x

Iklan

machmud nasrudin arsyad

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Gerakan Pesantren Antikorupsi

Tulisan tentang gerakan pesantren yang ikut serta dalam pembasmian Korupsi dan pencucian uang di Indonesia

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menjelang Muktamar NU ke 33 di Jombang, Jawa Timur, para ulama dari dua puluh tujuh daerah berkumpul melaksanakan Halaqah Alim Ulama Nusantara dengan tema “Membangun Gerakan Pesantren Anti Korupsi” di Yogyakarta. Para ulama menyerukan kepada umat muslim melakukan jihad terhadap korupsi dan pencucian uang.

Halaqah ini tidak sekedar anjuran moral saja, tapi juga sudah sampai taraf rekomendasi kepada pemerintah dalam hal pemberantasan korupsi. Ada delapan rumusan rekomendasi hasil halaqah. Diawali dari bentuk-bentuk kejahatan yang dikategorikan sebagai kejahatan harta benda (al-Jarimah al Maliyah), salah satunya Khianat ( Penyalahgunaan wewenang).

Selain itu para ulama juga memfatwakan sebelas dosa akibat dari tindak pidana korupsi dan pencucian uang, antara lain : Membangkang terhadap pemerintah, merusak sistem ekonomi dan mengkonsumsi harta haram yang berakibat rusaknya keimanan pelaku. Tapi dari delapan rekomendasi tersebut yang menarik adalah kesepakatan ulama hukuman terhadap pelaku korupsi dan pencucian uang berupa hukuman mati. Para ulama mensyaratkan dua syarat utama menjatuhi hukuman mati, yaitu tindak pidana korupsi atau pencucian uang dilakukan ketika negara dalam keadaan bahaya, krisis ekonomi maupun krisis sosial. Kedua, bila korupsi tersebut dilakukan berulang-ulang.

Rekomendasi hukuman mati menarik untuk dikaji mengingat yang mengeluarkan rekomendasi ini adalah ulama NU, yang terkenal sebagai pemegang teguh nilai-nilai kemanusiaan. Apa alasannya utama kenapa para ulama mengeluarkan fatwa yang cukup keras dan tegas?. Para ulama sepakat bahwa korupsi dan pencuciang uang berdampak sangat buruk bagi kehidupan berbangsa, bernegara dan merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Para ulama berpendapat bahwa korupsi di Indonesia sudah “mendarah daging”, sangat susah dihilangkan bila hanya dihukum dengan hukuman penjara karena tidak akan memberikan efek jera kepada pelakunya, maka diperlukan sebuah terobosan untuk memutus rantai korupsi dan pencucian uang. Peserta halaqah sangat menyakini Indonesia akan sejahtera bila korupsi hilang di bumi nusantara. Keyakinan inilah yang melatar belakangi para ulama mengeluarkan hukuman mati untuk para koruptor.

Syarat fatwa ulama ini sebenarnya lebih berat dibandingkan dengan pendapat Imam Hanafi dan Imam Malik, yang berpendapat koruptor dapat dihukum mati bila melakukan korupsi secara berulang-ulang tanpa menyaratkan kondisi negara atau masyarakat.

Imam Hanafi adalah pencetus Mahzab Hanafi dan Imam Malik adalah pencetus Mahzab Maliki, dua mahzab dari empat mahzab yang dipegang teguh oleh pengikut Ahlusunnah wal Jama’ah. Landasan inilah yang memperkuat para ulama untuk mengambil sikap tegas terhadap tindak pidana korupsi dan pencucian uang.

Pertanyaan selanjutnya bagaiman pesantren akan memagari supaya tidak terjebak dalam tindakan korupsi dan pencucian uang karena pelaku korupsi sangat canggih melakukan Ghasl al Amwal al Muharromah (mengaburkan asal-usul harta yang haram) walaupun harus menggunakan nama agama sekalipun. Untuk memagarinya maka dibentuklah Laskar Santri Anti Korupsi di pesantren-pesantren.

Laskar Santri inilah yang akan menjadi ujung tombak sebagai fasilitator sekaligus mentor di pondok pesantren agar para Kyai dan santri lebih memahami tentang korupsi dan pencucian uang, para laskar yang diberi amanah untuk merumuskan secara tegas, mana yang disebut korupsi atau pencucian uang dan mana yang disebut dengan shadaqoh, amal jariyah maupun zakat.

Peran kyai menjadi penting untuk menangkal tindak pidana korupsi dan pencucian uang, di tangan para kyai lah pondok pesantren lepas dari jeratan korupsi dan pencucian uang, ini sesuai dengan kaidah Ushul Fiqh, tassroful imami ala ro’iyatul manuthon bil maslahatin (Tindakan imam terhadap rakyatnya harus dikaitkan dengan kemaslahatan).

Kelahiran Laskar Santri diharapkan dapat menjaga marwah pesantren yang berpegang teguh pada ajaran Islam yang bersumber dari Al-quran, Al-hadist, Al-Ijma dan Al-Qiyas dengan tidak menghilangkan nilai-nilai tradisional yang berwawasan Islam Nusantara.

Pencucian uang adalah salah satu kasus yang sering terjadi di pesantren, banyak para pejabat yang datang ke pesantren dengan dalih melakukan shodaqoh, amal jari’ah, zakat dan lain-lain memberikan hasil korupsinya kepada pondok pesantren. Kasus kedua, money politik apalagi mendekati pilkada serentak seperti sekarang ini, dapat dipastikan para calon yang maju akan sowan  ke para Kyai dengan dalih meminta restu memberikan bantuan ke pesantren dan ironisnya para Kyai tidak paham dua tindakan tersebut masuk dalam kategori korupsi.

Pondok pesantren adalah tempat yang rentan untuk menjadi tempat pencucian uang dan money politik, disinilah Laskar Santri Pesantren Anti Korupsi memegang peran penting untuk menjadi pagar utama menjaga marwah pesantren yang notabenenya adalah menjaga nilai-nilai Islam yang harus dipegang teguh oleh kalangan pondok pesantren.

Machmud Nasrudin Arsyad

Jama’ah Shalawatan Gusdurian

 

Ikuti tulisan menarik machmud nasrudin arsyad lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu