x

Iklan

niwayanprima

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Penghuni Pasar Pisang Palmerah

Walau dengan kondisi yang tidak layak, 'gembel' pasar Pisang Palmerah tidak punya pilihan lain selain tetap tinggal di situ.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sama sekali tidak nampak keramaian di Pasar Pisang Palmerah siang itu. Padahal banyak angkot ngetem di depan pasar sampai buat macet. Hanya ada deretan pedagang buah, utamanya buah pisang di sisi kanan pasar. Pembeli pun tak ada.

Berjalan menyusuri Pasar Pisang Palmerah, terlihat bangunan pasar yang lebih rapi setelah direnovasi. Apabila berjalan lagi, bangunan yang letaknya paling belakang pasar jauh berbeda dengan bangunan pertama tadi. “Disini renovasi pasar setiap lima tahun. Itu yang di depan baru abis di renovasi, lima tahun lagi baru yang di belakang” kata seorang pedagang kelapa parut.

Tepat di ujung pasar, terdapat deretan rumah semi permanen terbuat dari papan triplek dan kayu. Persis di depan rumah itu, baju-baju dijemur. Kurang dari 10 meter terdapat tumpukan sampah dengan bau menyengat. Lalat juga berterbangan menggangu pemilik rumah dan siapa saja yang hendak lewat. Bukanlah tempat yang layak untuk dihuni.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dede, laki-laki bertubuh bongsor ini ternyata sudah tinggal di dalam Pasar Pisang Palmerah selama 10 tahun. Sebenarnya Dede berasal dari Banten, begitu pula teman-teman Dede yang juga memiliki profesi yang sama, yakni pedagang kelapa parut. Ia baru saja pulang saat lebaran sebulan lalu.

Memilih mengadu nasib di Jakarta bukanlah pilihan gampang, ia harus berjuang untuk bertahan hidup. Sehari rata-rata penjual kelapa parut ini mendapat penghasilan sebesar Rp 20.000 – Rp 50.000. “boro-boro dikirim ke kampung, paling duit habis buat makan doang” kata Dede.

Dede bukanlah satu-satunya orang bernasib malang. Ia dan teman-teman menyebut diri, “gembel pasar”, yaitu orang yang luntang-lantung di pasar yang tidak memiliki tempat tinggal. Banyak dari gembel pasar ini saat pasar sepi tidur di lapak-lapak pedangan yang sudah tutup. Mereka kelelahan habis bekerja semalaman hingga pagi.

Niat memiliki tempat tinggal yang lebih layak tentu saja terlintas di pikiran para ‘gembel pasar’ ini. Namun mereka tidak punya pilihan lain. Tentu saja alasannya adalah faktor ekonomi. Selain itu menurut Dede, Pasar Pisang Palmerah adalah kawasan yang ‘cukup aman’ sampai saat ini. Ia dan teman-temannya belum pernah sekali pun mengalami penggusuran oleh Pemerintah Kota Jakarta. “di sini tu tempatnya adem, walaupun kotor” ungkap Dede. Walau setiap bulan Dede harus membayar sejumlah uang kepada pengelola pasar, ia tidak keberatan. Menurutnya ini lebih mending ketimbang harus ngontrak rumah dengan biaya yang lebih mahal.

Bagi pembeli yang kebetulan lewat di depan rumah para ‘gembel pasar’ dengan tumpukan sampah di samping rumah pasti tidak menyangka ada sekelompok orang yang betah tinggal di sana. Bukan cuma kotor dan bau, tikus dan belatung juga sudah biasa ada di dalam rumah mereka. Para ‘gembel pasar’ ini hanya berharap tempat tinggal mereka tidak digusur oleh Pemkot Jakarta. “bingung juga mau tinggal dimana,” kata Dede.

Bukan hanya Dede, penduduk migran yang berani datang ke Jakarta untuk mencari kerja juga banyak memiliki nasib yang sama. Tinggal tidak karuan dan jauh dari layak.

“ya semoga lah, bisa tinggal dan jualan disini terus. Ya kondisinya kayak gini juga ngga apa-apa” kata Dede. Ia dan teman-temannya tidak mau memiliki nasib yang sama seperti masyarakat Kampung Pulo. Diusir dari tempat tinggal yang sudah lama ditinggali.

Sambil menyalakan rokok, menghisap lalu menghembuskan asapnya ke udara ia memandang ke arah bangunan pasar. “Tuh liat, orang yang tidur di lapak dagang ikan, ngga punya orang tua. Kasian baru tidur, kerja dari semalem sampe pagi. Masa tega kalo diusir dari sini” ungkapnya.

Ikuti tulisan menarik niwayanprima lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu