x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Maunya Jogja Ganti Logo alias Rebranding

Jogjakarta akan berganti logo sebagai upaya rebranding. Apakah efektif bila respon publik negatif?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“A logo does not sell (directly), it identifies.”

--Paul Rand (perancang grafis, 1914-1996)

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Perubahan logo Jogjakarta menjadi keriuhan tersendiri di jagat media sosial. Upaya untuk memberi kesan baru yang sesuai dengan perkembangan Kota Gudeg melalui perubahan logo mendatangkan beragam umpan balik. Sebagian orang menganggap kata Jogja dalam logo baru ini terbaca sebagai Togua. Lantaran hurufnya tipis, ada yang berkomentar ‘kok kesannya Jogja itu ringkih’

Logo memang aneh. Di satu sisi, konsumen jarang membeli suatu produk atau menggunakan suatu jasa lantaran menyukai logonya. Di sisi lain, logo menjadi kunci bagi konsumen untuk mengenali identitas produk atau jasa tersebut. Hal yang sama berlaku bagi logo sebuah kota—termasuk Jogjakarta. Logo menjadi kunci bagi publik untuk mengenali identitas sebuah kota.

Jadi, ketika logo Jogja diubah, rakyat Jogja sangat berharap logo baru akan mencerminkan spirit Jogja, perkembangan mutakhir Jogja, keragaman penduduknya, dan sejumlah nilai lain. Rupanya, logo baru Jogja tersebut tidak mampu memenuhi harapan sebagian besar masyarakat, khususnya yang peduli dengan ‘brand’ Kota Gudeg ini.

Banyak alasan mengapa logo diubah. Logo mungkin diubah lantaran dianggap sudah ketinggalan zaman. Mungkin saja jenis huruf atau font, warna, serta bentuk logo terkesan ketinggalan zaman. Meskipun, bisa pula sebuah logo yang sudah lama dipakai tetap dipertahankan karena terkesan ‘klasik dan anggun’. Logo Louis Vuitton, misalnya, telah berusia lebih dari 100 tahun—dirancang oleh putra Louis, yakni George Vuitton.

Perubahan lingkungan bisnis maupun lingkungan industri, selera konsumen yang berganti, merupakan alasan lain mengapa logo diubah. Perubahan logo merupakan salah satu jalan revitalisasi merek agar bisnis tetap berjalan dan malah berkembang. Ketika Pertamina mengganti logo dari dua kuda laut menjadi huruf P tiga warna yang berdiri miring, ini merupakan simbol bahwa Pertamina akan bergerak lebih cepat dan gesit.

Logo berubah karena manajemen perusahaan ingin menebarkan sinyal perubahan dalam arah perusahaan, budayanya, strategi pemasarannya, ataupun ekspansi pasar. Starbucks pernah merancang ulang logonya, dengan menghilangkan tulisan melingkar Starbucks Coffee. Pesan yang ingin disampaikan: Starbucks akan berekspansi lebih jauh dan ingin menjual bukan hanya kopi. Tapi mengapa kata Starbucks dihilangkan juga? Karena logo ini dianggap sudah begitu populer dan menempel dalam ingatan publik maupun konsumen khususnya, sehingga logo ini dianggap hanya punya asosiasi dengan merek Starbucks, bukan merek lain.

Logo memang mendefinisikan perusahaan, organisasi, atau kota. Melalui logo, konsumen mengenali sebuah produk atau jasa. Melalui logo pula, publik mengenali dan mengindetifikasi sebuah kota. Perubahan logo, dengan demikian, merupakan salah satu cara rebranding yang mungkin dimaksudkan untuk menawarkan kesegaran baru, memompakan spirit baru, menyampaikan sinyal perubahan yang positif, maupun meningkatkan nilai bisnis perusahaan.

Bila ternyata respons konsumen ataupun publik ternyata negatif, maka tujuan atau maksud tadi tidak tercapai. Perubahan logo yang dilakukan ternyata tidak efektif sebab direspons negatif karena secara keseluruhan desainnya tidak oke.

Bagi perusahaan, logo yang efektif akan diterima konsumen. Banyak orang yang merasa suka menyimpan souvenir, stiker, ataupun emblim karena menyenangi logo yang tertera di situ. Logo sebuah kota pun bisa memperoleh perlakuan serupa. Bahkan logo yang bagus dapat menyejahterakan warganya, karena warga akan dengan senang hati memajang logo kotanya di produk yang ia jual sebagai bagian dari identitas yang membanggakan. Misalnya, disablon di kaos, atau di stiker yang ditempel di mobil perusahaan jasa travel. Warga akan mempromosikan kotanya secara gratis dengan memasang logo kotanya. Mengapa tidak memilih desain yang klasik, khas Jogja, dan tak lekang waktu--pokoknya percaya diri ala Louis Vuitton?

Kepedulian Wong Jogja terhadap logo kotanya memang luar biasa. Rasa memiliki warga Jogja terhadap kotanya sangat besar, sehingga upaya rebranding kotanya menjadi bahan percakapan yang riuh rendah. Sampai-sampai terbentuk komunitas Jogja Darurat Logo! (Jogja kan gudangnya senirupawan dan perancang grafis!) Semoga saja segera ketemu logo yang mencerminkan identitas, makna, nilai-nilai, dan perkembangan Jogja, serta warganya bangga memakai logo baru. Jogja memang daerah istimewa, logonya pun mesti istimewa! (Foto: poster acara, swaragamajogja.com) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB