Multisemesta Bernama Indonesia
Selasa, 21 Mei 2019 21:24 WIBMeminjam konsep multisemesta (multiverse) dalam komik DC, bisa dibayangkan bahwa kondisi Indonesia kini tak tunggal melainkan jamak. Di bumi yang lain, mungkin tidak pernah ada seorang presiden Republik Indonesia bernama Joko WIdodo.
Multisemesta Bernama Indonesia
Dunia paralel adalah tema yang sama menariknya dengan penjelajahan waktu. Dalam dunia komik, dikenal istilah multiverse, yang pertama kali dipopulerkan oleh DC Comics. The Flash alias Barry Allen, pahlawan super berkecepatan cahaya itu, berlari hingga menciptakan ruang bernama bumi kedua. Di sana, Batman bukanlah Bruce Wayne melainkan Thomas Wayne –Ayah Bruce. Di dunia paralel itu pula, Nora Allen, ibunda Barry masih hidup. Namun, dunia tak seindah keinginan Barry. Perang besar terjadi antara kaum Amazon yang dipimpin Wonder Woman melawan kaum Atlantis-nya Aquaman. Manusia daratan terhimpit dan mencoba bertahan hidup.
Jika dunia paralel itu kita imajinasikan dalam ruang politik bernama Indonesia kontemporer, mungkin begini deskripsinya...
Semesta Indonesia Kedua
Pada 2012, walikota Solo Joko Widodo berhasil mengalahkan Gubernur DKI Petahana Fauzi Bowo dalam putaran kedua Pilkada DKI. Disokong oleh Pendiri Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Sukarnoputri, koalisi kecil ini mampu mengalahkan koalisi besar pendukung Foke, sapaan populer Fauzi Bowo.
Didera isu SARA karena berpasangan dengan mantan Bupati Belitung Timur yang berdarah Tionghoa, Basuki Tjahja Purnama, Jokowi mampu menang dengan meyakinkan. Pasangan Jokowi dan Ahok berjanji akan menjalankan amanah sebagai pemimpin ibukota, dengan membenahi birokrasi hingga menata ruang ibukota. Banjir dan kemacetan adalah masalah utama yang harus diurai.
Keduanya mendukung penuh pencalonan Prabowo Subianto sebagai calon presiden RI ketujuh. Nama Prabowo mencuat di berbagai survei, nyaris tanpa ada tandingan. Hanya Jokowi yang popularitasnya mampu menyaingi Prabowo. Namun, berbagai godaan agar Jokowi mau maju dalam pencalonan presiden ditepisnya. “Saya mau mengurus Jakarta dulu,” ujarnya.
Prabowo boleh berlega hati. Tak ada lawan yang sepadan dengannya. Jika ada, kekuatan itu datang dari Partai Demokrat yang sedang menggelar konvensi. Dahlan Iskan, pengusaha media sekaligus menteri negara BUMN, keluar sebagai pemenang. Dahlan mungkin menjadi lawan Prabowo di Pilpres 2014.
Namun, publik terlanjur kecewa dengan Partai Demokrat sebagai penguasa. Kader-kader terbaiknya masuk bui akibat korupsi. SBY tak kuasa mengintervensi KPK. Sementara Prabowo dan Gerindranya mampu mencitrakan diri sebagai partai yang bersih. Alhasil, Pilpres pun mampu menggiring simpati publik pada Prabowo –terlepas dari rekam jejaknya di masa lampau. Publik mudah lupa dan tak peduli. Ditambah, mereka rindu (daripada) Suharto.
Semesta Indonesia Ketiga
Karier politik Joko Widodo tamat sudah. Setelah menanggalkan jabatan sebagai gubernur DKI, ia pun gagal dalam Pilpres 2014 melawan mantan pengusungnya di Pilkada DKI, Prabowo Subianto. Kuwalat, kata banyak orang. Kacang lupa pada kulitnya, kata pepatah. Mau dikata apa lagi?
Karier mantan walikota Solo dalam perpolitikan nasional hanya seumur jagung. Jokowi dipastikan pulang kampung. Sementara jabatan gubernur jatuh ke tangan kader Gerindra, Basuki Tjahja Purnama. Kekalahan ini sangatlah menyakitkan bagi PDI Perjuangan. Partai berlambang banteng ini tidak hanya gagal menjadi partai penguasa pada pemilu 2014, namun juga kehilangan kursi strategis gubernur DKI.
Jokowi memang menerima hasil Pemilu dengan besar hati dan mengucapkan selamat kepada Prabowo. Dalam sebuah pertemuan yang hangat di Hambalang, kediaman Prabowo, Jokowi menyampaikan salam perpisahan untuk kembali ke Solo dan kembali mengelola usahanya.
Prabowo meminta kepada Jokowi untuk siap dipanggil kembali kapan saja jika negara membutuhkannya. Merespons permintaan presiden ketujuh itu, Jokowi hanya tersenyum. Ia pun kembali ke Solo menggunakan mobil Esemka –kendaraan yang ditungganinya sewaktu menuju ibukota pada 2012 lalu.
Prabowo menjadi presiden ketujuh Republik Indonesia. Ia menjemput takdirnya setelah menjalani jalan terjal demokrasi...
Semesta Indonesia Keempat
Pada akhir 2019, pemilihan langsung dianggap menghabiskan anggaran negara. Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa pada Pemilihan Langsung mendatangkan banyak mudarat. Parlemen pun sepakat untuk merevisi UU Pemilu dan mengembalikan proses pemilihan presiden ke MPR. Ditambah, tak ada lagi pembatasan masa jabatan karena 10 tahun terlalu singkat bagi pelaksanaan rencana jangka panjang pembangunan.
Kalangan masyarakat sipil memprotes keras rencana ini. Demo besar-besaran terjadi di berbagai kota besar di Indonesia. Sejumlah aktivis ditangkap karena memprovokasi dan menyulut aksi. Presiden Prabowo akan menindak tegas siapa pun yang inkonstitusional. Sejumlah nama seperti Amien Rais, Eggi Sujana, dan Ratna Sarumpaet ikut diamankan karena dituduh makar. Sejumlah tokoh seperti Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati Sukarnoputri, dan Jusuf Kalla melakukan pertemuan di kediaman SBY, Cikeas, untuk mengeluarkan pernyataan keprihatinan atas kondisi perpolitikan negeri belakangan ini. Di pihak lain, Ijtima Ulama digelar untuk menyatakan dukungan penuh kepada Presiden Prabowo Subianto.
Sejumlah besar Kedutaan Besar negara sahabat telah mengeluarkan peringatan kepada warganya untuk membatasi ruang gerak di area publik selama beberapa hari ke depan hingga demonstrasi mereda.
Namun, proses legislasi terus berjalan. Palu telah diketuk dan disepakati: tak ada lagi pemilihan langsung. Presiden Prabowo terpilih untuk periode ketiga setelah diberi mandat oleh MPR.
Semesta Indonesia Pertama
Semesta yang menjadi realitas kita hari ini. Banyak-banyaklah bersyukur. Sekian.
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Multisemesta Bernama Indonesia
Selasa, 21 Mei 2019 21:24 WIBMemaknai Kekalahan dalam Demokrasi
Senin, 20 Mei 2019 14:28 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler