x

Iklan

Tri Winarno

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Trump Mati Rasa

Donald Trump benar-benar mati rasa setelah memerintahkan pasukannya membom wilayah Suriah yang dicurigai sebagai tempat penyimpanan gas sarin.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tri Winarno

Peneliti Senior Bank Indonesia

Donald Trump benar-benar mati rasa setelah memerintahkan pasukannya membom wilayah Suriah yang dicurigai sebagai tempat penyimpanan gas sarin. Semakin menambah nyawa-nyawa tak berdosa melayang di bumi Suriah, dan derita warga suriah semakin tak terperikan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Terdapat ketidak-konsisestenan Donald Trump dalam merespon pemakaian gas sarin oleh Rezim Bashar al-Assad terhadap rakyatnya. Trump berdalih merasa tergerak 'nurani kemanusiannya' tatkala menyaksikan foto-foto anak-anak tak berdosa menggelepar di provinsi Idlib dibunuh menggunakan gas saraf.

Namun di lain pihak Trump sedang mengajukan usulan anggaran di konggres AS (Amerika Serikat) yang akan mengakibatkan penderitaan yang semakin dalam bagi penduduk di Idlib dan di belahan dunia lainnya. Yang memperlihatkan sifat munafik rezim Donald Trump.

Fakta-fakta kemunafikan

Ada beberapa fakta yang membuktikan bahwa Trump benar-benar 'munafikin'.

Pertama, Trump berupaya memangkas seluruh pendanaan ke PBB, suatu langkah yang akan mengkerdilkan sistem bantuan kemanusian global. Tahun lalu AS berkontribusi sekitar AS$ 10 milliar untuk membantu pengungsi, memberikan makan para pakir, melindungi HAM, memvaksin anak-anak serta upaya lain yang terkait dengan upaya perdamaian. Trump tidak hanya berkeinginan memangkas dana kemanusiaan tersebut sampai dengan 30%; dia juga berencana memotong atau bahkan mengeliminir program pemerintah AS dalam upaya mencegah kelaparan dan menghentikan bantuan lainnya di Idlib dan wilayah lainnya.

Bahkan pemangkasan anggaran dana kemanusiaan yang kelihatannya kecil akan berdampak besar terhadap upaya-upaya kemanusiaan. Misalnya, departemen luar negeri AS sedang menghapus dana bantuan darurat untuk migrasi dan pengungsi; dananya kecil namun sangat diperlukan untuk membantu menyediakan makanan darurat bagi pengungsi Suriah di Idlib yang terpaksa mengungsi akibat peperangan. Pada masa-masa lalu, dana tersebut sangat berguna mengatasi krisis kelaparan akibat peperangan yang terjadi diSudan selatan, Mali dan Côte d'Ivoire serta daerah-daerah lain.

Kedua, Trump berencana memotong anggaran untuk lembaga AS yang memberikan bantuan makanan yang terkait dengan program perdamaian. Selama ini bantuan tersebut telah menolong memberi makan lebih dari 3 milliar orang di 150 negara sejak Presiden Dwight D. Eisenhower meluncurkan program tersebut pada tahun 1954. Selain itu, Trump akan menghapuskan bantuan makanandalam program pendidikan McGovern-Dole yang dikelola oleh Departemen pertanian AS. Dia juga berencana memotong sepertiga pendanaan untuk UNICEF, yang selama ini dipergunakan untuk penyediaan air bersih bagi anak-anak. Dan dia berupaya untuk mengurangi kontribusi sebesar AS$ 2 milliar pada lembaga pangan dunia(World Food Program).

Mirisnya adalah langkah Trump tersebut dilakukan pada saat yang kurang tepat. Yaitu tatkala PBB mendeklarasikan bencana kelaparan untuk yang pertama kalinya sejak tahun 2011, yang mana sebanyak 20 juta penduduk bumi sedang menghadapi kelaparan di Nigeria, Somalia, Sudan selatan, dan Yaman. Bahkan UNICEF memperkirakan terdapat sekitar 1.4 juta anak-anak telah mengalami gizi buruk yang berakibat pada kematian, yang membutuhkan upaya sungguh-sungguh untuk menyelamatkan mereka.

Disamping itu, semakin banyak negara di belahan bumi ini yang mengalami kekacaun sosial politik yang akan semakin memperburuk krisis pengungsi yang terjadi saat ini. Misalnya sebagai negara baru, Sudan selatan telah terjebak dalam bencana kelaparan dan kekacauan. Lebih dari 600,000 rakyat sudan selatan telah melarikan diri ke Uganda. Secara global sekitar 65 juta orang telah menjadi pengungsi dan sekitar 23 juta orang merupakan pengungsi lintas batas negara.

Ketiga,Trump berencana melemahkan program bantuan untuk pengungsi. Lembaga pengungsi PBB selama ini menerima sekitar AS$ 1.5 milliar dari pemerintah AS dari total anggaran sebesar AS$ 4 milliar. Trump ingin memangkas bantuan tersebut hingga tinggal AS$ 500 juta. Seolah langkah tersebut tidak cukup bagi Trump, yaitu Trump telah menandatangani kebijakan eksekutif (executive orders) untuk memangkas penerimaan pengungsi ke AS hingga lebih dari separuh, yaitu hanya 50,000 pada tahun ini.

Memprihatinkan

Mengacu pada ketiga gambaran di atas, maka keprihatinan Trump terhadap serangan kimia di Suriah oleh Rezim Bashar al-Assad, dan pembenaran Trump melakukan pengeboman di wilayah Suriah hanyalah penegasan kemunafikan pemerintahan Trump.

Tentu saja benar, Trump merasa ngeri melihat perkembangan di Suriah akhir-akhir ini. Hampir setengah juta penduduk suriah meninggal sejak tahun 2011. Jumlah pengungsi Suriah ke luar negri mencapai lima juta sejak bulan lalu, tertinggi dalam sejarah peradaban dunia modern. Sehingga mengancam stabilitas negara-negara tetangganya yang telah menerima pengungsi sebangay 4 juta orang, juga memperburuk citra uni eropa yang telah menampung sisa pengungsi yang tidak mampu di tampung oleh negara-negara tetangganya.

Namun tindakan militer tidak akan memecahkan masalah diSuriah. Bahkan kepercayaan Trump, Jendral John Mattis (menteri pertahanan AS) menegaskan bahwa pemotongan anggaran untuk program bantuan di suriah adalah suatu kesalahan. Dan pada bulan lalu sekitar 120 jendral veteran AS menulis surat ke Trump menyatakan bahwa pendanaan untuk bantuan kemanusian lewat USAID adalah sangat penting untuk mencegah konflik di Suriah agar tidak semakin memburuk.

Konggres AS seharusnya menolak rencana pemotongan anggaran kemanusiaan tersebut. Namun sulit akan terwujud mengingat konggress didominasi oleh republikan. Apalagi di konggress AS republikan terbelah menjadi dua kutub. Yaitu kelompok konservatif menginginkan angggaran berimbang untuk bantuan internasional, sedangkan kelompok ekstrem kanan yang tergabaung dalam Freedom Caucuslebih memilih membatasi pengeluaran untuk bantuan internasional semaksimal mungkin.

Di Senat AS sebagian besar menyadari bahwa pendekatan pemerintahan Trump dalam mengatasi krisis kemanusian adalah suatu kecorobohan. Pemimpin senat mayoritas,Mitch McConnell menyatakan bahwa diplomasi selama ini lebih efektif dan tentu lebih murah mengatasi krisis kemanusian daripada tindakan militer. Oleh karena itu, pemangkasan anggaran untuk keperluan tersebut tidak tepat. Tetapi walaupun demikian, oposisi terhadap pemangkasan anggaran yang terkait dengan bantuan internasional tersebut terasa kurang bergaung di senat AS. Hal tersebut mengukuhkan bahwa rezim di AS saat ini didominasi oleh kemunafikan, baik Trump, konggres dan senat AS. Sehingga AS memang benar-benar mati rasa.

 

Keterangan Foto: Presiden AS, Donald Trump menjawab pertanyaan media saat berada di pesawat kenegaraan Air Force One dalam perjalanannya menuju Palm Beach, Florida, AS, 6 April 2017. Beberapa jam sebelum memerintahkan serangan ke Suriah, Trump melakukan perjalanan ditemani film Star Wars yang diputar dalam pesawat canggih tersebut. (REUTERS/Carlos Barria)

Ikuti tulisan menarik Tri Winarno lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu