x

Iklan

marwan mas

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pentingnya Perwakilan KPK di Daerah

Saat ini, perwakilan KPK di daerah untuk menekan intesitas korupsi yang kian menggurita merupakan keniscayaan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pentingnya Perwakilan KPK di Daerah

Oleh Marwan Mas

Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Bosowa, Makassar

       Laju perilaku koruptif di pemerintahan daerah semakin tidak terbendung. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya kepala daerah (gubernur dan bupati/walikota) dan jajarannya yang ditangkap oleh penegak hukum. Berdasakan catatan saya sampai 31 Desember 2016, sebanyak 367 kepala daerah yang terjerat kasus korupsi (menambahkan catatan KPK yang disampaikan di TVOne 11/8/2016 bahwa 361 kepala daerah yang diproses kasus korupsi). Ada yang terjerat jaring operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK), ada juga yang ditangani kepolisian dan kejaksaan.

       Sepanjang 2016, KPK memproses 11 kepala daerah karena diduga melakukan korupsi. Agar pelaksanaan otonomi daerah tidak menyimpang dari tujuannya, terutama memicu lahirnya koruptor baru, pemerintah harus melakukan langkah progresif  melalui upaya pencegahan. Uang negara yang digunakan membiayai proyek infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan peningkatan kesejahteraan hidup rakyat di daerah harus dijaga dari intaian koruptor dan calon koruptor.  

       Sebetulnya tidak terlalu sulit melakukan pencegahan dan menelusuri perilaku koruptif yang terjadi di instansi pemerintahan ataupun daerah. Penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sejak perencanaan sampai pembahasan di DPRD bisa diawasi. Begitu pula pada pelayanan publik, apakah dilaksanakan sesuai prosedur yang digariskan, atau tersendat karena ada pembebanan berbagai tarif dan waktu pelayanan yang tidak transparan. Selain pengawasan terstruktur dari pemerintah dan aparat hukum, juga warga atau organisasi masyarakat dapat dilibatkan melakukan pengawasan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Harus Berani

       Adanya gagasan KPK untuk menempatkan perwakilan di provinsi patut diapresiasi akibat korupsi terus terjadi, meskipun tindakan tegas KPK melalui OTT dan penyidik kepolisian dan kejaksaan di daerah. Dasar hukumnya dapat dilihat pada Pasal 19 Ayat (2) UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) bahwa “KPK dapat membentuk perwakilan di daerah provinsi”. Untuk langkah pertama, KPK bisa memilih beberapa provinsi yang dinilai intensitas korupsinya cukup tinggi, atau potensi penyalahgunaan kewenangan dalam pemberian surat izin perusahaan tambang dan pengelolaan hutan.

       Memang gagasan itu menimbulkan pro-kontra, banyak yang menyambut baik tetapi ada juga yang tidak setuju. Para aktivis antikorupsi juga terbelah menyikapi rencana KPK. Cukup beragam alasan yang mengemuka, ada yang menilai memberatkan anggaran negara untuk membiayai operasional, ada juga yang berpandangan bisa membuat kepolisian dan kejaksaan di daerah merasa tersaingi. Malah ada yang meragukan integritas dan keberanian personil perwakilan KPK yang ditaruh di daerah.

       Alasan terakhir patut diapresiasi, sebab tidak mudah menemukan sosok yang betul-betul berintegritas dan berani mengungkap kasus korupsi pejabat di daerah. Tidak boleh berbeda dengan sikap dan keberanian KPK di Jakarta yang memiliki daya pukul kuat dan berani melawan jejaring korupsi yang tertanam kuat di berbagai institusi negara, terutama KPK periode-periode sebelumnya. Jika sosok perwakilan KPK hanya punya nyali seadanya, bukan tidak mungkin akan menjadi barang mainan pejabat di daerah.

       Kekhawatiran itu harus diantisipasi KPK, antara lain pada proses rekruitmen. Beragam syarat harus terpenuhi yang selama ini selalu digaungkan di ruang publik. Misalnya, berintegritas tinggi, profesional, dan tidak memiliki hubungan langsung atau tidak langsung dengan kekuasaan di daerah. Juga harus memiliki keberanian yang betul-betul berani karena tidak mempan oleh gertakan dan ancaman. Perwakilan KPK juga bekerjasama dengan Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan, dan Pembangunan Daerah (TP4D) yang mendampingi pemeritahan daerah dalam penyerapan anggaran.

Fokus Pencegahan

       Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dalam kampanyenya menegaskan, tidak akan setengah hati dalam memerangi perilaku korupsi. Presiden juga berjanji akan memperkuat KPK dan tidak membiarkan kewenangan KPK dipreteli. Kalau seperti itu konsepnya, maka kehadiran perwakilan KPK di provinsi tidak perlu lagi dipertentangkan dengan membenturkannya pada penghematan anggaran negara. Sebab uang negara yang dikorup malah jauh lebih besar ketimbang yang dipakai membiayai operasional KPK di daerah.

       Untuk mengawasi pegawai KPK di daerah, KPK punya Kode Etik yang memegang prinsip “zero toleran” atau tidak ada kesalahan sedikitpun yang boleh ditoleransi. Pelanggaran sekecil apapun sudah pasti dipecat, dan hal ini bisa menjadi garansi bagi personil perwakilan. Sedangkan tugas utama perwakilan KPK di daerah difokuskan pada “upaya pencegahan”, bukan melakukan penindakan berupa penyidikan dan penuntutan.

       Penindakan hanya dilakukan oleh pimpinan KPK bersama penyidik dan penuntut KPK. Implementasi upaya pencegahan antara lain melalui “monitoring” terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara, atau mengawasi perencanaan, pembahasan, dan pelaksanaan APBD. Juga memberikan pendampingan antikorupsi bagi pejabat daerah dan aparatur sipil negara (ASN) dalam membuat kebijakan untuk mencegah kemungkinan terjadi penyelewengan.

       Termasuk melakukan “koordinasi dan supervisi” terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan korupsi (Pasal 6 UU KPK). Misalnya, koordinasi dan supervisi dengan kepolisian dan kejaksaan di daerah dengan maksud untuk mengefektifkan sekaligus mempercepat proses penyidikan dan penuntutan. Apalagi kedua institusi konvensional itu memiliki jaringan sampai kecamatan (polsek). Perwakilan KPK di daerah memperkuat kepolisian dan kejaksaan dalam memerangi kejahatan luar biasa itu.

       Dalam kajian strategi pemberantasan korupsi, KPK tidak boleh jalan sendiri atau menjadi institusi dan aktor tunggal. Harus ada kerjasama yang sinergis dan berkesinambungan dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan, sekaligus membongkar beragam akal bulus para koruptor dan jaringannya.

       Korupsi melalui modus gratifikasi dan suap dalam mengeluarkan berbagai perizinan di daerah selama ini berjalan mulus. Mereka bersekongkol dengan pengusaha hitam, sehingga harus dicegah sejak awal, terlebih pada daerah yang korupsinya punya trend meningkat setiap tahun. Harus ada upaya tegas untuk menekan penyalahgunaan kewenangan yang ada dalam genggaman kepala daerah untuk memperkaya atau menguntungkan diri dan orang lain secara melawan hukum.

       Memasuki tahun 2017, pola pemberantasan korupsi perlu diformulasi lebih terencana dan sistematis agar Indonesia bebas dari korupsi, paling tidak menekan intensitasnya. Maka itu, upaya pencegahan dan penindakan dilakukan secara sinergis untuk mencegah terbentuknya talenta baru koruptor atau regenerasi koruptor. Rakyat ingin komitmen gubernur se-Indonesia di depan Presiden Jokowi tahun 2016 lalu yang akan menutup korupsi dalam pemerintahannya betul-betul dilaksanakan secara konsisten. Bahkan mereka mengaku siap dihukum mati jika terbukti menilap uang rakyat.(*)

Makassar, 28 Januari 2017

Ikuti tulisan menarik marwan mas lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB