Awas, Polusi Terbukti Menyababkan Demensia

5 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Dampak Polusi Udara terhadap Kesehatan
Iklan

Polusi udara merupakan salah satu tantangan global yang semakin mendesak dihadapi masyarakat modern.

***

Wacana ini ditulis oleh Wilda Simangunsong, Luthfiah Mawar M.K.M., dan Dr. M. Agung Rahmadi, M.Si. Lalu diedit oleh Aisyah Umaira, Andieni Pratiwi, Andine Mei Hanny, Dwi Keisya Kurnia, dan Naila Al Madina dari IKM 6 Stambuk 2025, Fakultas Kesehatan Masyarakat, UIN Sumatera Utara.

Polusi udara merupakan salah satu tantangan global yang semakin mendesak dihadapi masyarakat modern. Fenomena ini terjadi ketika udara yang seharusnya bersih tercemar oleh zat berbahaya yang umumnya berasal dari emisi kendaraan bermotor, limbah industri, debu jalanan, maupun asap kebakaran hutan. Polusi udara tidak lagi dapat dianggap sebagai persoalan lingkungan semata, melainkan telah menjadi krisis kesehatan publik yang serius. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa polusi udara bertanggung jawab terhadap lebih dari tujuh juta kematian prematur setiap tahunnya di seluruh dunia, sebuah angka yang mencerminkan besarnya ancaman ini terhadap kelangsungan hidup manusia.

Indonesia pun tidak luput dari persoalan ini. Kota-kota besar seperti Jakarta seringkali berada pada peringkat rendah dalam indeks kualitas udara global. Kondisi ini menegaskan bahwa kesadaran kolektif dan tindakan nyata untuk mengendalikan polusi udara merupakan hal yang tidak bisa ditunda lagi. Sumber utama polusi udara antara lain berasal dari emisi kendaraan bermotor yang menghasilkan karbon monoksida, nitrogen dioksida, serta partikel halus yang berbahaya bagi sistem pernapasan.

Aktivitas industri juga turut menyumbangkan sulfur dioksida dan hidrokarbon beracun yang mencemari lingkungan. Selain itu, praktik pembakaran sampah terbuka yang masih marak dilakukan menambah kompleksitas masalah, karena menghasilkan senyawa dioksin dan furan yang berbahaya. Tidak jarang pula kebakaran hutan pada musim kemarau memperburuk kualitas udara, menimbulkan kabut asap pekat yang mengganggu aktivitas sehari-hari serta membahayakan kesehatan masyarakat.

Dampak polusi udara terhadap kesehatan manusia tidak hanya bersifat jangka pendek, seperti iritasi pada hidung, tenggorokan, dan paru-paru, melainkan juga jangka panjang yang berpotensi menimbulkan penyakit serius. Penderita asma, misalnya, sangat rentan mengalami kekambuhan akibat paparan polusi. Dalam skala yang lebih kronis, polusi udara dapat menyebabkan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), kanker paru, hingga meningkatkan risiko stroke dan penyakit jantung.

Penelitian terbaru bahkan menemukan adanya kaitan antara polusi udara dengan penurunan fungsi kognitif serta munculnya demensia. Dampaknya tidak berhenti di situ, kelompok rentan seperti ibu hamil dan anak-anak juga mengalami risiko lebih tinggi. Pada ibu hamil, polusi udara dapat memicu kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, bahkan keguguran. Sementara pada anak-anak, polusi berpotensi mengganggu perkembangan paru-paru serta meningkatkan kemungkinan terkena asma sejak usia dini.

Selain merugikan kesehatan manusia, polusi udara juga merusak keseimbangan ekosistem. Fenomena hujan asam yang mengikis kesuburan tanah dan merusak tanaman, eutrofikasi yang menimbulkan ledakan alga di perairan, kabut asap yang mengganggu jarak pandang serta keselamatan penerbangan, hingga penipisan lapisan ozon yang memperbesar paparan radiasi ultraviolet, semuanya adalah konsekuensi dari polusi udara. Lebih jauh lagi, emisi gas rumah kaca dari aktivitas manusia mempercepat perubahan iklim global, memperburuk krisis ekologis yang sudah ada.

 

Dalam upaya pencegahan, berbagai langkah dapat dilakukan baik di tingkat individu maupun kolektif. Kementerian Kesehatan RI telah mengkampanyekan gerakan 6M+1S yang meliputi pemeriksaan kualitas udara secara berkala, pembatasan aktivitas luar ruangan ketika polusi tinggi, penutupan ventilasi rumah saat udara memburuk, penggunaan penjernih udara dalam ruangan, menghindari paparan asap rokok, pemakaian masker khusus seperti N95, serta berkonsultasi dengan tenaga kesehatan jika mengalami gejala gangguan pernapasan. Pada level masyarakat, pengurangan penggunaan kendaraan pribadi dengan beralih ke transportasi umum atau sepeda, adopsi energi terbarukan, penerapan regulasi emisi yang lebih ketat, serta edukasi berkelanjutan merupakan strategi penting untuk mengurangi beban polusi udara.

 

Beberapa lembaga akademik di Indonesia juga telah menyoroti urgensi permasalahan ini. Universitas Muhammadiyah Palembang, melalui jurnal ilmiahnya, menegaskan bahwa peningkatan kasus penyakit pernapasan di kota-kota besar sangat berkorelasi dengan tingginya jumlah kendaraan bermotor. Sementara Universitas Komputer Indonesia menekankan pentingnya penerapan teknologi ramah lingkungan dalam sektor industri, termasuk penggunaan sistem filtrasi modern dan energi terbarukan untuk menekan kadar polutan berbahaya. Temuan-temuan ini memperlihatkan bahwa dunia akademik memiliki kontribusi besar dalam memberikan dasar ilmiah bagi kebijakan publik.

 

Dengan demikian, polusi udara harus dipandang sebagai krisis multidimensional yang mencakup kesehatan, lingkungan, serta keberlanjutan kehidupan manusia. Dampaknya terhadap pernapasan manusia sudah terbukti, mulai dari gangguan ringan hingga penyakit kronis yang mematikan. Oleh sebab itu, diperlukan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan lembaga akademik untuk mencari solusi bersama. Penegakan kebijakan yang tegas, pemanfaatan teknologi ramah lingkungan, serta kesadaran masyarakat dalam menjaga gaya hidup sehat adalah kunci utama. Udara bersih adalah hak fundamental setiap warga negara, dan memperjuangkannya berarti menjaga kesehatan sekaligus masa depan generasi mendatang.

 

Corresponding Author: Wilda Simangunsong (email: [email protected])

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler