Mengatasi Plagiarisme untuk Menjaga Marwah Dunia Akademik
Rabu, 9 Juli 2025 08:47 WIB
Plagiarisme, atau penjiplakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber, telah menjadi momok serius dalam dunia akademik.
Pendahuluan
Plagiarisme, atau penjiplakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber, telah menjadi momok serius dalam dunia akademik. Di Indonesia, kasus plagiarisme terus meningkat—dari 808 kasus terkonfirmasi pada 2013 hingga tren peningkatan signifikan hingga 2017 (Budoyo dkk., 2018). Fenomena ini tidak hanya merusak kredibilitas individu, tetapi juga mengancam integritas ilmu pengetahuan, khususnya di bidang penelitian kesehatan yang berpotensi membahayakan nyawa pasien akibat kesimpulan keliru (Pasaribu dkk., 2024). Artikel ini membedah akar masalah, dampak, dan solusi strategis untuk memerangi plagiarisme, berdasarkan analisis sumber-sumber terkini.
Pembahasan
- Definisi dan Jenis Plagiarisme
Plagiarisme mencakup berbagai bentuk pelanggaran intelektual yang kompleks. Secara mendasar, Santoso (2015) mendefinisikannya sebagai pengambilan ide, data, atau teks milik orang lain tanpa atribusi memadai, kemudian mengklaimnya sebagai karya sendiri. Berdasarkan motif pelaku, Shadiqi (2019) mengklasifikasikan plagiarisme menjadi tiga kategori utama: disengaja (dilakukan dengan niat jahat untuk keuntungan pribadi), tidak disengaja (akibat ketidaktahuan teknik pengutipan), dan kelalaian (kesalahan dokumentasi sumber). Selain itu, praktik plagiarisme diri (self-plagiarism) seperti publikasi ganda (duplicate publication) atau pemecahan data tanpa justifikasi ilmiah (salami-slicing) juga semakin mengkhawatirkan, sebagaimana dikemukakan Cooper (2016 dalam Shadiqi, 2019), karena merusak prinsip orisinalitas penelitian.
- Faktor Penyebab
Maraknya plagiarisme di Indonesia dipicu oleh konvergensi faktor struktural dan kultural. Tekanan sistemik untuk memublikasikan karya guna meraih kelulusan atau kenaikan jabatan (Sinurat dkk., 2021) sering kali mendorong jalan pintas. Kemudahan akses internet tanpa dibarengi pemahaman etis juga memfasilitasi praktik copy-paste yang tidak bertanggung jawab (Debnath, 2016 dalam Shadiqi, 2019). Di sisi lain, lemahnya kompetensi menulis akademik turut berkontribusi; survei Hutabarat (2015) mengungkap 27% mahasiswa melakukan plagiarisme karena kesulitan memparafrase. Faktor krusial lain adalah pengawasan institusi yang tidak konsisten dan sanksi yang tidak tegas (Santoso, 2015), menciptakan lingkungan permisif.
- Dampak Merusak
Dampak plagiarisme bersifat multilevel dan sistemik. Pada level individu dan institusi, konsekuensinya meliputi penarikan artikel, kehilangan pendanaan riset, hingga pemecatan (Pasaribu dkk., 2024). Di ranah pendidikan, praktik ini menggerogoti kualitas riset dan memicu krisis kepercayaan publik terhadap otoritas ilmu pengetahuan (Santoso, 2015). Bahkan di bidang kesehatan, Chambers dkk. (2019 dalam Pasaribu dkk., 2024) memperingatkan bahwa pedoman medis yang didasarkan pada penelitian plagiat dapat mengakibatkan kesimpulan keliru yang membahayakan nyawa pasien.
- Strategi Pencegahan
Penanganan plagiarisme memerlukan pendekatan kolaboratif yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Di tingkat individu, peningkatan kompetensi menulis melalui pelatihan parafrase, sitasi, dan pemanfaatan alat deteksi (Turnitin, Grammarly) menjadi kunci (Shadiqi, 2019; Sinurat dkk., 2021). Institusi pendidikan harus memperkuat peran pengawasannya dengan mewajibkan pernyataan bebas plagiarisme serta mengimplementasikan sanksi tegas (teguran hingga pembatalan gelar) sesuai Permendiknas No. 17/2010. Selain itu, optimalisasi platform digital seperti Sinta dan Garuda oleh pemerintah dapat meningkatkan transparansi publikasi (Pasaribu dkk., 2024). Pengembangan budaya kolaborasi melalui peer review dalam proses penulisan juga terbukti efektif meminimalkan kelalaian (Sinurat dkk., 2021).
Penutup
Kesimpulan
Plagiarisme dalam ekosistem akademik Indonesia bukan sekadar pelanggaran prosedural, melainkan krisis multidimensi yang mengancam sendi-sendi peradaban ilmu pengetahuan. Dampaknya bersifat kaskade: dari keruntuhan kredibilitas individu peneliti, degradasi kualitas pendidikan, hingga risiko nyata di bidang vital seperti kesehatan—di mana pedoman klinis yang didasarkan pada penelitian plagiat berpotensi merenggut nyawa (Pasaribu dkk., 2024). Tantangan ini semakin kompleks di era digital, di mana akses informasi tanpa batas berbanding terbalik dengan kedalaman pemahaman etika publikasi (Shadiqi, 2019).
Upaya pencegahan harus bergerak melampaui retorika. Sinergi tripartit menjadi kunci: Pertama, pada level individu, transformasi literasi akademik—melalui pelatihan penulisan, penguasaan alat deteksi, dan internalisasi nilai orisinalitas—wajib menjadi fondasi. Kedua, institusi pendidikan perlu beralih dari sikap reaktif menjadi proaktif dengan memperkuat tiga fungsi: preventif (repositori digital, wajib Turnitin), kuratif (sanksi tegas sesuai Permendiknas No. 17/2010), dan korektif (audit berkala karya ilmiah). Ketiga, peran pemerintah harus evolutif: optimalisasi sistem seperti SINTA dan GARUDA perlu diiringi pengawasan publikasi berbasis artificial intelligence dan harmonisasi kebijakan antarkementerian (Pasaribu dkk., 2024).
Pada akhirnya, memerangi plagiarisme adalah projek kebudayaan ilmiah. Ia menuntut revolusi mental dari “publikasi sebagai tujuan” menuju “proses penciptaan pengetahuan sebagai etos”. Sebagaimana ditegaskan Wibowo (2008), integritas akademik bukan hanya “tulang punggung”, melainkan jiwa dari sains yang bermartabat. Hanya dengan konsistensi dalam edukasi, penegakan aturan tanpa tebang pilih, dan komitmen kolektif, Indonesia dapat membangun ekosistem riset yang unggul secara metodologis, orisinal secara intelektual, dan dipercaya secara sosial. Masa depan ilmu pengetahuan nasional bergantung pada keseriusan kita merawat kejujuran hari ini.
Daftar Pustaka
Budoyo, S., dkk. (2018). Analisis Terhadap Pengaturan Plagiasi di Indonesia. Jurnal Meta Yuridis, 1(2).
Pasaribu, C., dkk. (2024). Menghadapi Plagiarisme: Menjaga Kejujuran Akademik dalam Penelitian Kesehatan di Era Digital. Jurnal Kesehatan Tambusai, 5(4).
Santoso, H. (2015). Pencegahan dan Penanggulangan Plagiarisme dalam Penulisan Karya Ilmiah di Lingkungan Perpustakaan Perguruan Tinggi. Universitas Negeri Malang.
Shadiqi, M. A. (2019). Memahami dan Mencegah Perilaku Plagiarisme dalam Menulis Karya Ilmiah. Buletin Psikologi, 27(1).
Sinurat, H. P., dkk. (2021). Tantangan Plagiarisme dalam Budaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jurnal Transformasi Administrasi, 11(2).
Wibowo, A. (2012). Mencegah dan Menanggulangi Plagiarisme di Dunia Pendidikan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 6(5).
Permendiknas No. 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi.

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

ChatGPT, Kawan atau Lawan Penulis Ilmiah?
Kamis, 17 Juli 2025 19:24 WIB
Mengatasi Plagiarisme untuk Menjaga Marwah Dunia Akademik
Rabu, 9 Juli 2025 08:47 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler