x

Iklan

arjunaputra aldino

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Selfie: Tubuh dalam Sorot Mata Kamera

Selfie kini bukanlah sebuah fenomena yang baru, ia telah lama berkembang dan menjadi sesuatu yang umum bagi sebagian besar masyarakat kita. Perkembangannya tak lepas dari pesatnya perkembangan teknologi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Selfie kini bukanlah sebuah fenomena yang baru, ia telah lama berkembang dan menjadi sesuatu yang umum bagi sebagian besar masyarakat kita. Perkembangannya menjadi hal yang umum, tak lepas dari pesatnya perkembangan teknologi. Selfie bukan lagi sebuah mode ataupun life style dari segelintir anak muda, namun ia telah menjadi budaya masyarakat. Terutama budaya dari masyarakat yang dunianya di mediasi oleh layar (masyarakat virtual). Dari anak muda, artis hingga pejabat negeri ini tak luput untuk berbagi dirinya bersama layar melalui selfie. Nyaris di setiap jejaring dunia maya seringkali kita menemukan foto bergaya selfie yakni berfoto dengan memotret sendiri dan yang dipotret juga dirinya sendiri. Sepintas ia tak menuai masalah yang fundamental. Namun sebagai fenomena budaya, ia cukup menyimpan problema yang dilematis.

Ketika seseorang berfoto selfie, ia tak lagi berhadapan dengan mata seseorang yang lain yang lazimnya berada di balik mata kamera. Ia layaknya bercermin namun tak menatap dirinya sendiri melainkan langsung berhadapan dengan mata kamera yang tanpa kehadiran mata manusia. Berbeda dengan bercermin dimana kita menatap diri kita sendiri dengan mata kita sendiri, namun di dalam gaya berfoto selfie ia hanya berhadap-hadapan dengan struktur tatapan mata kamera tanpa struktur tatapan manusia atau matanya sendiri. Tapi ia bertujuan menatap dirinya sendiri. Mata manusia tak hanya di mediasi namun telah digantikan oleh tatapan mata kamera.

Bercermin tanpa memandang itulah ciri khas dari gaya berfoto selfie. Namun berfoto selfie bertujuan melihat dirinya sendiri, hanya tanpa aktivitas memandang layaknya kita bercermin. Aktivitas memandang sepenuhnya telah digantikan oleh mata kamera. Fenomena berfoto selfie, tak bisa di reduksi hanya sekedar hubungan subjek yang menatap sebuah objek. Namun lebih kepada objek (manusia yang hendak berfoto) yang menatap ke arah si subjek (mata kamera), tetapi dalam posisi dimana si subjek (manusia) tidak bisa menatap si objek. Ketika manusia berfoto selfie, ia tak menjadi subjek yang sedang menatap sebuah objek. Tatapan digantikan oleh mata kamera yang menatap manusia itu sendiri sebagai objek foto. Sehingga terjadi pemisah antara mata (organ pengelihatan) dengan tatapan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Disini struktur tatapan tak lagi menjadi dorongan yang memotivasi manusia untuk melihat. Namun ia menjadi poin tersendiri yang mengorganisasi dirinya sendiri. Tatapan mata kamera tak bisa semata-mata dikatakan sebagai objek karena ia di posisikan sebagai subjek yang menatap tanpa kehadiran mata manusia di baliknya layaknya berfoto sebagaimana lazimnya. Sehingga ia melahirkan body image yang tanpa tatapan mata manusia. Yang mungkin seperti apa yang dikatakan Jacques Lacan sebagai bentuk pengasingan diri (locus of "alienation"), yang merupakan bagian lain dari yang imajiner. Namun keberadaannya di rengkuh bukan oleh tatapan manusia melainkan tatapan mata kamera.

Mungkin berfoto selfie merupakan penegasan untuk menyataan bahwa diri itu ada. Namun konsep ke-"diri"-an itu kini menjadi ambigu. Konsepsi “Aku” pada foto selfie ialah aku yang ada di hadapan sorotan tajam mata kamera, dimana aku terserap oleh kedashyatan pesona tatapan mata kamera. Sehingga aku menjelma menjadi bidang yang terhadapnya jutaan citra di sorotkan dan akhirnya “Aku” itu sendiri menjadi layar. Aku bukan lagi diproduksi oleh tatapan mata manusia, bukan pula hasil identifikasi dengan dunia sosialnya, melainkan “Aku” yang diproduksi oleh sorot mata kamera semata.

Tubuh yang dipotret bukanlah objek yang “ada bagi kesadaran” karena ia tak di tatap oleh mata manusia, ia justru “ada bagi tatapan”, tatapan mata kamera yang sebenarnya objek bagi kesadaran manusia. Sehingga konsepsi “Ada” juga berubah, dimana “ada di dalam dunia” tak hanya digantikan oleh “ada di dalam layar” melainkan sepenuhnya menjadi “ada oleh tatapan mata kamera”. “Ada” sepenuhnya kini di reduksi melalui mekanisme tatapan mata kamera. Mata manusia yang memandang tak lagi menjadi pusat produksi objek penampakan.

Hasilnya dalam foto selfie membentuk relasi seseorang melihat-dirinya-sedang-melihat-dirinya, atau biasa disebut dengan relasi “narsisme”. Dalam relasi narsisme ini, terjadi pemisahan diri dari corporeal tubuhnya sendiri dan menjadi tubuh yang lain yaitu tubuh dalam wujud citraan, yang di kosongkan dari subjektivitas aslinya. Ia menjadi tawanan dari penanda, yang memungkinkan subjek menghasratkan citra dirinya sendiri. Ia layaknya terjangkit penyakit self-vouyerism yakni penikmatan diri sendiri melalui penatapan diri sendiri.   

Ikuti tulisan menarik arjunaputra aldino lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu