Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Ketua Dewas DPLK SAM - Asesor LSP Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Doktor Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 54 buku. Salam literasi
Jangan Takut Berkonflik
6 jam lalu
Jangan takut berkonflik di tempat kerja atau pergaulan. Akomodasi konflik dengan cara memanipulasi lawan via cara yang positif.
***
Konflik atau berselisih, berbeda pandangan pasti terjadi. Konflik menjadi bagian yang tidak terelakkan dari kehidupan manusia. Urusan pekerjaan, urusan pergaulan – pertemanan bahkan dalam keluarga bisa terjadi konflik atau perselisihan. Sebab adanya gesekan kepentingan dan perbedaan pandangan pasti bisa terjadi. Namun, yang membuat konflik berujung pada kehancuran atau justru melahirkan pemahaman baru bukanlah semata-mata persoalannya, melainkan sikap kita dalam menghadapinya. Konflik bisa berdampak positif bisa negatif, tergantung bagaimana kita mengelolanya.
Bersikap atas konflik itu penting. Sebagai cerminan kedewasaan mental dan batin, bahkan pikiran saat berkonflik. Maka jangan takut berkonflik, jangan khawatir berbeda pandangan. Semua konflik, kecil atau besar, kemungkinannya hanya dua. Yaitu 1) akan menjadi luka yang memperlebar jarak atau 2) menjadi pelajaran yang memberi arti penting sebuha perjalanan. Tapi entah kenapa, banyak orang menganggap konflik sebagai sesuatu yang harus dihindari? Padahal konflik itu lazim terjadi dan bisa menjadi ruang pembelajaran yang sangat bermakna. Bahkan konflik juga bisa menjadi media mempererat hubungan. Berkonflik-lah, agar kita tahu salah dan benarnya kita. Sehingga tidak lagi merasa paling benar sendiri.
Dalam banyak hal, konflik justru membuat sikap kita lebih terbuka, mau mendengarkan, dan rendah hati untuk mengakui kesalahan. Konflik sering kali lebih berharga daripada sekadar memenangkan perdebatan atau ocehan tanpa henti. Terkadang, konflik justru mengingatkan seseorang akan pentingnya sikap empati, untuk memberi kesempatan bagi hubungan untuk tumbuh lebih kuat. Sebaliknya, sikap keras kepala, egois, arogan atau defensif hanya akan membuat masalah semakin dalam, bahkan hingga melahirkan permusuhan yang sulit dipulihkan. Bila ada di antara kita menjauh dari seseorang, itu pertanda konflik yang tdiak sehat.
Jangan takut berkonflik. Untuk mengukur seberapa jauh kita mampu mengendalikan diri. Sebab konflik bukan hanya menguji logika, tetapi juga kesabaran, keteguhan hati, dan kemampuan menjaga martabat. Orang yang matang tidak akan serta-merta bereaksi secara impulsif. Tapi merespons dengan bijaksana. Konflik yang semula dipandang sebagai ancaman bisa berubah menjadi kesempatan untuk memperkuat saling pengertian, membangun kepercayaan, dan menumbuhkan penghormatan yang lebih dalam. Jadi, berkonflik-lah agar lebih matang dan dewasa.
Saat membaca buku Ian Craib berjudul “Teori-Teori Sosial Modern: dari Parsons sampai Habermas”, kita makin paham. Ternyata buku bukan sekadar bacaan melainkan bisa jadi panduan praktis untuk "mengelola konflik”. Berselisih dnegan cara memanipulasi orang lain dengan cara yang positif. Tetap membangun rasa hormat di tengah konflik. Konflik yang diakomodasi, sehingga mendapat perhatian tanpa harus menjilat, bahkan tetap bertahan untuk mencapai sukses dengan cara yang beda. Pada buku ini, kita bisa belajar cara memanfaatkan musuh atau lawan. Agar menjadi sekutu yang mendukung jalan sukses. Itulah yang disebut akomodasi konflik. Bahwa musuh jangan dihindari tapi “diakomodasi” sebagai “jalan baru” menggapai kekuatan dan kelebihan kita. Maka jangan takut berkonflik.
Memang benar, konflik itu pertentangan, perselisihan, bahkan pertarungan akibat perbedaan kepentingan, nilai, keyakinan, atau tujuan. Sesuatu yang wajar terjadi dalam pergaulan, pekerjaan, bahkan organisasi. Tidak perlu mempermasalahkan konflik. Justru yang keren adalah bagaimana bersikap saat berkonflik. Tentang bagaimana kita mengelola konflik. Terkadang, konflik tidak selalu bisa dihindari. Tapi gunakan konflik untuk mengubah arah cerita. Jika sikap yang dipilih adalah kemarahan, dendam, dan egoisme, maka kehancuranlah yang menanti. Namun jika sikap yang dipilih adalah kesabaran dan pengertian, maka konflik justru menjadi jembatan menuju produktivitas dan kreativitas baru yang tidak pernah diduga sebelumhya. Itulah seni-nya berkonflik, seninya hidup: tetap punya sikap sebagai penentu, bukan mempersoalkan konflik itu sendiri. Salam literasi!

Penulis Indonesiana
2 Pengikut

Jangan Takut Berkonflik
6 jam laluArtikel Terpopuler