Suku Druze, Minoritas Misterius Penjaga Identitas di Tengah Gejolak Timur Tengah
Senin, 21 Juli 2025 19:41 WIB
Suku Druze adalah salah satu komunitas religius paling unik di Timur Tengah.
Meski jumlahnya relatif kecil, pengaruhnya dalam sejarah dan politik kawasan tidak bisa diabaikan. Di Suriah, mereka hidup di tengah dinamika gejolak, tetapi tetap berhasil mempertahankan keyakinan, solidaritas, dan identitas budaya mereka.
Ajaran yang Tertutup dan Filosofis
Ajaran Druze lahir pada awal abad ke-11, pada masa pemerintahan Dinasti Fatimiyah di Mesir. Tokoh sentralnya adalah Hamza ibn Ali ibn Ahmad, seorang pemikir religius yang memisahkan ajaran Druze dari mazhab Ismailiyah Syiah. Mereka mengajarkan konsep monoteisme radikal dengan unsur filsafat Neoplatonik, gnostik, dan mistisisme Timur Tengah.
Karena ajarannya dianggap kontroversial, Druze menutup diri dari misi dakwah terbuka dan tidak menerima konversi. Keanggotaan hanya diperoleh melalui garis keturunan. Bagi orang luar, komunitas Druze sering dipandang misterius, karena ajaran dan ritual keagamaan mereka hanya boleh diketahui oleh kalangan dalam.
Kitab Suci dan Struktur Spiritual
Kitab Suci
Ajaran Druze terangkum dalam Rasa’il al-Hikmah (Epistles of Wisdom), kumpulan lebih dari 100 risalah. Kitab ini membahas doktrin keimanan, penafsiran metafisika, moralitas, hingga pengetahuan rahasia. Hanya golongan tertentu yang diizinkan membaca dan mempelajari kitab ini secara mendalam.
Struktur Spiritual
Komunitas Druze terbagi ke dalam dua golongan:
-
al-‘Uqqāl (Orang Bijak): Golongan elite spiritual, berpuasa dari hawa nafsu duniawi, menjaga ajaran rahasia, dan memimpin upacara keagamaan.
-
al-Juhhāl (Orang Awam): Mayoritas anggota yang hanya mempraktikkan ajaran moral sehari-hari, tanpa mendalami rahasia batiniah.
Struktur tertutup ini menjaga ajaran tetap lestari selama ratusan tahun meski hidup berdampingan dengan komunitas agama mayoritas.
Persebaran: Pusat Druze di Suriah dan Kawasan
Di Suriah, populasi Druze mencapai sekitar 700.000–1 juta jiwa, sekitar 3% dari total penduduk. Wilayah utama mereka adalah Jabal al-Druze atau Jabal al-Arab, di provinsi pegunungan As-Suwayda di selatan, dekat perbatasan Yordania.
Selain Suriah, Druze juga hidup di:
-
Lebanon: 5% penduduk, terutama di Pegunungan Chouf, Aley, dan Metn.
-
Israel: Sekitar 2% penduduk, di Dataran Tinggi Golan, Galilea, dan Carmel.
-
Yordania: Populasi kecil yang umumnya sudah berasimilasi dengan suku Bedouin setempat.
Sejarah Perlawanan dan Pengaruh Politik
Druze terkenal sebagai komunitas yang berani melawan penindasan. Salah satu momen penting adalah Revolusi Suriah Besar (1925–1927) melawan Mandat Prancis, yang dipimpin Sultan al-Atrash, pahlawan nasional Suriah. Revolusi ini menjadi lambang semangat nasionalisme Suriah.
Setelah kemerdekaan, beberapa tokoh Druze menduduki jabatan tinggi di militer dan pemerintahan. Dalam konflik Suriah sejak 2011, Druze menunjukkan sikap pragmatis: berupaya menjaga wilayah mereka tetap damai sambil bernegosiasi dengan rezim Assad maupun faksi oposisi.
Tokoh-Tokoh Druze yang Berpengaruh
Sultan al-Atrash (1891–1982)
Simbol perlawanan Suriah, memimpin Revolusi Suriah Besar. Hingga kini makamnya di Al-Qrayya, As-Suwayda, menjadi simbol kebanggaan Druze.
Walid Jumblatt (Lebanon)
Tokoh Druze paling berpengaruh di Lebanon, memimpin Partai Sosialis Progresif Lebanon (PSP), sering menjadi penengah konflik di Lebanon dan punya pengaruh pada hubungan dengan Suriah.
Wiam Wahhab (Lebanon)
Politisi Druze yang dikenal mendukung pemerintah Suriah, menunjukkan solidaritas Druze lintas negara.
Nilai, Budaya, dan Identitas
Masyarakat Druze terkenal menjunjung tinggi nilai kehormatan keluarga (sharaf), kepercayaan pada reinkarnasi, dan solidaritas komunitas. Upacara keagamaan hanya dihadiri oleh golongan ‘Uqqāl, sedangkan orang awam lebih menekankan praktik moral seperti kejujuran, kerendahan hati, dan pengendalian diri.
Dalam budaya sehari-hari, Druze hidup sederhana, menghormati adat istiadat, dan terkenal gigih membela tanah leluhur mereka. Banyak pemuda Druze kini berpendidikan tinggi, aktif di berbagai bidang modern, tetapi tetap bangga pada warisan leluhur.
Bertahan di Tengah Gejolak
Selama lebih dari satu dekade perang saudara Suriah, Druze di As-Suwayda relatif berhasil menjaga stabilitas wilayahnya. Mereka membentuk pasukan pertahanan lokal untuk melindungi desa dari ancaman kelompok ekstremis seperti ISIS. Pada saat yang sama, muncul gerakan di kalangan muda Druze yang menuntut layanan publik lebih baik, pemberantasan korupsi, dan transparansi pemerintahan lokal.
Sikap moderat Druze membuat mereka sering dijadikan penyeimbang oleh rezim maupun pihak oposisi. Hal ini menjelaskan mengapa As-Suwayda relatif aman dibandingkan wilayah Suriah lain yang hancur akibat perang.
Simbol Keberagaman Timur Tengah
Keberadaan Suku Druze di Suriah adalah potret betapa beragamnya Timur Tengah, bukan hanya dari segi etnis dan bahasa, tetapi juga keyakinan spiritual yang unik. Di tengah konflik geopolitik, Druze menunjukkan bagaimana minoritas bisa memainkan peran penting, bertahan melalui solidaritas internal, diplomasi, dan kearifan leluhur.
Mereka adalah contoh nyata bagaimana kepercayaan kuno tetap bertahan dalam pusaran zaman modern.
Kesimpulan
Druze bukan hanya nama suku atau sekte keagamaan — mereka adalah komunitas yang telah menulis babak penting dalam sejarah Suriah dan Timur Tengah. Dengan ajaran rahasia, struktur spiritual yang terjaga, dan peran aktif di panggung politik, Druze tetap menjadi salah satu simbol keragaman dan ketahanan budaya di kawasan yang terus bergolak.

Penulis Indonesiana
80 Pengikut

Strategi Pertumbuhan Konglomerat
Senin, 25 Agustus 2025 08:46 WIB
Riwayat Pinjaman Anda dalam BI Checking
Kamis, 21 Agustus 2025 22:45 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler