x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Membaca, Mengasah Kepekaan

Membaca sama halnya mengasah kepekaan dalam memahami dunia dan kehidupan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“Manakala engkau membaca buku yang bagus, entah di mana di dunia ini sebuah pintu terbuka agar lebih banyak cahaya memasukinya.”

--Vera Nazarian (Penulis Rusia, 1966-...)

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Membaca buku adalah bagian dari ikhtiar untuk memahami alam dan kehidupan. Memang bukan ikhtiar langsung, melainkan dengan bantuan para penulis dengan ketajaman mata hati dan nalar mereka. Mereka telah berusaha memahami dan menafsirkan alam dan kehidupan, dan kemudian berbagi kepada kita sebagai pembaca lewat tulisan.

Pembacaan para penulis terhadap alam dan kehidupan, juga pemahaman dan penafsiran mereka, tak lepas dari pengetahuan dan pengalaman yang menjadi alasnya. Bahkan, pengalamanlah yang kerap memberi kekuatan tafsir, kepekatan warna, dan mencekamnya nuansa emosional pada tulisan mereka. Bila ada kegetiran dalam tulisan mereka, niscaya itu ekspresi kegetiran hati mereka.

Sebagai pembaca (penulis pun membaca karya orang lain), kita punya kesempatan untuk mengenal beragam pengetahuan dan pengalaman. Membaca beragam karya membuat kita akrab dengan beragam tafsir terhadap fenomena, peristiwa, atau sosok tertentu. Ada puluhan buku tentang pembunuhan John F. Kennedy, atau peristiwa 1965, dengan beragam tafsirnya. Mungkin kita bingung, tapi bila berpikir positif, setidaknya horison pikiran kita semakin luas karena melihat peristiwa itu dari berbagai sudut pandang. Tiap-tiap penulis mengajukan argumen dengan berbekal data dan pemahaman mereka.

Membaca karya fiksi dari beragam penulis juga menambah kekayaan pemahaman kita terhadap dunia dan kehidupan. Membaca karya Haruki Murakami, Merlon James, Budi Darma, Veronica Roth, atau J.K. Rowling membuat kita bersentuhan dengan sisi-sisi kehidupan yang berbeda-beda. Membaca karya Franz Kafka, kita mungkin merasa alangkah absurd hidup ini. Betapa kaya, betapa berwarna.

Bahkan, membaca juga mengasah kepekaan hati dan nalar kita. Di jagat fiksi, kita diajak penulis untuk menyusuri tempat, peristiwa, suasana yang berbeda-beda dengan karakter yang berlainan rupa. Kita bersentuhan dengan emosi, ketegangan, kesedihan, kegetiran, maupun ketika hati seperti terbang karena rasa senang—pengalaman semacam ini tidak selalu kita dapatkan di dalam karya non-fiksi.

Namun karya historis yang ditulis oleh orang yang terlibat di dalamnya kerap memberi kekayaan tambahan. Penulis ini tak akan berhenti hanya menafsirkan data, tetapi juga mengekspresikan suasana: suasana hati, ketegangan politik, kegeraman sosial, dan banyak lagi. Pengungkapan yang hidup membuat kita sebagai pembaca lebih mampu menangkap suasana zaman yang sudah berlalu. Membaca biografi Malcolm-X, kita dapat merasakan kepahitan hidup sebagai manusia berkulit hitam yang tinggal di Amerika.

Semakin banyak membaca niscaya semakin peka. Sebagian orang dapat dengan cepat menemukan ‘kimiawi’ dengan teks yang ia baca—terkoneksi dengan segera. Sementara itu, yang lain mungkin tak kunjung merasakan tarikan sebuah buku meski ia telah bersusah-payah mencoba menikmati pembacaan itu. Ya, terkadang, sebagai pembaca kita memang tidak memahami sepenuhnya apa yang tertulis, tapi kita dapat menikmati ‘sesuatu’ darinya. (sumber foto: youthareawesome.com) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu