Saya menyukai game online dan menyukai spot-spot foto dengan latar yang menarik, seperti pegunungan atau laut.

Data Pribadi di Era Digital adalah Aset Berharga, Jaga dengan Baik

Sabtu, 5 Juli 2025 08:15 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
3 Alasan Pentingnya Menambahkan Watermark pada Dokumen Scan KTP untuk Keamanan Data Pribadi
Iklan

Data pribadi adalah informasi yang mengidentifikasi individu. Secara etika, perlakuannya harus berdasarkan prinsip privasi dan transparansi.

***

Di era digital saat ini, data pribadi menjadi salah satu aset paling berharga. Informasi seperti nama, alamat, nomor identitas, rekam medis, hingga riwayat pencarian internet dapat dikumpulkan, disimpan, dan disebarluaskan dengan sangat mudah. Dalam konteks ini, muncul pertanyaan penting: bagaimana seharusnya data pribadi disampaikan, digunakan, dan dilindungi secara etis? Untuk menjawabnya, kita perlu memahami dasar-dasar etika dan filsafat yang mendasari perlakuan terhadap data pribadi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pengertian Data Pribadi

Data pribadi adalah setiap informasi yang berkaitan dengan individu yang teridentifikasi atau dapat diidentifikasi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Contohnya meliputi identitas diri, informasi kesehatan, data keuangan, dan aktivitas online seseorang.

Etika dalam Penyampaian Data Pribadi

Dalam penyampaian data pribadi, etika berperan penting dalam menjaga hak dan martabat individu. Prinsip etika yang relevan antara lain:

  1. Privasi
    Setiap individu memiliki hak atas privasi. Data pribadi hanya boleh disampaikan dengan persetujuan yang jelas dan untuk tujuan yang sah.
  2. Transparansi
    Subjek data berhak mengetahui bagaimana data mereka dikumpulkan, digunakan, dan dengan siapa dibagikan.
  3. Keamanan
    Pihak yang menyimpan atau menyampaikan data harus menjaga keamanannya dari penyalahgunaan atau akses ilegal.
  4. Keadilan
    Data pribadi tidak boleh digunakan untuk mendiskriminasi, menyudutkan, atau menciptakan ketimpangan sosial.

 

Filsafat dan Hak Individu

Dalam filsafat, khususnya aliran deontologi (Immanuel Kant), penyampaian data pribadi harus didasarkan pada prinsip menghormati manusia sebagai tujuan, bukan sebagai alat. Artinya, data seseorang tidak boleh digunakan hanya untuk kepentingan ekonomi, politik, atau keuntungan pihak lain tanpa persetujuan dan kesadaran orang yang bersangkutan.

Sementara itu, pendekatan utilitarianisme (Jeremy Bentham dan John Stuart Mill) menilai bahwa penggunaan data pribadi bisa dibenarkan jika membawa manfaat lebih besar bagi banyak orang, namun tetap dengan batasan moral yang ketat.

Tantangan Etis dalam Dunia Digital

  1. Penyalahgunaan Data oleh Perusahaan atau Pemerintah
    Salah satu tantangan etis terbesar adalah penyalahgunaan data pribadi oleh pihak ketiga, baik itu perusahaan swasta maupun instansi pemerintah. Banyak kasus pelanggaran etika terjadi karena data pengguna dikumpulkan secara diam-diam tanpa persetujuan eksplisit, atau disalahgunakan untuk tujuan yang tidak semestinya. Misalnya, data pribadi sering kali digunakan untuk pemasaran yang sangat tertarget, manipulasi opini publik, atau bahkan pengawasan massal. 
  2. Kurangnya Literasi Digital pada Masharakat
    Tantangan lainnya adalah minimnya literasi digital di kalangan masyarakat. Banyak individu tidak sepenuhnya menyadari betapa pentingnya melindungi data pribadi mereka di ranah daring. Mereka mungkin dengan mudah menyetujui syarat dan ketentuan aplikasi tanpa membaca detailnya, membagikan informasi sensitif di media sosial secara sembarangan, atau tidak memahami risiko phishing dan malware. 
  3. Minimnya Regulasi dan Penegakan Hukum
    Terakhir, minimnya regulasi dan penegakan hukum yang kuat menjadi celah besar dalam penanganan tantangan etis ini. Di banyak negara, peraturan perlindungan data pribadi masih lemah, ketinggalan zaman, atau tidak efektif dalam menghadapi laju perkembangan teknologi. Bahkan ketika ada regulasi, penegakannya sering kali menghadapi kendala, baik dari segi sumber daya maupun kompleksitas yurisdiksi lintas batas.

Contoh Praktik Etis dalam Penyampaian Data Pribadi:

  1. Persetujuan Transparan dan Jelas
     Sebelum mengumpulkan atau menggunakan data pribadi, selalu meminta persetujuan yang jelas dan tidak ambigu dari individu. Berikan informasi yang mudah dipahami tentang data apa yang akan dikumpulkan, tujuan penggunaannya, siapa yang akan memiliki akses, dan berapa lama data akan disimpan.
    Contoh: Sebuah aplikasi e-commerce tidak hanya memiliki kotak centang "Saya Setuju dengan Syarat dan Ketentuan", tetapi juga menyediakan tautan langsung ke kebijakan privasi yang terperinci. Selain itu, saat pertama kali pengguna mengunggah foto profil, aplikasi menampilkan pop-up yang menjelaskan bahwa foto tersebut akan terlihat oleh pengguna lain dan dapat diakses oleh tim dukungan teknis untuk verifikasi akun, meminta persetujuan khusus untuk hal tersebut.
  2. Minimalisasi Data (Data Minimization)
    Hanya kumpulkan data pribadi yang benar-benar diperlukan untuk tujuan yang telah ditentukan. Hindari mengumpulkan data yang tidak relevan atau berlebihan.
    Contoh: Sebuah platform pendaftaran acara hanya meminta nama, email, dan nomor telepon untuk konfirmasi pendaftaran. Mereka tidak meminta informasi sensitif seperti agama, status perkawinan, atau pendapatan, karena hal tersebut tidak relevan dengan tujuan pendaftaran acara.

Pada akhirnya, etika dan filsafat mengajarkan bahwa perlindungan data pribadi bukan hanya soal teknis, tetapi menyangkut hak asasi manusia, kebebasan, dan martabat individu. Oleh karena itu, dalam setiap penyampaian data pribadi, diperlukan kesadaran moral, tanggung jawab hukum, dan sikap menghargai hak orang lain. Dengan pendekatan etis dan filosofis yang tepat, kita dapat menciptakan ekosistem digital yang aman, adil, dan manusiawi.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Muhammad Devin Saputra

Perkenalkan! Saya Devin, Mahasiswa Universitas Pamulang Prodi Ilmu Komunikasi

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler