GKIA Meminta Presiden Menolak RUU Pertembakuan
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBGKIA mendukung Presiden Jokowi untuk menolak Rancangan Undang-undang Pertembakauan. Koalisi ini menganggap RUU ini sebagai ancaman bagi bangsa Indonesia.
Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA) yang merupakan koalisi masyarakat sipil yang concern terhadap peningkatan status kesehatan ibu, anak dan remaja di Indonesia menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Pertembakauan. Koalisi ini mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo untuk tidak melanjutkan pembahasan RUU Pertembakauan.
Koalisi ini melihat RUU Pertembakauan akan mengancam upaya peningkatan kesehatan masayarakat terutama terkait kesehatan Ibu dan Anak. Konsumsi tembakau secara ilmiah sudah terbukti menyebabkan berbagai gangguan kesehatan serius kepada ibu hamil, perempuan dan anak-anak. Selain meminta presiden untuk menolak RUU Pertembakauan, koalisi ini juga menuntut komitmen negara untuk memperkuat upaya pengendalian tembakau dengan segera mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Berikut kami lampirkan secara lengkap surat terbuka dari Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak kepada Presiden Joko Widodo :
Surat Terbuka Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA) kepada Presiden Republik
Jakarta, 28 Februari 2017
No :014/GKIA/II/2017
Hal : Penolakan Atas RUU Pertembakauan
Yth.
Bapak Joko Widodo
Presiden Republik Indonesia
Dengan hormat,
Salam dan do’a teriring untuk Bapak Presiden Joko Widodo semoga senantiasa mendapatkan kesehatan, kelancaran, dan petunjuk dalam melaksanakan tugas dan pengabdian untuk Bangsa dan Negara.
Saat ini, kami memahami bahwa Dewan Perwakilan Rakyat sedang menjalankan tugas legislasinya untuk menyelesaikan beberapa Rancangan Undang-Undang (RUU) yang sudah disetujui dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015 – 2019. Salah satu RUU inisiatif DPR yang menjadi prioritas Prolegnas pada tahun 2017 adalah RUU Pertembakauan.
Perkenankan kami yang tergabung dalam Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA) menyampaikan pandangan dan pendapat terhadap RUU Pertembakauan untuk menjadi pertimbangan Bapak Presiden dalam pembahasan dengan Kementerian-kementerian terkait.
GKIA merupakan koalisi yang beranggotakan lebih dari 25 organisasi masyarakat sipil Indonesia yang memiliki kesamaan tujuan dalam memperjunagkan peningkatan status kesehatan ibu, anak dan remaja di Indonesia serta menjunjung tinggi semua prinsip-prinsip dalam konvensi hak azasi manusia, konvensi penghapusan kekerasan terhadap perempuan, dan konvensi hak anak.
Bapak Presiden yang kami hormati,
Produk tembakau, rokok, mengandung zat adiktif yang sifatnya beracun, mutagenic, dan karsinogenik dan dapat membahayakan kesehatan dan masa depan generasi muda Indonesia. Dalam berbagai literatur dan penelitian kesehatan, konsumsi rokok dapat menyebabkan stunting, keguguran, kematian mendadak pada bayi, bayi berat lahir rendah (BBLR) dan berbagai konsekuensi kesehatan lainnya.
Data tahun 2013 menunjukkan di Indonesia jumlah perokok laki-laki 66% atau 2 dari 3 laki-laki dewasa adalah perokok dan merupakan prevalensi perokok tertinggi di dunia (Tobacco Atlas, 2015). Sementara jumlah perokok perempuan 6,7% atau meningkat 5 kali lipat dari 1,7% tahun 1995. Perokok remaja usia 15-19 Tahun sangat tinggi yaitu sebesar 18,3 %. Sementara itu lebih dari 60% perokok telah memulai merokok saat mereka di bawah usia 19 tahun. Sementara pada tahun 2011, Global Adult Tobacco Survey (GATS) merilis bahwa di Indonesia ada setidaknya 133 juta orang terpapar asap rokok di rumah dan lebih dari 11 juta anak usia 0-4 tahun terpapar asap rokok.
Pengaturan produk tembakau seperti rokok melalui sebuah undang-undang yang bertujuan untuk mengatur produksinya sangat bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Bila disahkan, RUU Pertembakauan akan bertentangan dengan UU no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang menargetkan penurunan konsumsi rokok sebagai bentuk perlindungan kesehatan bagi masyarakat dan Keputusan Mahkamah Agung No. 16 P/HUM/2016 yang menerima gugatan masayarakat sipil untuk membatalkan Peta Jalan Industri Hasil Tembakau yang menargetkan produksi rokok hingga 542 miliar batang pada tahun 2020.
Meski didalilkan sebagai upaya komprehensif untuk mengatur industri dan komoditas tembakau, termasuk juga petani dan pengendalian produk tembakau, namun kami memandang artikulasi tujuan utama RUU Pertembakauan merupakan upaya proteksi terhadap industri rokok untuk meningkatkan produksi rokok dan memperlemah upaya pengendalian konsumsi rokok yang sudah ada selama ini. RUU ini akan meningkatkan produksi rokok (pasal 3), memperbolehkan penjualan rokok melalui mesin layan diri (pasal 47), mengembalikan peringatan kesehatan bergambar menjadi teks (pasal 50), mewajibkan penyediaan kawasan merokok (pasal 53-55) serta pasal 70 yang menyatakan seluruh pengaturan di undang-undang lain harus mengikuti undang-undang ini saat disahkan. Hal ini tentu bertentangan dengan upaya perlindungan kesehatan yang sudah dibangun sejauh ini.
Dalam jangka panjang, pengaturan ini justru akan merugikan Indonesia dan menempatkan kelompok masyarakat miskin, generasi muda, dan perempuan sebagai kelompok masyarakat yang paling rentan. Selayaknya pemerintah senantiasa mengedepankan pengendalian sangat ketat untuk konsumsi rokok sebagai perlindungan bagi kesehatan seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali.
Bapak Presiden yang kami hormati,
Di tengah pembahasan RUU Pertembakuan ini, kami mengingatkan kembali bahwa sejak Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) disahkan pada tahun 2003, kini Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia yang belum mengaksesi FCTC. Langkah Pemerintah Indonesia untuk segera menentukan sikap dalam mengaksesi FCTC akan menjadi bentuk komitmen atas perlindungan kesehatan masyarakat secara menyeluruh. Atas dasar hal-hal di atas, kami mohon kiranya Bapak Presiden Joko Widodo dapat mengambil langkah-langkah sebagai berikut :
- Kami meminta agar pembahasan RUU ini tidak dilanjutkan karena selain substansi RUU ini bertentangan dengan pengendalian konsumsi rokok namun juga sebagian substansi sudah dicover dalam berbagai peraturan lain seperti UU no. 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
- Memastikan bahwa RUU Pertembakauan tidak bersinggungan dengan perundang-undangan dan peraturan yang ada, seperti UU No. 39 Tahun 2019 tentang kesehatan, UU No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak, PP 109 tahun 2012 dan Peraturan Daerah terkait Kawasan Tanpa Rokok. Kami meminta agar pasal 3 a, pasal 47, pasal 50, pasal 53-55 serta pasal 70 dan pasal-pasal terkait dengan kesehatan dan upaya penekanan prevalensi perokok yang termuat dalam RUU Pertembakauan ini agar dapat dihilangkan. Sehingga RUU Pertembakauan tidak memberi celah sedikit pun untuk peningkatan produksi rokok dan memperlemah upaya pengendalian konsumsi rokok.
- Mengambil keputusan segera tanpa ragu untuk Pemerintah Indonesia mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) sebagai langkah memperkuat perlindungan negara terhadap kesehatan masyarakat.
Semoga Bapak Presiden dapat mempertimbangkan dan memenuhi harapan – harapan di atas sebagai salah satu upaya dalam melindungi Ibu dan anak dan kepentingan kesehatan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Demikian sumbangan pemikiran dan pandangan kami, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terimakasih
Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak,
dr. Supriyatiningsih, M.Kes.,Sp.OG
Koordinator Presidium GKIA
Sekretariat GKIA : Yayasan Sayangi Tunas Cilik Jl. Pedurenan Buntu No. 2A, Cilandak Jakarta Selatan Telp. (021) 782 4415 Email : [email protected] www.gkia.org
Kontak :
Deni W. Kurniawan : 081382392276
Siti Masyitah Rahma : 08128515316
Tentang GKIA :
Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA) adalah koalisi masyarakat sipil Indonesia yang anggotanya terdiri dari organisasi dan individu yang memiliki kesamaan tujuan dalam memperjuangkan peningkatan status kesehatan ibu, anak dan remaja di Indonesia, dan tunduk pada konvensi hak azasi manusia, konvensi penghapusan kekerasan terhadap perempuan, dan konvensi hak anak.
GKIA diluncurkan pada bulan Juni 2010 oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) Republik Indonesia sebagai bagian dari upaya masyarakat sipil untuk ikut berkontribusi dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) yang saat ini dilanjutkan dengan Sustainable Development Goals (SDGs).
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Dari Cilawu ke Chicago, Pengorbanan Kuliah Di Luar Negeri
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBNarkotika, Alkohol dan Rokok Ancaman SDGs
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler