Pensiunan PT Chevron Pacific Indonesia. Menjadi Pemerhati aspal Buton sejak 2005.

Rumah Terakhir

8 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Doa
Iklan

Rumah terakhir adalah pelajaran bahwa dunia hanyalah tempat singgah. Sebagus apapun rumah kita sekarang, ia hanya hotel sementara.

***

Setiap manusia pada hakikatnya sedang membangun rumah terakhirnya. Kita sibuk berpindah-pindah rumah, memperindahnya, memperluasnya, seolah akan tinggal selamanya. Namun tidak ada satupun rumah dunia yang benar-benar abadi. Rumah terakhir kita sesungguhnya adalah liang lahat yang menanti dalam diam.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di sepanjang hidup, kita bangga berpindah dari rumah kecil ke rumah besar. Kita merasa sukses jika mampu membeli rumah baru yang lebih megah. Tetapi jarang kita berpikir: apakah rumah terakhir kita sudah kita siapkan? Apakah kita sibuk mempercantik rumah dunia, tetapi lupa memperindah rumah akhirat?

Rumah terakhir bukan sekadar tanah yang digali selebar tubuh. Itu adalah gerbang menuju keabadian. Rumah itu tidak membutuhkan cat mahal atau perabot mewah. Ia hanya membutuhkan amal baik sebagai peneduh dan doa anak-anak saleh sebagai pengharum.

Betapa sering kita menilai hidup dari seberapa luas rumah kita. Padahal ukuran rumah terakhir kita hanya sebatas jasad. Apakah kita tidak merasa aneh? Kita mengejar luasnya bangunan, tetapi melupakan luasnya ampunan Allah.

Perjalanan panjang hidup seperti perpindahan rumah berkali-kali. Dari satu kota ke kota lain, dari satu jabatan ke jabatan lain, dari satu fase ke fase lain. Namun perjalanan itu pasti berakhir pada satu alamat: kubur kita sendiri. Tidak ada yang bisa menghindar, tidak peduli berapa kali kita berpindah sebelumnya.

Rumah terakhir ini seharusnya menjadi rumah impian yang kita bangun sejak muda. Bukan rumah bata atau beton, tetapi rumah amal dan kebaikan. Rumah yang dibangun dengan shalat, sedekah, dan keikhlasan. Rumah yang diwarnai dzikir, bukan cat dunia.

Betapa banyak orang menunda menyiapkan rumah terakhirnya. Mereka sibuk dengan rencana dunia, proyek, dan harta. Namun mereka lupa bahwa kontrak hidup bisa berakhir kapan saja. Saat itu, rumah terakhir menunggu tanpa kompromi.

Islam mengajarkan kita tentang husnul khotimah, akhir yang indah. Itulah cita-cita setiap mukmin sejati. Bukan meninggal dengan meninggalkan rumah mewah, tetapi meninggal dengan meninggalkan amal yang harum. Agar rumah terakhir kita terang benderang, bukan gelap gulita.

Kita sering lupa bahwa rumah terakhir tidak menerima warisan harta. Ia hanya menerima bekal amal, doa, dan amal jariyah. Tidak ada yang bisa kita bawa kecuali hati yang bersih. Betapa miskinnya kita jika rumah terakhir itu kosong dari pahala.

Mengapa kita takut membicarakan kematian? Padahal kematian adalah kepastian yang lembut sekaligus tegas. Kematian bukan musuh, melainkan jembatan menuju rumah terakhir. Semakin kita ingat, semakin kita bijak mempersiapkan diri.

Di usia senja, kita seharusnya sudah mulai mengemas bekal untuk pulang ke rumah terakhir. Kita tidak tahu kapan undangan itu akan datang. Bisa jadi esok, bisa jadi lusa, bisa jadi sekarang. Rumah terakhir tidak pernah menunggu kita siap, tetapi kita yang harus selalu siap.

Rumah terakhir yang indah bukan tentang marmer atau kubah besar. Ia tentang kebaikan hati, tentang amal yang terus mengalir. Ia tentang doa anak-anak kita, sedekah jariyah, dan ilmu yang bermanfaat. Semakin kita menanam, semakin harum rumah itu di akhirat.

Bayangkan betapa damainya jika rumah terakhir kita menyambut dengan cahaya. Malaikat memberi kabar gembira, bukan siksa. Kita akan tenang meninggalkan rumah dunia. Inilah kematian yang paling indah, husnul khotimah yang kita impikan.

Maka dari itu, mulai dari sekarang kita harus serius menata rumah terakhir kita. Dengan memperbanyak amal saleh, menjaga lisan, menahan nafsu, dan memperbaiki niat. Jangan menunggu tua, karena kematian tidak pernah mengenal usia. Rumah terakhir harus dibangun setiap hari.

Kita memang tidak bisa memilih kapan meninggal. Tetapi kita bisa memilih bagaimana meninggal. Kita bisa memilih untuk mati dalam kebaikan, dalam sujud, dalam keadaan ikhlas. Itulah investasi terbesar yang tidak tertandingi rumah dunia mana pun.

Rumah terakhir adalah pelajaran bahwa dunia hanyalah tempat singgah. Sebagus apapun rumah kita sekarang, ia hanya hotel sementara. Rumah terakhir adalah destinasi final yang menentukan nasib kita setelahnya. Apakah kita sudah siap pulang dengan bekal atau hanya membawa penyesalan?

Perjalanan panjang kita akhirnya akan sampai pada akhir tujuannya: kematian. Kematian yang indah adalah kematian yang kita persiapkan sejak hidup. Mari kita jadikan rumah terakhir kita sebagai rumah yang menentramkan, bukan menakutkan. Semoga kita semua berakhir dengan husnul khotimah, pulang ke rumah terakhir dengan wajah berseri, disambut senyuman rahmat Allah.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Indrato Sumantoro

Pemerhati Aspal Buton

6 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler