x

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Aku Musa Engkau Fir'aun

Karya Naguib Mahfoudz yang menceritakan ulang kisah Musa dan Fir'aun dalam setting Mesir modern.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Aku Musa Engkau Fir’aun

Judul Asli: Jabal – Aulad Haratina

Penulis: Najib Mahfouz

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Perterjemah: Joko Suryatno

Tahun Terbit: 2000

Penerbit: Tarawang

Tebal: vii + 192

ISBN: 979-8681-41-X

 

Najib (Naguib) Mahfoudz adalah seorang novelis Arab-Mesir yang paling sukses. Dia adalah novelis Arab pertama (dan satu-satunya?) yang pernah dianugerahi Nobel Sastra. Mengapa jarang ada novelis Arab? Sebab prosa bukanlah jenis  yang lazim dalam kebudayaan Arab. Kesusastraan Arab lebih dikenal dengan puisi-puisinya yang eksotik. Prosa diintroduksi oleh Eropa ke kawasan Arab (dan Mesir). Najib Mahfouz mengenal sastra melalui pendidikannya. Ia mengenal sastra prosa utamanya dari para penulis Perancis dan Inggris karena dia memahami kedua bahasa ini. Ia juga membaca banyak karya sastra Rusia, seperti karangan Dostoyevsky, Chekov dan Tolstoy. Berkarya sejak berumur 21 tahun Najib Mahfouz mencapai kematangan saat menulis ”Aulad Haratina” yang ditulisnya pada tahun 1960. Mahfouz mendapatkan anugerah Nobel Sastra pada tahun 1988.

Novel ”Aulad Haratina” yang terdiri dari 4 bagian ditulis oleh Naguib Mahfoudz pada tahun 1959. Gara-gara novel ini, Naguib Mahfoudz dikecam oleh pihak agamawan karena dianggap melecehkan agama. Karena novel ini juga ia mendapat serangan tusukan pisau di lehernya oleh seorang pemuda radikal pada tahun 1989, setahun setelah ia menerima Hadiah Nobel Sastra. Dan ”Jabal” atau dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ”Aku Musa Engkau Fir’aun” adalah bagian kedua dari novel ”Aulad Haratina”. Aulad Haratina adalah pengisahan kembali agama-agama samawi yang dianut oleh kebanyakan orang di Mesir, mulai Agama Yahudi, Nasrani sampai dengan Islam. Bagian pertama mengambil kisah tentang Nabi Adam, bagian kedua mengambil kisah tentang Nabi Musa, bagian ketiga mengambil kisah tentang Nabi Isa dan bagian keempat mengambil kisah tentang Nabi Muhammad. Naguib Mahfoudz mengisahkan kembali kisah-kisah tersebut untuk menggambarkan kondisi sosial, ekonomi dan politik Mesir pada saat itu.

Kisah Jabal adalah kisah tentang sebuah desa yang dikuasai oleh seorang tiran kejam bernama Al-Afandi. Desa yang didirikan oleh Al-Jabalawi. Al-Afandi menyingkirkan keluarga Hamdan dari warisan keluarga. Keluarga Hamdan menjadi kelompok yang miskin dan tertindas. Untuk memperkuat posisinya Al-Afandi mempekerjakan Zaqlath seorang kepala dukuh yang kejam.

Al-Afandi memiliki anak angkat bernama Jabal. Jabal diambil anak oleh Huda Hanim (istri Al-Afandi) saat Jabal masih kecil dan miskin. Jabal adalah anak dari salah satu keluarga Keluarga Hamdan. Karena pintar dan jujur, Jabal diberi kuasa untuk mengelola tanah-tanah Al-Afandi yang disewakan kepada para penduduk.

Suatu hari keluarga Hamdan memprotes kekejaman Al-Afandi dan menuntuk hak warisan mereka. Karena protes ini kemudian Al-Afandi mengirim Zaqlath untuk menekan keluarga Hamdan. Mereka melarang semua lelaki keluarga Hamdan keluar rumah. Dakbas, salah satu lelaki Hamdan ketahuan oleh Qodroh, kepala dusun dan kemudian disiksa. Jabal kebetulan melihat kejadian itu. Akhirnya Qodroh terbunuh oleh Jabal. Ketika peristiwa hilangnya Qodroh dibahas dalam pertemuan Al-Afandi dengan Zaqlath, Jabal menjadi emosional dan membela keluarga Hamdan yang akan dihukum. Akibatnya Jabal terusir dari keluarga Al-Afandi. Jabal pun kembali ke keluarga Hamdan.

Suatu hari di keluarga Hamdan, Jabal menyaksikan Dakbas berkelahi dengan anak muda yang masih keluarga. Jabal berupaya mengingatkan supaya mereka tidak berkelahi. Tapi Dakbas malah mengintimidasi Jabal bahwa ia pernah membunuh Qodroh. Karena takut, Jabal akhirnya mengungsi. Dalam perjalanan pengungsiannya, ia membantu dua anak gadis yang sedang mencari air. Karena mencegah dua anak gadis ini diganggu oleh para pemuda berandalan, Jabal dipukuli. Untunglah ia ditolong oleh ayah kedua gadis bersaudara tersebut. Akhirnya Jabal tinggal di rumah ayah sang gadis. Al-Balqiti, ayah kedua gadis tersebut adalah pawang ular. Jabal belajar menjadi pawang ular dari Al-Balqiti yang kemudian menjadi mertuanya.

Suatu siang, di sebuah padang, Jabal ditemui oleh Al-Jabalawi sang kakek yang sudah meninggal. Jabal diminta untuk kembali ke kampungnya dan membantu keluarga Hamdan menuntut hak warisnya. Jabal pun kembali ke kampungnya.

Saat tuntutannya supaya hak-hak waris keluarga Hamdan dikembalikan, tidak dikabulkan oleh Al-Afandi, maka tiba-tiba kampung tersebut diserbu oleh ular. Semua orang ketakutan. Huda Hanim, ibu angkat Jabal memintanya supaya Jabal menyingkirkan ular-ular tersebut dan permintaannya akan dikabulkan apabila ia bisa mengatasi ular-ular tersebut. Jabal pun berhasil dan hak waris keluarga Hamdan dikembalikan. Namun Zaqlath tidak rela. Ia bersama kawan-kawannya menyerbu kampung Hamdan. Namun Zaqlath dan kawan-kawannya bisa dikalahkan dan dibunuh.

Setelah kemenangan atas Zaqlath, banyak orang yang meminta Jabal menjadi kepala kampung. Bahkan bukan hanya untuk kampungnya Hamdan, tetapi seluruh kampung Al-Jabalalwi. Tetapi Jabal tidak bersedia menjadi kepala kampung. Ia memimpin keluarga Hamdan dan kampung Al-Jabalawi dengan caranya sendiri. Ketika beberapa orang meminta Jabal untuk mengambil lebih dari haknya, karena ia telah berjasa, Jabal menolaknya. Tidak sepantasnya pemimpin mengambil hak rakyatnya. Demikian pula ketika Dakbas dengan alasan telah berjasa ingin mendapatkan hak-hak istimewa, Jabal menolaknya.

Kepemimpinan Jabal terbukti ketika mengadili kasus rusaknya mata Kakbalha karena ditampar oleh Dakbas. Jabal menangkap Dakbas dan meminta Kakbalha menampar balik Dakbas supaya matanya keluar dari lubangnya. ”Nyawa ganti nyawa, mata ganti mata,” demikianlah hukum keadilan yang diterapkan oleh Jabal.

Najib Mahfouz menggunakan kisah Nabi Musa untuk menggambarkan pemimpin yang baik dan benar. Seorang pemimpin harus berani mengorbankan kesenangannya sendiri, keluarganya dan bahkan nyawanya untuk melindungi kaum lemah. Setelah berhasil menjadi pemimpin, tidak seharusnya ia mengambil hak lebih dari rakyatnya hanya karena ia merasa berjasa. Seorang pemimpin haruslah adil dalam menegakkan aturan.

Menggunakan kisah-kisah yang tertulis dalam kitab suci untuk karya sastra selalu berisiko. Sebab kisah-kisah yang tertuang dalam kitab suci dianggap sebagai sebuah teks yang sakral, dan bahkan datangnya dari Tuhan. Perubahan dalam kisah-kisah dalam kitab suci, meski bertujuan untuk sebuah kebaikan bisa dianggap sebagai penodaan terhadap agama oleh sang pemilik kitab suci tersebut. Apalagi kalau perubahan tersebut menyangkut hal yang sangat sensitif dari ajaran sebuah agama.

Seperti telah saya singgung di atas, novel ”Aulad Haratina” ini membuat Najib Mahfouz dihujat dan bahkan ditikam lehernya oleh seorang pemuda radikal. Hujatan kepada Mahfouz disebabkan khususnya karena tokoh Al-Jabalawi yang dipersonifikasikan sebagai kakek pendiri kampung. Para ulama radikal Mesir menganggap bahwa Mahfouz telah mempersonifikasikan Allah melalui tokoh Al-Jabalawi. Kisah Jabal dengan Al-Jabalawi, khususnya saat Al-Jabalawi menemui Jabal di padang, sangatlah mirip dengan pertemuan Nabi Musa dengan Allah, saat Allah mengutus Musa membebaskan keluarga Israel dari penindasan oleh bangsa Mesir. Meski Mahfouz telah membantahnya, tetapi para ulama radikan dan pengikutnya tetap menganggap Mahfouz telah menodai agama.

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler