x

FPC. Bahasa Cinta Anak. shutterstock.com

Iklan

Achmad Hidir

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kepunahan Bahasa Ibu

Kepunahan bahasa ibu

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

  1. 1.   Asal-Mula Munculnya Bahasa.

Asal mula munculnya bahasa dalam kehidupan manusia, sulitlah ditebak kapan waktunya dan bilamana hal itu muncul ?. Sampai saat ini masih teka-teki. Namun para ahli antropologi memiliki keyakinan munculnya bahasa sebagai lambang bunyi yang  memiliki arti adalah ketika nenek moyang manusia harus  meninggalkan pohon-pohonan dalam hutan ke alam terbuka di savana  padang rumput. Dalam lingkungan yang baru ini nenek moyang  manusia menghadapi  bahaya  yang lebih banyak,  yang  menuntut  daya penyesuaian yang lebih dari mereka demi kelangsungan  hidupnya­.

Konon  ketika itu, kawanan kera yang berdiri tegak (pithe-chantropus erectus) itu sudah mulai hidup di tanah dan berkelompok sehingga memunculkan pembagian kerja di antara mereka. Selanjutnya diyakini oleh para antropolog, munculnya bahasa itu seiring dengan mulai beralihnya fungsi rahang dan taring ke arah semakin berfungsinya tangan untuk bekerja, selain itu berfungsinya tangan untuk bekerja mempengaruhi kemampuan otak (cerebrum dan neocortex) yang semakin membesar yang mampu merekam berbagai memori.

Kemampuan merekam memori ini, karena kera yang berdiri tegak itu memiliki keuntungan anatomis yang tidak terdapat pada kera-kera lainnya. Keuntungan yang paling berhubungan langsung dengan kemampuan berbahasa di kemudian hari  adalah bentuk rahang yang memungkinkan gerak bibir lebih  leluasa, sehingga dengan mulut mereka dapat menimbulkan  bunyi  yang banyak variasinya. Demikian juga dengan kemampuannya untuk berdiri tegak dengan kaki, telah memungkinkan mereka untuk dapat melihat  lebih jauh  sehingga mereka dapat menangkap  gejala-gejala bahaya dari suatu jarak tertentu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selanjutnya kata-kata lisan pertama barangkali bertalian erat dengan suara-suara  yang ke luar dari mulut mereka sebagai  respon bila mereka melihat bahaya. Melalui peniruan  yang  mungkin mula-mula tak sengaja, tapi kemudian terus dikembangkan maka kemudian suara-suara itu mulai mengandung arti dan  dipakai sebagai  isyarat umum.

Proses perkembangan dalam  menjadikan suara  tertentu sebagai simbol untuk  benda-benda  tertentu berjalan  lambat. Namun sampai taraf tertentu kemudian perkembangannya  mengalami percepatan yang  luar  biasa.  Sama halnya  dengan yang dialami oleh seorang anak  kecil  ketika belajar bicara, ketika ia menyadari bahwa segala  sesuatunya itu  mempunyai  nama dan dapat diberi nama, maka kemampuan bahasanya akan meningkat dengan cepat.

Kemampuan  berbahasa  ini selanjutnya  amat  memperbesar kemampuan  kualitatif  otak manusia  purba.  Secara  genetis perkembangan  ini  tercermin  dalam  pertumbuhan  neo-cortex (otak depan),  yang menyebabkan ukuran otak  menjadi  lebih besar  pada manusia-manusia yang lebih maju kemudian Kemampuan  berbahasa ini mencerminkan pula kemajuan akan kemampuan manusia  untuk mengembangkan budayanya, seni, teknologi, dan lebih daripada itu adalah sosialisasi.

Dari  sini  kemudian kemajuan tehnologi  dan  kebudayaan semakin  berkembang pesat sehingga meninggalkan taraf  kema­juan mahluk lain yang ada. Sebagai dampak adanya satu  kemampuan manusia akibat perkembangan bahasa yang ia miliki.

 

 

2.  Variasi Bahasa dan Bahasa Ibu

Proses persebaran bahasa sangat dipengaruhi dengan proses persebaran ras. Hal ini karena persebaran ras telah menyebabkan perbedaan bahasa karena adanya proses disvergensi yang dipengaruhi oleh alam lingkungan dan isolasi geografis.

Bahwa kemudian manusia menggunakan bunyi-bunyi tertentu dan disusun dengan cara tertentu pula adalah secara kebetulan saja dan semuanya bersifat suka-suka (arbitrer). Dengan demikian maka terjadinyalah perbedaan antara bahasa satu dengan bahasa lainnya. Sebagai misal, bulan adalah bulan dan dari dulu bulan itu hanya ada satu di angkasa, tetapi kenapa kemudian manusia memberikan nama yang berbeda-beda untuk benda yang bernama “ bulan “. Sebagai contoh; orang Indonesia menyebutnya Bulan, orang Jawa menyebutnya Wulan, Orang Jepang menyebutnya Tsuki, orang Perancis La lune, orang Inggris The Moon, Orang Jerman Monat dan lain sebagainya. Pada hal obyeknya sama, yaitu sebuah benda planet.

Proses arbitrer dan disvergensi inilah yang lambat laun memberikan andil variasi bahasa dan pembentukan bahasa daerah (suku atau bangsa) di kemudian hari.

Indonesia tercatat sebagai negara kedua yang paling banyak memiliki bahasa ibu setelah Papua New Guinea. Secara total jumlah bahasa ibu di Indonesia ada 706 sedangkan untuk Papua New Guinea sejumlah 867 bahasa ibu. Dari 706 rumpun bahasa ibu yang ada di Indonesia separuhnya berada di Papua. Hal ini wajar sebagaimana diungkap oleh A.F. Tucker (1987) bahwa di pedalaman Irian (Papua) memang banyak sekali variasi subsukunya. Sebagai contoh; untuk orang Sentani saja sukunya terbagi dalam tiga dialek bahasa, yaitu; bahasa Sentani barat, timur dan tengah. Orang Sentani Timur sering juga dikenal dengan orang Hedam. Demikian juga untuk orang Dani, terbagi dalam berbagai subsuku, ada Dani Baliem, Yamo, Toli, dan Sipak yang kesemuanya itu ternyata memiliki variasi bahasa.

3. Kearah Kepunahan Bahasa Ibu.

Diyakini bahwa untuk bahasa-bahasa ibu beberapa tahun ke depan akan semakin punah dan hilang. Menurut data UNESCO setiap tahun ada sepuluh bahasa daerah yang punah. Pada akhir abad 21 ini diperkirakan laju kepunahan akan lebih cepat lagi.   Dari 6.000 bahasa yang ada di dunia, hanya akan ada 600-3000 bahasa saja lagi yang ada menjelang akhir abad 21 ini. Dari 6000 bahasa daerah itu, sekitar separuhnya adalah bahasa yang dengan jumlah penuturnya tidak sampai 10.000 orang. Pada hal salah satu syarat lestarinya bahasa adalah jika jumlah penuturnya mencapai 100.000 orang.

Bukti-bukti akan adanya kepunahan bahasa ibu di Indonesia adalah dari jumlah 109 bahasa daerah yang ada, ternyata jumlah penuturnya sudah kurang dari 100.000 orang, misalnya bahasa Tondano (Sulawesi), Ogan (Sumsel), dan Buru (Maluku). Bahkan menurut laporan Kompas November 2012 lalu, melaporkan bahwa untuk jumlah penutur bahasa sunda di Bandung (bukan di Jawa Baratnya) jumlah penutur bahasa sunda menurun jumlahnya. Karena imbas urbanisasi dan banyaknya migrasi masuk multi etnik dan kontak dengan budaya lain. Selain juga ada kecenderungan baru di mana untuk kelas menengah baru sudah enggan menggunakan bahasa daerah yang terkesan kuno.

Namun bila mengacu pada teori antropologi, di mana dinyatakan bahwa dalam masyarakat yang cenderung nomad (selain juga karena kemiskinannya) seringkali pertumbuhannya menjadi terhambat dan kadangkala terbawa oleh genetical drift yang kurang menguntungkan sehingga lambat laun populasinya semakin mengecil untuk kemudian akhirnya punah. Contoh untuk kasus itu sudah ada, sebut saja misalnya; orang Ainu di Jepang, Aborigin di Australia atau orang Indian di Amerika yang hampir mendekati kepunahan. Itulah sebabnya diyakini pembekalan dua bahasa (bilingual) atau lebih (multilingual) terhadap anak sejak dini merupakan langkah strategis untuk membentuk pribadi yang toleran dan santun, selain menyelamatkan bahasa daerah dari ancaman kepunahan.

Ikuti tulisan menarik Achmad Hidir lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler