Kritik itu Gak Sama dengan Hate Speech
5 jam lalu
Gen Z kritis dan vokal, tapi kritik bukanlah hate speech. Saatnya anak muda jaga demokrasi dengan cara cerdas, sehat, dan inklusif.
***
Generasi Z tumbuh di era digital, di mana ruang diskusi terbuka lebar lewat media sosial. Dari Twitter, Instagram, hingga TikTok, suara anak muda kini jadi sorotan utama dalam isu politik, sosial, maupun budaya. Fenomena ini menunjukkan bahwa Gen Z tidak hanya menjadi penonton, tetapi ikut berpartisipasi aktif dalam membentuk arah demokrasi Indonesia.
Sayangnya, ada persoalan serius: kritik yang disampaikan Gen Z kerap dianggap sebagai hate speech. Padahal, kritik yang sehat justru adalah bagian penting dari demokrasi. Kritik adalah evaluasi atau masukan yang didasarkan pada data, argumen, dan tujuan memperbaiki. Kritik bisa keras dan tajam, tetapi tetap punya landasan jelas. Sementara itu, hate speech atau ujaran kebencian adalah serangan personal yang menyerang identitas, menyebar kebencian, atau merendahkan martabat orang lain.
Contohnya sederhana: “Kebijakan ini tidak efektif karena tidak berpihak pada petani, perlu revisi agar distribusi lebih adil.” Itu adalah kritik. Sedangkan kalimat seperti “Menteri ini bodoh, tidak becus, lebih baik mundur saja!” adalah hate speech. Dua kalimat sama-sama vokal, tetapi dampaknya sangat berbeda.
Membedakan kritik dan hate speech sangat penting. Jika semua kritik dicap sebagai kebencian, ruang demokrasi akan menyempit. Namun, jika kebencian dibiarkan atas nama kebebasan berpendapat, yang terjadi justru polarisasi. Karena itu, Gen Z perlu konsisten menunjukkan bahwa kritik mereka berbasis logika, bukan semata emosi.
Untuk menjaga kualitas kritik, ada beberapa prinsip etika digital yang bisa dipegang Gen Z: fokus pada isu, bukan individu; gunakan data dan fakta; hindari stereotip; serta berani mengoreksi diri jika salah. Dengan cara ini, kritik tetap tajam tanpa melukai.
Manifesto politik Gen Z adalah suara kritis yang cerdas, inklusif, dan solutif. Kritik bukanlah kebencian, melainkan wujud cinta pada negeri. Justru dengan keberanian Gen Z untuk bersuara, demokrasi bisa tumbuh lebih sehat dan kuat.

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Kritik itu Gak Sama dengan Hate Speech
5 jam lalu
Gen Z Pilih Oksigen, Bukan Opini Buzzer
5 jam laluBaca Juga
Artikel Terpopuler