Apakabar Kasus Makar, Murni Hukum Atau Hanya Gertakan?

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kasus dugaan makar terhadap Jokowi yang menjerat Sri Bintang Pamungkas (SBP) dan beberapa tokoh nasionalis lainnya telah memasuki tujuh bulan. Tapi, hingga

 

Kasus dugaan makar terhadap Jokowi yang menjerat Sri Bintang Pamungkas (SBP) dan beberapa tokoh nasionalis lainnya telah memasuki tujuh bulan. Tapi, hingga saat ini kasus tersebut belum juga jelas ujungnya. Jika memang polisi mempunyai alat bukti yang cukup, tentu kita semua sudah menyaksikan SBP ada di pengadilan.

Padahal SBP telah berbulan-bulan berada dibalik jeruji besi guna penyelidikan. Tapi hingga dia dibebaskan, bukti yang dicari tak kunjung kuat. Ini yang membuat kasus tersebut masih menggantung dikepolisian.

SBP ditangkap dirumahnya bersamaan dengan aksi 212, dia ditangkap bersama beberapa orang tokoh yang sering mengkritik pemerintahan Jokowi.

Belum tuntasnya kasus dugaan makar ini membuat publik bertanya-tanya. Apakah ini murni kasus hukum, atau upaya rezim menggertak para pengkritik agar bungkam?. Kalau memang murni hukum, tentu sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka penegak hukum telah mempunyai alat bukti yang cukup. Tapi kenapa sampai sekarang seperti terkesan kesulitan.

Jika kita membaca lagi goresan tangan SBP saat ditahan, ada pertanyaan yang belum terjawab sampai sekarang.

- Siapa pemimpin makar;

- Peralatan apa yang digunakan untuk melakukan makar dan dari mana diperolehnya;

- Siapa yang terlibat dan seberapa besar kekuatannya;

- Berapa banyak massa personel yang dikerahkan;

- Ada dan tidaknya keterlibatan angkatan darat, laut, udara, dan kepolisian;

- Sejauh mana tindakan/percobaan makar telah menghasilkan akibat/korban

Untuk pertanyaan pertama, kita belum mengetahui siapa pemimpin makar tersebut. Tidak mungkin gerakan menjatuhkan seorang Presiden tanpa ada pimpinan. Dimanapun yang namanya makar harus ada yang jadi puncak pimpinan, pengatur strategi dan pengambil keputusan tertinggi.

Pertanyaan kedua tentang peralatan apa yang digunakan juga masih jadi tanda tanya. Jika memang menggerakkan massa 212, mana mungkin menggunakan sajadah dan al quran untuk menjatuh seorang Presiden yang dijaga tentara dan polisi bersenjata api.

Lalu siapa yang terlibat dan seberapa kekuatannya. Jika dikatakan hanya beberapa orang yang ditangkap terlibat tentu tidak mungkin mampu menggulingkan Presiden, lalu apakah mungkin mengerahkan jutaan massa yang tertib dalam berdoa diminta untuk menyerang istana?.

Lalu ada seberapa personel yang terlibat tentu makin sulit menjawab. Tidak mungkin belasan orang saja dapat menjatuhkan rezim, apalagi mereka sudah uzur.

Lalu terkait dengan keterlibatan militer juga jauh api dari pangggang. Sudah sangat jelas TNI sudah menyatakan komitmen bersama Jokowi, itu sudah dinyatakan tegas oleh panglima TNI dan Polri. Begitu juga dengan korban, hingga saat ini tidak jelas siapa korbannya.

Nah, dengan pertanyaan tersebut maka kita wajar jika publik menaruh curiga. Apakah ini hanya gertakan rezim Jokowi terhadap para pengkritik agar tidak macam-macam, dan besar kemungkinan itu juga membuat orang takut untuk mengkritik Jokowi walaupun dia kerja tidak becus.

Publik terus menunggu langkah Polri untuk menjawab pertanyaan tersebut. Jangan sampai penegak hukum jadi alat kekuasaan, karena hukum adalah panglima.

Bagikan Artikel Ini
img-content
cristie

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler