x

Iklan

Ariesa Eka

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 21 Maret 2024

Jumat, 22 Maret 2024 13:16 WIB

Kisah Pulau Lombok dalam Pameran Keramik Museum NTB

Seluruh keramik ini merupakan bukti nyata dari kisah peradaban masyarakat di provinsi NTB, khususnya Pulau Lombok.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pameran koleksi keramik Museum NTB ditutup pada 4 Maret 2024 . Pameran yang dihadiri 8.124 pengunjung tersebut memamerkan 170 koleksi keramik Museum NTB. Koleksi yang dipamerkan meliputi berbagai jenis keramik dalam 1000 tahun terakhir.

Seluruh keramik ini merupakan bukti nyata dari kisah peradaban masyarakat di provinsi NTB, khususnya Pulau Lombok. Meskipun telah selesai dilaksanakan, pameran ini dapat memberi manfaat yang lebih panjang jika kita menelaahnya lebih dalam.

Pameran keramik yang bertajuk Kenang-Kenangan dari Seribu Tahun ini sangatlah istimewa. Bagaimana tidak, pameran ini merupakan hasil kolaborasi Museum NTB dengan Mr. James Bannett, Ph.D dari Australia. Mr. James Bannett adalah seorang kurator andal dalam bidang benda-benda kebudayaan dan seni Asia Tenggara. Beliau merupakan seorang emeritus kurator dari Museum and Art Gallery of the Northern Territory. Melalui kolaborasi dengan Mr. James Bannett, koleksi keramik Museum NTB sukses terpajang dengan indah dan ilmiah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Salah satu sisi ruang pameran keramik Museum NTB, dokumentasi pribadi

Sampai saat ini, kita masih mengenal tradisi gerabah Nusantara dengan keramik tanah liat yang sederhana. Produk budaya ini masih lestari di beberapa tempat, tetapi hanya dalam lingkup yang terbatas. Kondisi ini muncul karena terbatasnya penggunaan dalam masyarakat. Masyarakat kita lebih memilih keramik kaca dengan ornamen warna-warni untuk digunakan sehari-hari. Meskipun sangat disayangkan, kondisi ini bukanlah sesuatu yang baru.

Sekitar 1000 tahun yang lalu, tradisi gerabah Nusantara juga telah membuat berbagai keramik untuk kebutuhan sehari-hari. Meskipun demikian, ketika kapal dagang asing datang ke perairan Nusantara, mereka membawa keramik berglasir yang belum pernah ada sebelumnya di sini. Lapisan glasir ini membuat keramik asing memiliki tampilan yang berwarna dan mengkilat.

Selain itu, keramik-keramik ini juga dihiasi dengan motif-motif yang indah. Adanya perbedaan kualitas bahan dan tampilan tersebut membuat keramik asing segera diminati oleh pasar dalam negeri. Umumnya, masyarakat menggunakan keramik-keramik asing tersebut sebagai hiasan, wadah untuk acara khusus, atau tempat penyimpanan barang berharga.

Penjelasan dalam pameran menyatakan bahwa produsen keramik asing pada masa itu telah memahami dengan baik selera pasar Nusantara. Hal ini terlihat jelas dari berbagai jenis motif keramik dalam pameran ini. Awalnya, keramik asing yang dibawa ke Nusantara cenderung memiliki dua jenis motif umum.

Dua motif tersebut adalah motif alam dan motif budaya negeri mereka sendiri. Motif alam yang biasanya ada pada keramik asing adalah ikan, bunga, dan pemandangan alam lainnya. Motif budaya sendiri adalah interpretasi dari hal-hal yang dianggap penting oleh negeri asal produsen keramik. Contohnya adalah motif naga, burung lok chan, dan wajah Buddha pada keramik Tiongkok. Berikutnya, para produsen keramik mulai membuat motif yang lebih sesuai dengan budaya Nusantara, seperti motif batik kawung hingga motif-motif islami. Selanjutnya, seluruh jenis motif tersebut bercampur baur dalam kehidupan masyarakat Nusantara.

Motif-motif ini pun menjadi sumber inspirasi dalam pembuatan barang-barang kerajinan lain, seperti aneka wastra yang juga dipamerkan di sini. Adanya percampuran motif tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi persilangan budaya antarbangsa dalam perdagangan keramik di Nusantara.

Motif lok chan masing-masing pada keramik Tiongkok (1850--1900) dan selendang lokal (1900--1940), burung pada lok chan ditafsirkan sebagai phoenix di Tiongkok atau garuda sakti di Nusantara, dokumentasi pribadi

 

Tidak hanya motif-motif ornamennya, tetapi juga bentuk-bentuk keramiknya. Keramik asing pada masa itu juga diproduksi khusus untuk kebutuhan budaya Nusantara. Contohnya adalah berbagai jenis piring ukuran besar untuk budaya makan beramai-ramai, seperti selamatan dan begibung. Ada juga beragam keramik berbentuk kendi yang dibuat khusus untuk mengikuti kendi gerabah lokal.

Selain itu, terdapat juga beragam guci yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan (storage jar). Biasanya keramik-keramik tersebut diisi dengan bahan pangan dari negeri produsen sendiri atau barang-barang yang mereka beli selama pelayaran. Jenis keramik ini juga sesuai dengan penggunaan gerabah lokal oleh masyarakat Nusantara.

Beragam keramik yang mungkin berfungsi sebagai tempat penyimpanan, dokumentasi Museum NTB

 

Salah satu peristiwa besar dalam kisah peradaban di Pulau Lombok adalah meletusnya Gunung Samalas (Gunung Rinjani Tua). Bencana alam yang terjadi tahun 1257 tersebut ternukil dalam naskah Babad Lombok yang juga ditampilkan dalam pameran ini. Bersebelahan dengan naskah kuno tersebut, terdapat keramik yang berasal dari masa meletusnya Gunung Samalas.

Keramik tersebut adalah sebuah guci asal Tiongkok dari tahun 1200—1300. Keramik yang berumur hampir 900 tahun ini bentuknya sudah tidak sempurna dan warnanya sudah berubah spesifik. Kondisi demikian diperkirakan terjadi karena pengaruh perubahan tanah dan udara akibat letusan Gunung Samalas.

Guci asal Tiongkok tahun 1200--1300, ditemukan di Kabupaten Lombok Tengah, dokumentasi Museum NTB (kiri), dokumentasi pribadi (kanan)

 

Menurut terjemahan Babad Lombok dalam pameran ini, meletusnya Gunung Samalas merupakan bencana yang sangat besar. Naskah Babad Lombok menceritakan bahwa bencana tersebut meliputi gempa dahsyat selama tujuh hari, rumah-rumah hanyut, dan penduduk banyak yang mati. Kondisi ini sejalan dengan hasil penelitian modern dari ahli vulkanologi, ahli gletser, dan ahli klimatologi. Melalui Lavigne et al. dalam jurnal PNAS, para ahli menyimpulkan bahwa letusan Gunung Samalas merupakan salah satu erupsi terbesar di bumi dalam 7000 tahun terakhir.

Erupsi gunung api ini menyebabkan perubahan kondisi alam yang tidak hanya terjadi di Pulau Lombok, tetapi juga di seluruh penjuru dunia. Salah satunya adalah bumi bagian utara yang mengalami musim panas dengan cuaca yang dingin. Fenomena iklim tersebut menyebabkan banyak terjadinya banjir, gagal panen, dan kematian massal. Perubahan lingkungan tersebut berujung pada terjadinya perubahan sosial secara global.

Naskah lontar Babad Lombok dan buku terjemahannya, dokumentasi pribadi

 

Menurut Mr. James Bannett dalam ceramahnya mengenai pameran ini (12/2023), dampak dari meletusnya Gunung Samalas adalah tidak banyak ditemukannya keramik-keramik asing dari abad ke-13. Perdagangan regional dan internasional melalui Provinsi NTB diperkirakan mulai ramai kembali setelah keadaan alam dan kondisi masyarakat membaik. Pernyataan ini dibuktikan dengan penemuan keramik-keramik asing dari abad ke-14 dan abad ke-15. Salah satunya adalah buli-buli asal Tiongkok dari tahun 1300—1500. Selain itu, ada juga keramik-keramik tahun 1400—1600 yang berasal dari Thailand dan Vietnam. 

Keramik-keramik dari Thailand dan Vietnam (Champa), dokumentasi pribadi

 

Selain keramik-keramik kuno di atas, keramik dalam pameran ini banyak juga yang berasal dari abad ke-16 hingga abad ke-19. Keramik-keramik tersebut tidak hanya berasal dari Asia, tetapi ada juga yang berasal dari Eropa. Beberapa di antaranya adalah piring bermotif tulisan Arab yang berasal dari Pabrik Spode Copeland di Inggris, piring bermotif bunga teratai dari Pabrik J & MP Bell di Skotlandia, dan piring bermotif burung walet dari Pabrik P. Regout di Belanda. Keramik-keramik Eropa dari abad ke-19 tersebut merupakan barang dagang yang sangat digemari pada masanya. Beberapa jenis keramik Eropa tersebut bahkan hingga kini masih menghiasi dinding-dinding Taman Mayura di Mataram.

Keramik-keramik dari Eropa, dokumentasi pribadi

 

Jumlah keramik asing yang lebih melimpah pada abad ke-16 hingga abad ke-19 merupakan imbas dari ramainya jalur rempah di kepulauan Nusantara. Periode ini ditandai dengan datangnya bangsa-bangsa Eropa ke Nusantara untuk membeli rempah-rempah secara langsung. Bangsa Eropa yang pertama kali datang pada masa itu adalah bangsa Portugis tahun 1512 dan bangsa Belanda tahun 1596. Akibat kedatangan bangsa-bangsa Eropa tersebut, kota-kota pelabuhan di Pulau Lombok menjadi semakin ramai.

Salah satu kota pelabuhan yang paling penting di Pulau Lombok adalah Pelabuhan Ampenan. Menurut buku Atlas Pelabuhan-Pelabuhan Bersejarah di Indonesia (2013), Pelabuhan Ampenan berada di tengah-tengah jalur perdagangan panjang benua Asia, yaitu antara Australia-Singapura-Bengalen (India) dan jalur Australia-Manila-Tiongkok. Kapal-kapal yang singgah di Pelabuhan Ampenan inilah yang membawa keramik asing untuk ditukarkan dengan rempah-rempah, beras lokal, atau berbagai produk tropis lainnya.

Keramik Tiongkok dan komoditas jalur rempah (beras dan rempah-rempah), dokumentasi pribadi

 

Melalui penjelasan di atas, kita memahami bahwa jalur rempah merupakan jalur maritim yang sangat penting dalam peradaban Nusantara. Meskipun demikian, jalur rempah bukanlah satu-satunya jalur maritim yang membentuk sejarah negeri ini. Jauh sebelum jalur rempah ramai dengan para pedagang Eropa, perdagangan maritim Nusantara telah ramai dengan para pedagang Tiongkok dan India.

Khususnya pada masa Kerajaan Sriwijaya sekitar abad ke-7 hingga abad ke-11. Jalur perdagangan maritim pada masa inilah yang kita kenal sebagai jalur penyebaran agama Hindu dan Buddha. Pada masa ini, para pedagang dari Asia Timur, Asia Tenggara, dan Asia Selatan saling bertemu dan bertukar komoditas berharga, seperti keramik Tiongkok, tekstil India, dan produk-produk tropis Nusantara.

Rute perdagangan Benua Asia abad ke-8 dalam Borobudur: Golden Tales of the Buddhas, hal 20, John Miksic (1991)

 

Pada masa berjayanya Kerajaan Sriwijaya, kapal-kapal asing juga telah singgah di Pulau Lombok. Bukti dari pelayaran tersebut adalah penemuan sebuah vas bunga asal Tiongkok dari tahun 800—1000. Keberadaan keramik dari masa Dinasti Tang tersebut sesuai dengan data Unesco. Menurut Unesco, sejak masa Dinasti Han dan Dinasti Tang, keramik Tiongkok telah diekspor ke seluruh dunia. Bukti ekspor keramik Tiongkok inilah yang menjadi koleksi tertua dalam pameran keramik Museum NTB. Kenang-kenangan dari masa 1000 tahun yang lalu ini merupakan bukti dari sejarah panjang keramik Tiongkok di Pulau Lombok.

Vas asal Tiongkok tahun 800--1000, dokumentasi pribadi

 

Melalui pameran ini, kita memahami bahwa keramik dapat menjadi bukti kejadian masa lalu yang masih berhubungan dengan masa kini. Barang komoditas ini bersifat tahan lama sehingga mampu menceritakan kisah yang lebih nyata dari sejarah panjang maritim Nusantara. Pameran ini juga menjelaskan kepada para pengunjung bahwa Pulau Lombok dan Provinsi NTB pernah menjadi tempat persilangan kebudayaan dan perdagangan internasional. Fakta ini merupakan inspirasi berharga dalam membangun perspektif masyarakat terhadap jati dirinya sendiri.

 

 

Ikuti tulisan menarik Ariesa Eka lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler