x

Iklan

Ipul Gassing

Pemilik blog daenggassing.com yang senang menulis apa saja. Penikmat pantai yang hobi memotret dan rajin menggambar
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Air Terjun Parangloe yang Kesepian

Cerita perjalanan ke sebuah air terjun yang belum terlalu terkenal, bahkan belum terlalu ramai dikunjungi orang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Suatu hari saya melihat seorang teman mengunggah foto sebuah air terjun. Katanya itu air terjun Parangloe. Nama yang asing, belum pernah sebelumnya saya mendengar nama itu. Foto yang diunggah sang kawan begitu menggoda, air terjun yang kelihatan kesepian. Tidak seperti air terjun Bantimurung yang sudah terlanjur terkenal dan hampir selalu ramai dikunjungi orang, Parangloe seperti kesepian dan menggoda. Saya penasaran, seperti apa rupa air terjun satu ini bila dilihat langsung.

Sampai akhirnya teman-teman dari komunitas Pajappa menggelar open trip dengan tujuan air terjun Parangloe. Saya segera mendaftar, tentu karena ingin menuntaskan rasa penasaran pada air terjun yang satu ini.

Minggu pagi seluruh peserta berkumpul di lapangan Hertasning depan kantor PLN. Hari itu total ada 35 orang yang ikut, beberapa di antaranya sudah saya kenal dengan baik. Sisanya orang baru yang juga tak mau melewatkan kesempatan ramai-ramai mengunjungi Parangloe.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sekisar jam 10 pagi atau terlambat satu setengah jam dari jadwal kami meninggalkan lokasi pertemuan. Parangloe rupanya berada di timur kota Makassar, masuk di daerah Bili-Bili sekisar 42 km dari kota Makassar. Perjalanan lumayan lancar meski kami sempat harus melewati jalanan yang rusaknya minta ampun.

Air terjun Parangloe ternyata tidak bisa dicapai dengan kendaraan. Kami harus memarkir kendaraan di rumah penduduk sebelum melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki sekira 1.5 km. Jalan kaki mungkin biasa, yang tak biasa adalah medan yang harus dilalui. Jalanan kadang menanjak dan tak rata dengan batu-batu di sekujur jalanan yang lebarnya tak lebih dari 2.5 m. Di kanan-kiri beragam pohon tinggi menjulang, membuat suasana terasa nyaman dan teduh meski harus berjalan kaki di tengah matahari menjelang jam 12 siang.

Hampir setengah jam lamanya kami berjalan kaki sebelum akhirnya suara air terdengar sayup-sayup. Sebuah tugu kecil dengan tulisan sebuah nama terpancang di jalan. Rupanya itu adalah tugu peringatan, suatu waktu ada seorang pengunjung yang terpaksa kehilangan nyawanya di area air terjun itu. Dari cerita yang saya dengar, air terjun Parangloe memang ganas di musim hujan. Air terjun itu adalah pertemuan dua arus sungai sehingga ketika musim hujan tiba debit airnya bisa sangat besar. Sudah ada beberapa orang yang harus kehilangan nyawa di tempat itu.

Dari tempat saya berdiri air terjun Parangloe sudah terlihat di kejauhan, tapi untuk bisa sampai ke sana kami harus menuruni punggung bukit yang licin karena daun kering. Terbayang bagaimana susahnya kalau musim hujan datang. Terpeleset sedikit kita bisa menggelinding sampai ke bawah yang jaraknya pasti lebih dari 30 meter.

Setelah bersusah payang menuruni punggung bukit dengan hati-hati akhirnya air terjun itu terpampang jelas di depan mata. Debit airnya tidak terlalu besar sehingga tidak semua bagian air terjun terkena air. Hanya di beberapa bagian saja air mengalir deras dari atas, sisanya hanya batuan berwarna kuning keemasan dan coklat tua.

Rombongan tidak menyia-nyiakan waktu. Setelah mendapatkan tempat yang teduh satu persatu segera menyerbu air terjun itu, membasuh diri bahkan sampai berdiri di bawah derasnya air yang jatuh. Di depan air terjun itu ada banyak batuan yang memungkinkan kita berdiri dan berjalan menitinya. Tapi ada pula bagian yang cukup dalam tempat kita bisa berenang. Saya tidak tahu seberapa dalam air yang tenang itu, ketika coba diukur dengan bambu sepanjang kira-kira 3 meter kami sama sekali tidak bisa menyentuh dasarnya.

Berjam-jam kami menikmati air terjun Parangloe. Akhirnya rasa penasaran saya terpenuhi juga. Air terjun itu memang seperti yang saya duga. Dia terlihat tenang tapi sesungguhnya menyimpan keganasan dan misteri yang bisa merenggut nyawa. Dia seperti kesepian di sana karena untuk menjangkaunya memang tidak mudah. Menatap air terjun Parangloe rasanya seperti menatap kekuatan alam yang kadang terasa melenakan tapi bisa saja tiba-tiba berubah ganas.

Entah sampai kapan air terjun itu akan kesepian di sana sebelum banyak orang yang sadar akan keindahannya dan mulai ramai mengunjunginya. Atau mungkin saja dia akan tetap kesepian, tidak seperti air terjun Bantimurung yang sudah terlanjur terkenal dan kadang sesak oleh pengunjung. [dG] 

Ikuti tulisan menarik Ipul Gassing lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu