x

Iklan

margaretha diana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Afi, Media, dan Permintaan Maafnya

Tujuan sebuah pendidikan, bukanlah semata pengetahuan, tapi tindakan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tujuan sebuah pendidikan, bukanlah semata pengetahuan, tapi tindakan

-Harbert Spencer-

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bicara mengenai permintaan maaf seorang Afi atas postingannya di sosmed, yang ternyata meng-copas tulisan orang, jujur, seperti membaca tulisan Salmadena Rais yang sempat hits juga beberapa waktu lalu. Meski latar belakang masalah keduanya berbeda, tapi ada satu kesamaan di antara mereka berdua,

Mereka sama-sama meminta maaf, tapi kemudian mencari pembenaran atas kesalahan yang mereka perbuat.

Sesuatu yang menurut saya, hal yang tidak perlu. Kenapa? Karena dengan memberikan sejumlah alasan dan pembenaran, arti ketulusan dari sebuah kata maaf menjadi hilang, menguap entah ke mana.

Kita, manusia, pada dasarnya memang mahluk peniru, sejak lahir. Tidak ada sesuatu pun yang kita lakukan atau pikirkan tanpa influence dari orang-orang di sekitar kita. Tapi, bukan berarti pula kita tidak melakukan kepatutan dalam hidup bermasyarakat, yaitu dengan menghargai orang lain, apapun bentuk penghargaan tersebut.

Kebudayaan adalah sifat manusia yang menurun--man's social heredit, menurut Ralph Linton. Dan, dalam budaya masyarakat kita jarang pula ditemui ajaran tentang bagaimana caranya legowo saat mengakui kesalahan, meminta maaf, dan belajar dari kesalahannya. Masyarakat kita, cenderung kemudian mencari alasan, pembenaran bahkan kambing hitam dari kesalahan yang ia buat sendiri.

Apa saya pernah melakukan kesalahan? Pasti. Saya manusia dan saya rasa, tidak ada manusia bertumbuh yang tidak melakukan sebuah kesalahan apapun dalam hidup. Tapi, satu kesalahan kecil yang dibiarkan, kemudian dibenarkan atau, justru, dibela mati-matian hanya akan membawa pada kesalahan yang lebih besar--bukan sebuah pelajaran hidup, melainkan degradasi mental. Dan, itu buruk.

Sepatutnya, Afi cukup mengakui kesalahannya dan meminta maaf tanpa statement tambahan, dan itu bakal lebih dari cukup. Saya cukup menyayangkan permintaan maaf Afi yang 'hanya' secara implisit mengakui kesalahan melakukan copas tulisan. Dan, saya lebih menyesalkan sikap orang-orang dewasa di sekitarnya yang tidak mengajarkan etika--kepatutan dalam hidup--tapi justru memberikan banyak statement bernada pembenaran.

Come on, she is still young...ajari untuk belajar bersikap dewasa lah, jangan justru kalian yang "turun" ke level ABG. Kenapa tidak ada yang menegurnya?

"Dek Afi sayang, kali ini kamu salah. Mintalah maaf, dan lain kali, jangan diulangi yak? Masih banyak waktu untuk kamu belajar banyak hal dalam hidup. Its ok to make mistake, but please, you should learn by it."

Afi, sama halnya dengan banyak remaja di sekitar kita. Pembelaan berlebihan hanya akan melahirkan manusia-manusia manja yang susah memahami orang lain. Common sense is a gift. It trully is a gift, that blossoms not in everyone's garden.

Seperti kata Mephistopheles, "but wisdom, knows the mines, where one gets more in mountain veins, foundation falls"

"Pring reketeg gunung gamping ambrol, urip sing jejeg nek ra eling jebol", kata Shindunata.

 

Semarang, 6 Juni 2017

Ikuti tulisan menarik margaretha diana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB