. 16)
Kutipan ini menggambarkan perubahan emosional dalam diri Midah setelah kasih sayang orang tua yang mulai berkurang. Kalimat ini mencerminkan motivasi psikologis Midah untuk mencari kenyamanan dan pendapatan di luar rumah, yang kelak menjadi bagian dari konflik batinnya sepanjang cerita.
" Midah sudah memilih yang dianggap benar, dan Ia melihat ke depan jalan yang Ia lalui". (Midah Simanis Bergigi Emas, hlm. 26)
Kutipan di atas menggambarkan penanda bahwa Midah bukan hanya tokoh perempuan yang pasrah, melainkan sosok yang berani mengambil keputusan penting. Langkah ke depan mempertahankan kondisinya yang sunyi dan tidak pasti.
"ancaman ayahnya tidaklah menimbulkan kegentaran dalam hatinya. Ia patah hati karena kepercayaannya pada kebaikan yang diremukkan oleh orang lain" (Midah Simanis Bergigi Emas, hlm.23)
Kutipan di atas menggambarkan bahwa pemberontakan Midah bukan lahir dari kebencian, melainkan dari kekecawaan yang dalam terhadap ketidakadilan yang dibungkus dalam nama otoritas keluarga. Lebih jauh lagi, Midah Simanis Bergigi Emas menjadi kritik tajam Pramoedya terhadap ketimpangan gender dan norma sosial patriarkal.
Novel ini mengangkat lima indikasi permasalahan sosial: Kekerasan (Fisik maupun Psikologis), Marginalisasi Perempuan, Subordinasi atas Laki-Laki, Streotip Negatif, dan Beban Kerja Ganda. Dalam keluarga Midah, ayahnya mengajarkan musik dengan dalih agama dan bahkan memukul midah karena mendengarkan musik keroncong.
Pandangan masyarakat terhadap status Midah sebagai ibu tanpa suami menimbulkan stigma, sementara kesepakatan lelaki dewasa kerap menekan dirinya secara seksual. Pramoedya menyajikan realitas ini melalui dialog dan tindakan tokohnya, sehingga pembaca merasakan langsung kejahatan patriarki itu.
Novel ini mencoba menggambarkan kritik terhadap tindakan patriarki dan memberikan ruang bagi perempuan untuk bisa tumbuh dengan mengambil peran dan posisi yang lebih baik dalam masyarakat.Pramoedya menyelipkan pesan sosial penting, yaitu: Perempuan memiliki hak dan martabat yang setara. Lewat kisah Midah yang melawan adat usang, pembaca diingatkan nilai-nilai kemanusiaan (Universal), keberanian, cinta kasih, dan kebebasan.
Setiap notasi perjuangannya mengajak kita memikirkan dan menghapus ketidakadilan gender. Novel Midah Simanis Bergigi Emas pun menegaskan bahwa, meski zaman telah berubah, perjuangan melawan patriarki dan norma sosial yang mengekang tetap relevan dan harus terus bergulir.

Penulis
0 Pengikut

Namaku Hiroko: Ketika Perempuan Memilih Jalannya
Minggu, 1 Juni 2025 17:38 WIB
Konflik dan Benturan Budaya dalam Novel Salah Asuhan Karya Abdoel Moeis
Kamis, 29 Mei 2025 19:51 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler