x

Iklan

Amirudin Mahmud

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menyambut Tahun Baru

Malam tahun baruan sah dilakukan. Hanya jangan hanya sekadar berkumpul, meniup trompet, menyalahkan kembang api dan menyulut petasan. Harus lebih dari itu.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Perayaan tahun baru mencapai puncaknya Sabtu malam lalu. Masyarakat dunia menyambut pergantian tahun dengan meniup trompet, menyalakan kembang api juga menyulut petasan. Ribuan manusia berkumpul di berbagai titik kota-kota besar dunia. Di sejumlah kota besar seperti Edinburgh,  Sydney, Toronto, Tokyo, Moskwa,  London, Berlin, Rio de Janeiro,  Paris, dan New York City, malam tahun baru dirayakan dengan pesta bersama secara besar-besaran di lapangan terbuka. Berkumpul  guna menanti detik-detik pergantian tahun.  Tradisi pergantian tahun menjadi budaya semua bangsa di dunia. Semua merayakan. Bagi mereka malam tahun baru adalah moment penting yang kudu disaksikan dan dirayakan.

Demikian di tanah air, malam tahun baru dirayakan oleh yang muda, dewasa bahkan anak-anak. Kota besar seperti Jakarta, Medan, Surabaya, Semarang, Bali, Palembang dan lainnya menyelenggarakan pesta, menyambut datangnya tahun baru. Timbul tanya, apa tujuan perayaan tersebut? Sekadar berkumpul? Hanya hura-hura belaka? Atau ada tujuan lain yang lebih bersifat positif.

Untuk menjawab lebih jauh, perlu dipahami terlebih dahulu,  apa malam tahun baru itu? Dalam Wikipidia Bahasa Indonesia, malam tahun baru  adalah petang hingga malam hari tanggal 31 Desember yang merupakan hari terakhir dalam tahun kalender Gregorian, sehari sebelum Tahun Baru. Dalam kebudayaan Barat, malam tahun baru dirayakan dengan pesta-pesta dan acara berkumpul bersama kerabat, teman, atau keluarga menanti saat pergantian tahun.

Secara sepintas, tujuan perayaan tahun baru adalah menyaksikan detik-detik pergantian tahun. Meninggalkan tahun yang ada menuju tahun yang akan datang. Melepas 2016, menyambut 2017. Begitu kira-kira. Tapi apa sebatas itu? Tak ada makna lain? Tidak. Tentu ada arti lain bagi mereka yang memilki pemikiran lebih jauh dalam memahami, memknai setiap sesuatu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Memaknai tahun baru

Menurut hemat saya, tahun baru   dimaknai sebagai, pertama, bertambahnya usia. Seiring bergantinya tahun, sejatinya umur kita bertambah. Bertambahnya usia idealnya mematangkan kedewasaan baik dalam berpikir maupun bertindak. Cara berpikir, bertindak mestinya mencerminkan usia. Karenanya, hidup selayaknya dimaknai sebagai proses pembelajaran. Manusia harus pandai memetik pelajaran dari pembelajaran tersebut. Sehingga akan memperbaiki kehidupan mereka. Di sisi lain, bertambahnya usia berarti berkurangya waktu hidup. Sebab itu, jangan pernah menyia-nyiakan hidup. Isilah kehidupan dengan sesuatu yang lebih bermakna.

Kedua, momentum evaluasi diri. Perayaan tahun baru mengingatkan apa yang telah diperbuat. Maka,  mengevaluasi diri sepantasnya dilakukan. Mengevaluasi artinya menyadari segala kekurangan. Tahun ini harus lebih baik dari tahun sebelumnya. Jika tahun ini sama dengan sebelumnya berarti merugi. Kemudian jika tahun ini lebih buruk dari tahun sebelumnya maka tidak hanya merugi, tapi celaka. Demikian, Sayidina Ali Bin Abi Thalib ra menguraikan soal evaluasi diri.

Mengevaluasi diri itu penting guna memperbaiki kehidupan. Dengan cara mengevaluasi diri kekurangan bisa diperbaiki di masa yang akan datang. Melalui evaluasi diri dapat diketahui apakah kita bisa mempergunakan waktu yang dianugrahkan atau tidak? Dalam Al Quran terdapat surat Al Ashri, yang berartikan masa atau waktu ashar. Allah bersumpah dengan menyebut waktu atau masa, bahwa manusia dalam kerugian. Dipahami, kerugian manusia disebabkan karena mereka tak mampu mengelola waktu secara baik dan benar.

Ketiga, menyusun program atau rencana. Hidup wajib direncanakan agar kehidupan sesuai dengan tujuan. Dalam Al Quran (QS.67:02) ditegaskan tujuan hidup untuk menguji, memilih siapa yang terbaik amal atau karyanya. Guna meraih karya terbaik (dalam bahasa Quran disebut ahsana amalan), hidup kudu diprogram, direncanakan. Kemudian menurut Rasulullah SAW sebaik-baik orang adalah yang paling bermanfaat bagi yang lain. Alasan ini menuntut hidup manusia agar bermanfaat bagi sesama.

Dan malam tahun baru dijadikan sebagai titik awal dalam putaran tahun. Maka susunlah rencana untuk tahun 2017 agar kehidupan lebih terarah. Hanya orang yang tidak berpikir logis yang tak melakukannya. Hidup mengalir, apa adanya bukan pilihan tepat. Salah kaprah namanya. Atau bentuk kepasrahan orang malas yang tak mau berusaha, bekerja. Hidup sangat singkat. Apa kita mau menyia-nyiakannya? Tentu tidak.

Menyusun rencana bermanfaat mempermudah mengantarkan pada kesuksesan, keberhasilan hidup. Memiliki rencana berarti hidup dengan alur yang telah ditentukan, diinginkan. Hidup pun menjadi jelas. Rencana hidup menentukan pilihan prioritas yang harus didahulukan. Dan dalam rencana juga dijelaskan kemampuan, bakat, kompetensi yang dimiliki oleh kita. Kemudian rencana pula memberi gambaran tantangan yang akan datang dengan memilih atau menentukan cara menghadapinya secara tepat.

Kempat, menabur optimisme, menjemput harapan. Setiap orang memiliki harapan dalam hidup. Harapan itu selayaknya disongsong. Harapan tak akan datang dengan sendirinya. Harus ada usaha. Kudu dengan kerja keras. Ikhtiar adalah prasyarat datangnya apa yang diharapkan. Menyambut harapan diperlukan rasa optimisme. Optimisme adalah keyakinan atas segala sesuatu dari segi yang baik dan menyenangkan dan sikap selalu mempunyai harapan baik dalam segala hal. Optimisme bercirikan memiliki keyakinan kuat, gembira, dan percaya diri akan hasil yang akan diraih di waktu mendatang.

Kelima, menghadirkan semangat baru. Tahun baru harus menghadirkan semangat baru dalam meraih apa yang dicita-citakan. Semangat hidup memang senantiasa dijaga. Jangan sampai melemah, melempem. Semangat baru tak muncul begitu saja. Semangat baru butuh rangsangan. Program hidup, harapan di masa mendatang merupakan faktor penting dalam memompah semangat. Rasanya sulit bisa hidup lebih semangat jika tak ada harapan.

Singkat kata, malam tahun baruan sah dilakukan. Hanya jangan hanya sekadar berkumpul, meniup trompet, menyalakan kembang api dan menyulut petasan. Harus lebih dari itu. Kita dituntut memaknainya lebih berarti lagi. Mengevaluasi diri, menyusun rencana, menabur optimisme dan harapan, serta membangun semangat baru. Tahun 2017 kudu menghadirkan semangat baru. Rencana baru. Optimisme baru. Kemudian harapan baru. Maka kesuksesan senantiasa menyertai.Akhirnya, selamat tahun baru 2017. Wa Allahu Alam

 

Ikuti tulisan menarik Amirudin Mahmud lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler