x

Iklan

Santi Harahap

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

'Belok Kiri.Fest', Komunis di Balik Pancasila

Ada apa dibalik acara BelokKiri.Fest? Kebebasan berpendapat dimanfaatkan kelompok-kelompok tertentu untuk menumbuhkan kembali paham Komunis di Indonesia

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Era reformasi sekarang ini banyak dimanfaatkan oleh kelompok maupun organisasi tertentu sebagai era kebebasan untuk menyuarakan pendapat atau kritik, akan tetapi kebebasan tersebut banyak dimanfaatkan untuk membuat kerusuhan dan kekacauan di negara ini. Berbagai macam ketidakpuasan terhadap pemerintahan selalu diutarakan, baik melalui media maupun secara orasi. Baru-baru ini muncul kegiatan mengkritisi pemerintahan Indonesia dengan mengungkit-ungkit peristiwa masa lalu yakni isu komunis. Berbagai aktivis lintas seni menyelenggarakan festival seni bertajuk ''Belok Kiri Fest". Acara ini diramaikan dengan berbagai agenda, mulai dari workshop komik, pemutaran film, pentas musik, hingga diskusi dengan berbagai tema.

Belok Kiri Fest merupakan bentuk perjuangan Komunis Gaya Baru karena mengarah pada kebangkitan ideologi komunis. Dapat dilihat dari pernyataan Dolorosa Sinaga, Ketua Penyelenggara Belok Kiri Fest kepada salah satu media sebelum penyelenggaraan acara yang mengungkapkan, "Kami semua berkumpul bersama teman-teman kritis menyelenggarakan ini untuk membongkar, menyoal propaganda orde baru. Ini bukan membuka luka lama, ada banyak warisan otoriter yang bisa kau lihat sekarang, dampaknya kekerasan budaya. Itu yang mesti di selesaikan.'' Pernyataan ini langsung memicu emosi berbagai elemen masyarakat. Sedikitnya tujuh elemen mahasiswa dan pemuda yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Cinta Bangsa (GPCB) menolak kegiatan berhaluan komunis tersebut, diantaranya Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), Front Aktivis Jakarta (Froaja), Lembaga Bantuan Hukum Duta, Korps Mahasiswa GPII, Korps Brigade PII, Himpunan Mahasiswa Lombok Jakarta (HIMALO) dan Pemuda Cinta Tanah Air (Pecat). Koordinator Presedium GPCB, Ujang Rizwansyah mengatakan, pihaknya menolak Festival Belok Kiri Fest karena Indonesia adalah negara yang penuh dengan luka sejarah. Beragam model sejarah telah dialami Indonesia baik sejarah yang menumpahkan darah bangsa Indonesia melawan imperialisme maupun pertumpahan darah antar sesama anak bangsa.

Berbagai kecaman dari banyak pihak tidak menyurutkan nyali kelompok ini, bahkan didukung dan difasilitasi oleh Hilmar Farid (Direktur Jenderal Kebudayaan RI) dan Rizal Ramli (Menko Kemaritiman). Mereka berniat akan memberikan sambutan dalam acara pembukaan. Sangat disayangkan sekali, setingkat pejabat pemerintahan malah mendukung kegiatan yang dapat menghancurkan keutuhan negara. Masih adakah Jiwa Nasionalisme dalam diri mereka?? Jika mereka paham sejarah, mengerti hukum, dan mengingat tugas serta tanggung jawab sebagai seorang yang dipercaya di Pemerintahan, tentu keduanya pasti dengan tegas menolak. Apakah yang mereka pikirkan mengenai kegiatan yang bertentangan dengan ideologi Pancasila?? Masyarakat pasti berpandangan bahwa mereka mempunyai kepentingan tertentu dan tidak layak duduk di kursi pemerintahan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada tanggal 27 Februari 2016, Belok Kiri Fest ini tetap berjalan meskipun berpindah tempat ke Kantor YLBHI, dari rencananya di Taman Ismail Marzuki (TIM) dikarenakan tidak mendapat izin dari pihak Kepolisian. Acara ini diawali dengan orasi menggugat rezim Orde Baru karena melarang PKI dan kemudian menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan irama Rock dan Reggae. Lebih jelasnya lagi, rekaman video Belok Kiri Fest dapat dilihat di ''youtube''. Kita dapat menyaksikan bahwa hal tersebut sangat jelas melecehkan bangsa Indonesia. Lagu Indonesia Raya yang seharusnya dinyanyikan dengan berdiri dan sikap hormat, akan tetapi kelompok ini menyanyikan menyimpang dari aturan, yaitu dinyanyikan dengan irama rock dan reggae, suasana hura-hura, dan mengubah beberapa kata. Sangat tidak pantas kelompok yang terdiri dari orang-orang berpendidikan tinggi namun semangat nasionalismenya tidak ada. Lagu Indonesia Raya merupakan manifestasi kebudayaan yang berakar pada sejarah perjuangan bangsa, sedangkan Pancasila adalah ideologi dasar negara Indonesia. Keduanya merupakan satu kesatuan yang mempunyai nilai perjuangan dan identitas bangsa. Aneh sekali jika kelompok berpandangan Kiri masih menyanyikan lagu kebangsaan, akan tetapi seenaknya sendiri. Banyak kelompok, organisasi dan masyarakat, khususnya dari generasi muda menolak dan mengecam kegiatan tersebut, karena apa yang dilakukan itu juga sama saja mengadu domba antar anak bangsa dan menghina seluruh warga Indonesia. Seharusnya aparat kepolisian saat itu dapat mengambil tindakan yang tegas berupa penangkapan ataupun pembubaran paksa terhadap penyelenggaraan kegiatan tersebut, mengingat tidak adanya ijin kegiatan dari pihak kepolisian baik itu dari TIM maupun kantor YLBHI. Inilah bukti bahwa pihak kepolisian kurang tegas jika dihadapkan dengan kelompok-kelompok intelektual yang secara jelas sebenarnya telah melanggar hukum.

Acara Belok Kiri Fest dan berbagai bentuk kegiatannya sudah jelas melanggar hukum yang telah ditetapkan dalam TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966, yaitu larangan penyebaran paham komunis di Indonesia. Tidak cukup disitu saja, Undang-Undang RI No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan juga telah dilanggar. Kelompok ini seharusnya dibubarkan dan Ketua maupun panitia acara ini dapat dijerat sesuai hukum yang berlaku. Langkah hukum harus diambil oleh pemerintah untuk mencegah agar kelompok-kelompok yang berusaha membangkitkan kembali ideologi komunis tidak semakin nekat. Ancaman komunis gaya baru saat ini benar-benar pandai memanfaatkan era reformasi menjadi moment pergerakan mereka. Kelompok yang berusaha membangkitkan sejarah Gerakan Kiri ini berargumen bahwa kebebasan demokrasi sekarang merupakan hak warga negara. Meskipun ada kebebasan dalam mengemukakan pendapat dan berkreasi, perlu dipahami bahwa Indonesia adalah Negara Hukum dan terdapat aturan serta sanksi yang membatasi. Jika reformasi semakin kebablasan maka kehancuran bangsa tinggal menunggu waktu. Pemerintah, aparat-aparat terkait, dan masyarakat harus bekerja sama memberantas ideologi komunis dan pengikutnya agar tetap tegaknya NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Ikuti tulisan menarik Santi Harahap lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler