x

Ilustrasi pemeriksaan telinga. shutterstock.com

Iklan

nurfahmi magid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Celoteh Hang Hing - Hung: Manusia Itu Mahluk Sendirian

Manusia adalah mahluk sosial, begitu teori yang dipahami selama ini. Tapi bagi Hang Hing dan sahabat karibnya, Hung, Manusia adalah mahluk sendirian.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hari ini Hang Hing tampak muram. Wajahnya mendadak serius seolah Ia sedang kehilangan sesuatu. Padahal Lebaran sudah di depan mata. Penduduk kota ini pun mulai bersuka cita, sibuk berbelanja di mall-mall, mereka melakukan persiapan perayaan Lebaran, sesuatu yang wajib disambut bak kemenangan sebuah peperangan.   

Tapi entah, Hang Hing memilih untuk duduk diam di kamar. Sejak habis sahur, sholat subuh, kemudian Ia lanjut sholat Duha, masuk dzuhur. Bahkan sampai sore Hang Hing tak juga menampakkan batang hidungnya.  

Hung sahabat karibnya yang juga indekos bareng mulai merasa ada yang aneh. Bagaimana tidak, Hang Hing yang dikenal periang, tak kenal waktu, hobbi begadang, jagoan nongkrong, mendadak menampakkan gelagat aneh: mengurung diri.   

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Hing, ente gak sakit kan? Buka pintunya! seharian ente gak keluar, apa bertelur di dalam?" teriak Hung sambil memukul-mukul pintu kayu itu.   

"Gak lah, aku gak sakit bro, cuma sedang memikirkan apa yang mungkin patut dipikirkan saja" jawab Hang Hing lirih sambil membuka pintunya.  

"Bukankah menyendiri itu baik, kenapa harus khawatir lihat orang yang menyendiri? Nabi saja pernah mengasingkan dirinya, menjauhkan hidupnya dari hiruk pikuk dunia, Ia mengasingkan dirinya di Gua, sebelum menyempurnakan cahaya yang menjadi penerang kita-kita," jawab Hang Hing membela diri.  

Iya, tapi apa yang mengganggu pikiranmu kawan? apa ada masalah? lebaran sudah tinggal dua hari lagi. Tak patut pasang muka sedih! pikiranmu pun aneh, bicara kesendirian sampai nabi. Lebaran itu sudah dekat, cerita soal THR kek yang enak-enak gitu loh!.  

Hang Hing mengkerutkan dahinya. Ia memandang ke wajah Hung. Kali ini, Ia merasa harus menyampaikan pandangan baru hasil ritual mengurung diri di kamar sepetak itu.   

"Gak lah Hung, Aku itu cuma ingin sendiri, bukankah awal dan akhir hidup itu dimulai dari kesendirian? kita awali hidup ini dengan sendiri di dalam rahim ibu, kemudian kita akhiri dengan sendirian di dalam liang kubur. Kita mempertanggungjawabkan apa yang kita buat sendiri di depan Tuhan, kita menikmati sendiri hasil kebaikan-kebaikan kita sendiri kelak dari Tuhan, begitu juga sebaliknya. Semua serba sendiri. Dan memang manusia adalah mahluk sendirian"   

Wah-wah, jadi seharian ente mengurung diri hanya untuk mencari tahu kata sendiri? menghubungkan kesendirian dengan kehidupan? gitu? Hang Hing sahabatku, teori sosial mana yang setuju dengan pendapat seperti itu? Kalau ente jadi guru sosiologi dan pendapat itu digunakan, wah, ku jamin deh, murid-murid ente bakal jadi manusia paling egois.   

Dalam teori sosiologi sejak orang mulai sadar dan melakukan pengamatan pada pola hidup manusia, semua pakar setuju bahwa manusia itu mahluk sosial. Ente boleh sendiri di rahim ibu, tapi selanjutnya ente butuh pertolongan ibu. Ente menyusui, belajar jalan, belajar bicara, ente perlu orang lain. Bukan seperti Nabi Isa waktu bayi yang fasih bicara tanpa perlu belajar pada siapapun. Bahkan untuk mengantar kesendirian ente di liang kubur juga membutuhkan orang lain. Artinya fase sendiri dan fase "butuh orang lain" itu menjadi satu paket yang semestinya diberikan porsi yang tepat. Atau lebih enaknya manusia itu mahluk sosial sekaligus mahluk sendirian.   

"Tapi aku gak nyalahin ente kalau berpendapat begitu, dalam pandangan tauhid, memang manusia itu sendirian," tutup Hung menenangkan.  

"Ya maksudku itu!"  

 "Bukankah tauhid sendiri adalah penyatuan, dan hasil dari penyatuan itu satu, sendirian?" 

Tidak tidak, menyatu itu tidak sendiri. Satu dengan sendiri adalah dua hal yang berbeda. Dirimu dan objek lain tetap adalah dua hal yang berbeda. Indonesia itu bersatu, Indonesia tidak sendirian setelah bersatu. Satu dan sendiri tidak bisa dimaknai sama. Bahkan dalam hal teologi sekalipun. Antara Tuhan dan Mahluk tidak bisa sama.

Arent pernah menulis, bahwa kesendirian itu adalah hal yang sakral. Tiap manusia memiliki sisi "sendiri" dalam hidupnya. Yang tidak seorang pun tahu, tentu ente pernah bergumam dalam hati, menanam prasangka terhadap apa yang dilihat, menilai tanpa ucapan. Saat itulah ente memainkan peran dalam kesendirian. Padahal secara jasadi, ente sedang berada di kerumunan manusia.  

"Kesendirian adalah kedalaman. Kesendirian mendekatkan manusia pada hal-hal di luar batas-batas kemampuanya"  

"Kalau itu aku setuju Hing!"   

"Ya kan kita sedang diskusi? meskipun mungkin jiwaku masih melayang sendiri merenungi apa yang kita bicarakan tadi"  

"Sudahlah, mending keluar, ke mall beli baju buat lebaran  nanti, kan katanya hukumnya sunnah pakai pakaian bagus saat lebaran, jadi belilah yang baru kan bajumu lusut semua!"  

"Nah tuh, Hung, ente mulai gak konsisten, kan tempo hari kita sepakat, bahwa nilai suatu benda itu tidak tergantung bendanya. Apakah Ia baru atau lama, tidak ada hubungannya dengan itu. Bukankah yang perlu dibangun adalah cara pandang kita, biarpun bajuku lama, tapi cara pandangku Insyaallah baru!, jadi aku gk butuh baju baru, karena bajuku sudah baru imbas dari cara pandangku yang baru terhadapnya!"  

"lantaklah Hing!" jawab Hung kentus.

Ikuti tulisan menarik nurfahmi magid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu