Presiden Joko Widodo (Jokowi) berhasil melumpuhkan Koalisi Merah Putih (KMP) atau biasa disebut Koalisi Prabowo.
Koalisi ini merupakan gabungan partai-partai yang kalah saat Pilpres. Mereka membentuk koalisi dan memperkuat di parlemen.
Namun dalam perjalanannya, koalisi Prabowo ini mengalami kerontokan satu persatu. Dimulai dari PAN yang bergabung dengan pemerintah. Selanjutnya Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie atau Ical. (Baca: Prabowo Ditinggal Sendiri di KMP )
Politik yang dijalankan Jokowi itu bukan menentang secara langsung tetapi menang tanpa ngasorake (menang tanpa membuat lawan merasa rendah).
Partai Golkar yang menyatakan bergabung dengan pemerintah pun tidak merasa kalah dan merasa terhormat setelah bergabung dengan pemerintah Jokowi.
Dengan kekuatan yang ada saat ini, kekuatan Jokowi di parlemen sangat kuat dan hal ini bisa membuat stabilitas pembangunan berjalan dengan cepat dan tidak terganggu dengan suara-suara dari parlemen.
Mungkin saja ada suara-suara dari luar parlemen, tetapi mudah dikendalikan karena tidak punya kekuatan yang cukup signifikan.
Bergabungnya Partai Golkar ke Jokowi ini mendapat tanggapan dari peneliti Formappi Lucius Karus bahwa saat ini partai politik lebih mengejar kekuasaan.
Kata Lucius bahwa tidak memungkiri bahwa partai politik itu berjuang untuk meraih kekuasaan tetapi dengan berpindahnya dari oposisi ke penguasa terjadi pragmatisme politik.
Ikuti tulisan menarik maskusdiono lainnya di sini.
