Penulis Indonesiana
Artikel
Pengikut
Meminjam konsep multisemesta (multiverse) dalam komik DC, bisa dibayangkan bahwa kondisi Indonesia kini tak tunggal melainkan jamak. Di bumi yang lain, mungkin tidak pernah ada seorang presiden Republik Indonesia bernama Joko WIdodo.
Demokrasi memberi ruang besar bagi mereka yang kalah juga yang menang. Bagi yang kalah, mereka diberi tak sekadar ruang melainkan juga waktu untuk merebut kembali kemenangan.
Terpilihnya Trump bukan sesuatu yang mengejutkan. Terutama dalam jagat cerita fiksi, juga faktor populisme yang bisa menyesatkan.
Mudik. Ikhtiar kembali ke masa lalu. Meski meraihnya, pemudik harus menguji nyalinya di jalan yang tak bersahabat dan kampung halaman yang tak lagi elok.
Menjelang Pilkada DKI, siapa pun gubernurnya, nama Ali Sadikin akan selalu membayangi.....
Konon Indonesia ini bangsa pelupa. Di sinilah ironinya. Sudah pelupa, rekam jejak kita terbilang buruk dalam mengarsipkan sejarah.
Ini sebuah kisah tentang NKRI. ‘Negeri Kepo Ribet Isinya’, begitu kepanjangannya. Tak habis-habis kisah negeri ini. Dari Babi Panggang Karo hingga Vihara.
Belakangan, kita akrab kembali dengan kosakata provokasi dan provokator. Tulisan ini coba menelaah dengan meminjam karakter antagonis, Zemo dan Talia.
Banyak yang luput di mata kita tentang Jakarta. Seno Gumira dalam kumpulan tulisannya tentang ibukota mencatat dengan apik. Tentang kota dan manusianya.
Mantan. Kosakata yang bisa jadi menghantui hidup. Atau, justru ditinggalkan jauh-jauh karena kita ingin terus melangkah tanpa harus menengok ke belakang.
Tentang simbol palu arit di salah satu ikon komik dunia dan kapitalisme: Superman
Mengenang kembali legenda lawak Indonesia. Mereka meninggalkan lelucon cerdas dan kritik sosial. Terus bergenerasi hingga hari ini.
Nagabonar, tokoh rekaan Asrul Sani, punya pesan kuat bagi militer hari ini. Jenderal abal-abal itu adalah pribadi penuh inspirasi dan menarik untuk digali.
Apa kabar superhero lokal hari ini?
Seperti apa perjalanan idealisme pemuda kita. Ahmad Dhani adalah satu cerita yang menarik.
Manusia yang bernapas di muka bumi mungkin sepakat satu hal: kematian dan usia adalah misteri. Sebagian dari kita seolah lebih pintar dari Tuhan.
Bangsa ini memang tidak bersahabat dengan buku. Tak hanya tingkat literasi yang memprihatinkan. Lebih dari itu, buku-buku tertentu dianggap teror.
Mampus Kau Dikoyak-koyak Asa! Begitu bunyi yang mirip dengan sajak ‘Sia-Sia’ Chairil Anwar. Kalimat itu mencerminkan kecewa pada realitas politik hari ini.
(Catatan kecil tentang Soe Hok Gie dan Ahok)
Setelah referendum Brexit, membaca kembali V for Vendetta-nya Alan Moore, bisa mengajak kita membayangkan hari-hari ke depan.Pilihannya, suram atau cerah.