Menteri Keuangan Koboi dan Harapan Baru Ekonomi Indonesia
4 jam lalu
***
Oleh: Fadly Halim Hutasuhut, Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat
Gelombang Kritik, Keraguan dan Simpati
Sejak awal penunjukannya sebagai Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa langsung menuai sorotan. Potongan ucapannya soal tuntutan rakyat 17 + 8 mendadak viral di media sosial dan menuai kritik deras. Dinilai tidak peka terhadap tuntutan rakyat. Keraguan publik makin menguat karena latar belakang akademisnya bukan dari ekonomi, melainkan sarjana teknik elektro ITB. Komentar sinis pun bermunculan: “Insinyur kok ngurus fiskal?”
Namun, seiring waktu rekam jejaknya mulai terbuka. Purbaya meraih gelar doktor ekonomi dari Purdue University di Amerika Serikat, dan memiliki pengalaman panjang di OJK, LPS, serta tim ekonomi pemerintah. Ia bukan sosok asing di ranah fiskal dan moneter.
Bahkan, ia mengakui sendiri gaya komunikasinya kerap terkesan “koboi” dan berjanji memperbaikinya. Kerendahan hati itu, ditambah rekam jejak akademis dan profesionalnya, justru memunculkan simpati baru. Publik mulai melihat Purbaya sebagai sosok pejabat polos, berani, cerdas, sekaligus mau belajar dari kekeliruan.
Kejujuran ala koboi Purbaya kembali terlihat saat ia menghadiri rapat dengan DPR. Alih-alih defensif, ia balik bertanya: “Mengapa hal-hal krusial soal fiskal dan moneter tidak pernah dipertanyakan sejak dulu?” Pertanyaan sederhana, namun menohok. Ia jelas tidak ingin sekadar mengikuti pola lama: rapat formal yang penuh basa-basi, tanpa menyentuh inti persoalan. Baru-baru ini, ia juga memukau masyarakat, ketika dengan lugas menantang Kepala Badan Gizi Nasional untuk menjelaskan ke publik mengenai rendahnya penyerapan anggaran pada program tersebut.
Beberapa hari yang lalu juga publik terasa disentak, ketika ia menyampaikan langsung kepada Rocky Gerung, “Pak Rocky mungkin sedikit belajar ekonomi lagi, Pak. Gua senang bisa ngedek dia di sini soalnya… Tapi pidato Anda itu menarik sekali, saya ikutin karena Anda ahli filsafat.”
“Kalau saya bilang delapan persen pasti bohong kan?”
—Purbaya Yudhi Sadewa, soal target pertumbuhan
Sebagian publik kini melihat Purbaya sebagai simbol harapan baru: pejabat yang jujur, berani, dan mau mengakui kekeliruan. Namun bangsa ini tidak bisa hanya bergantung pada figur. Tanpa reformasi sistemik, keberanian individu mudah tenggelam di tengah birokrasi yang lamban dan politik yang kompromistis.
Presiden Prabowo pernah mengibaratkan Indonesia sebagai “Negara Bocor”. Istilah itu tetap relevan. Kebocoran anggaran, praktik rente, dan mafia ekonomi ibarat lubang pada kapal besar bernama Indonesia. Purbaya bisa menjadi motor harapan, tetapi kapal ini hanya akan melaju bila seluruh awak ikut bekerja: DPR yang transparan, birokrasi yang sederhana dan efisien, aparat hukum yang bersih, serta masyarakat yang aktif mengawal.
Modal Purbaya sebenarnya cukup kuat. Pengalaman di LPS memberinya pemahaman mendalam soal stabilitas perbankan, sementara keterlibatannya di OJK mengasah kepekaan pada tata kelola sektor keuangan. Tetapi kursi Menteri Keuangan adalah arena berbeda: setiap kata bisa mengguncang pasar, dan setiap kebijakan bisa berdampak pada jutaan rakyat. Tantangan terbesarnya bukan hanya menjaga fiskal, tetapi juga membangun kepercayaan publik.
Sosok seperti Purbaya memang memberi angin segar, tetapi bangsa ini harus belajar: pembangunan tidak boleh ditumpukan pada satu atau dua figur saja. Figur bisa menginspirasi, tetapi sistemlah yang menjamin keberlanjutan. Reformasi harus berjalan di semua lini: birokrasi yang melayani, DPR yang transparan, aparat hukum yang tegak lurus, dan masyarakat yang aktif mengawal. Tanpa itu semua, harapan akan kembali redup, meski ada menteri yang berani dan polos seperti Purbaya.
Refleksi
Publik tidak boleh menggantungkan masa depan hanya pada keberanian individu. Purbaya bisa menjadi inspirasi dengan kejujuran dan kepolosannya, tetapi perubahan sejati hanya lahir dari sistem yang adil, transparan, dan berintegritas. Kita membutuhkan birokrasi yang berani berubah, DPR yang jujur, yudikatif yang tegas, dan masyarakat yang mau terlibat aktif.
Hanya dengan itu, kapal besar Indonesia bisa menutup kebocoran, berlayar tegak, dan benar-benar menuju cita-cita kemerdekaan: adil, makmur, dan sejahtera bagi semua.
Malang, 15 September 2025
Fadly Halim Hutasuhut

Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Pembelajaran dari Acil Bimbo
Selasa, 2 September 2025 10:10 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler