x

Iklan

Abdul Munir A.S

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Agus Vs Ahok, Persis Davidh Melawan Goliath

Dalam drama politik Pilkada DKI, Ahok adalah pelakon yang tepat mewakili karakter raja Jalut.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Setidak-tidaknya benar, bahwa pilkada DKI adalah sebuah reka ulang kisah ribuan tahun silam tentang kaum Bani Israil dalam epos Davidh yang muda belia Melawan raja Jalut alias Goliath yang pongah dan lalim sebagaimana yang dikisahkan dalam Bible. Lantas kemudian Jalut terkapar berbalut kehinaan. Kecongkakan Jalut luruh oleh keteduhan dan kesahajaan Davidh.

Kalau lah kisah ribuan tahun silam ini kita hidupkan kembali dalam narasi yang persis, maka Pilkada DKI adalah drama dengan ontologi kisah yang serupa "Ketika Davidh alias Daud Melawan Jalut."

Dalam drama politik Pilkada DKI, Ahok adalah pelakon yang tepat mewakili karakter raja Jalut. Tabiat politik yang pongah, arogan dan diktator pada Ahok, 100 persen mewakili watak tokoh yang dilakoninya; Jalut. Maka tarulah ketika munculnya Agus Harimurti Yudhoyono dengan karakter dan sosoknya, ditahbiskan mewakili tokoh Davidh yang tenang, muda dan berani. Di tangan David yang belia itulah Tirani Jalut diakhiri. Ditangan Davidh lah kepala Goliath yang congkak itu tersungkur ke tanah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seturut itu, kisah epos Davidh ini, segerah mengakhiri ramalan kita, bahwa kelak Jalut yang lalim akan roboh dan terjungkal. Davidh yang muda dan tenang, mengakhiri Goliath Tjahaja Purnama yang congkak itu. Dan tentu Jalut-Jalut pengembang yang ada di belakangnya.

 

Goliath Jakarta

Tiga tahun Ahok memimpin Jakarta, kehidupan demokrasi kita seperti momok menakutkan. Ahok yang saban hari muncul di layar kaca dan mengisi kepala berita surat kabar, membikin politik seperti ruang sempit yang menggerahkan. Tak cuma cecongor yang kotor dan sering memuntahkan kata-kata tak beradab, tapi juga prilaku kekuasaannya yang banal.

Tragisnya, media-media yang konon katanya memperjuangkan demokrasi, turut melicinkan banalisme Ahok atas nama pembangunan. Pembangunan yang mana? Pembangunan yang punya prospek kemanusiaankah? Atau pembangunan atas nama kepentingan pengembang? Pembangunan yang melelehkan air mata rakyat kecil yang tergusur karenanya?

Dus selama tiga tahun Ahok memimpin Jakarta, yang kita saksikan adalah parodi kekejaman terhadap warga Jakarta. Tiga tahun adalah waktu yang cukup, memperlihatkan pada kita tentang drama Goliath yang congkak dengan kekuasaan yang digenggamnya.

Orang-orang kecil itu digusurnya; mereka terusir dari tempat lahir dan beranak-pinak. Orang-orang lemah itu dibikin panik di bawah ancaman bedil dan sepatu serdadu. Warga tergusur itu pergi sembari melelehkan air mata ke tanah tempat tali pusar mereka ditanam. Di layar kaca, dengan telunjuknya; Ahok mengayun-ayun tanpa belas mempertontonkan kekuasaannya pada rakyat kecil yang digusur. Tiga tahun adalah waktu yang cukup bagi kita untuk menakar sisi kemanusiaan Ahok. ***

Ikuti tulisan menarik Abdul Munir A.S lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler