Keresahan Dosen Hukum Pada Teori dan Realitas
2 jam lalu
Keresahan sebagai dosen hukum melihat jurang antara teori di kelas dan realitas hukum di lapangan.
***
Menjadi seorang dosen hukum berarti berdiri di antara dua dimensi, dimensi ideal yang dibangun dalam ruang kelas dan dimensi nyata yang berlangsung di luar kampus. Ketika di ruang kelas, hukum digambarkan sebagai alat untuk menegakkan keadilan, menjaga ketertiban, dan melindungi hak setiap warga negara. Namun ketika saya melangkah keluar dari ruang akademik, yang saya saksikan sering kali justru sebaliknya. Jurang antara teori dan realitas itu begitu lebar, sehingga menimbulkan keresahan yang tidak bisa begitu saja diabaikan.
Setiap kali saya mengajarkan di ruang kelas bahwa hukum harus menjunjung asas kepastian, mahasiswa tampak bersemangat menyimak. Mereka percaya bahwa dengan hukum, masyarakat bisa hidup tertib dan adil. Tetapi bagaimana mungkin saya tidak gelisah, ketika di lapangan masih banyak kasus yang diselesaikan bukan berdasarkan kepastian hukum, melainkan kekuatan uang dan pengaruh politik. Mahasiswa pun akhirnya bertanya,“Mana yang benar, Pak, yang ada di buku atau yang ada di berita?”
Keresahan ini semakin terasa ketika saya membicarakan soal keadilan. Dalam teori, keadilan adalah puncak dari segala tujuan hukum. Namun, realitas sering menunjukkan bahwa keadilan bukanlah hak yang otomatis diperoleh, melainkan sesuatu yang harus diperjuangkan mati-matian, dan bahkan kadang tak kunjung datang. Misalnya kasus hukum yang menimpa masyarakat kecil menjadi bukti, bahwa teori keadilan yang saya ajarkan kerap bertolak belakang dengan kenyataan pahit yang mereka alami.
Di kelas, saya menekankan pentingnya supremasi hukum. Semua orang, tanpa kecuali, harus tunduk pada aturan. Tetapi di luar sana, saya dan mahasiswa menyaksikan bagaimana hukum bisa begitu lentur ketika berhadapan dengan mereka yang memiliki kekuasaan. Fenomena“tajam ke lawan, tumpul ke kawan”bukan hanya pepatah sinis, melainkan kenyataan sehari-hari yang seakan melekat pada wajah hukum kita.
Sebagai dosen, saya tentu ingin melindungi idealisme mahasiswa. Saya ingin mereka percaya bahwa hukum masih bisa menjadi sarana perubahan dan peradaban. Namun di sisi lain, saya merasa tidak jujur jika menutup mata terhadap kenyataan. Keresahan ini membuat saya berada dalam dilema antara menjaga harapan mahasiswa atau mengajak mereka menghadapi kenyataan yang pahit.
Mungkin di sinilah letak peran penting dosen hukum. Bukan hanya mentransfer teori, tetapi juga membekali mahasiswa dengan kesadaran kritis. Bahwa hukum yang mereka pelajari di kelas adalah fondasi, namun fondasi itu akan diuji keras oleh realitas. Tugas saya bukan memadamkan semangat mereka, melainkan mempersiapkan mereka agar tidak kaget saat berhadapan dengan dunia nyata.
Keresahan ini juga membuat saya berpikir ulang tentang metode pengajaran. Teori tetap penting, tetapi tidak boleh dilepaskan dari konteks sosial. Setiap pasal hukum harus dibaca bersama dengan fakta di lapangan. Dengan begitu, mahasiswa tidak hanya menghafal norma, tetapi juga mengerti mengapa hukum sering kali tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kelas hukum seharusnya menjadi ruang dialog antara idealisme dan kenyataan.
Saya percaya, dari keresahan ini akan lahir harapan. Jika mahasiswa mampu memahami jurang antara teori dan realitas, mereka bisa terdorong untuk menjadi agen perubahan. Mereka tidak hanya menjadi sarjana hukum yang pandai berargumen, tetapi juga insan yang berani memperjuangkan nilai-nilai keadilan. Jurang itu memang lebar, tetapi generasi muda hukum bisa menjadi jembatannya.
Bagi saya pribadi, keresahan ini bukan alasan untuk menyerah atau berhenti mengajar dengan idealisme. Justru keresahan inilah yang membuat saya terus berusaha memperbaiki diri dan cara mengajar. Saya tidak ingin mahasiswa hanya belajar hukum sebagai teori yang mati, tetapi sebagai ilmu yang hidup, yang harus terus diperjuangkan agar mendekati cita-cita keadilan.
Pada akhirnya, keresahan ini saya anggap sebagai bagian dari perjalanan menjadi seorang pendidik hukum. Saya mungkin tidak bisa mengubah realitas dalam sekejap, tetapi saya bisa menanamkan kesadaran pada mahasiswa bahwa mereka kelak memiliki tanggung jawab moral untuk memperbaiki wajah hukum di negeri ini. Dan mungkin, suatu hari nanti, teori yang diajarkan di kelas tidak lagi terasa asing ketika bertemu dengan realitas.

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Cara Berfikir yang Benar dalam Ilmu Hukum
Senin, 22 September 2025 15:49 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler