x

Ahli IT ITB, Hermansyah, menjadi korban pembacokan di jalan tol Jagorawi Km 6, Jakarta Timur, 9 Juli 2017. Foto : facebook

Iklan

SYAHIRUL ALIM

Menulis, Mengajar dan Mengaji
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kasus Hermansyah dan Kegilaan Baru 'Terorisme'

Seperti tak kunjung reda, aksi-aksi terorisme dan kekerasan di negeri ini sepertinya menjadi ekspresi kegilaan manusia dalam menyelesaikan beragam masalah

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Seperti tak kunjung reda, aksi-aksi terorisme dan kekerasan di negeri ini sepertinya menjadi ekspresi kegilaan manusia dalam menyelesaikan beragam masalah yang tak sanggup dipikul oleh dirinya. Belum lagi kasus teror yang menimpa Novel Baswedan menemukan titik terang, publik dikejutkan oleh aksi kegilaan “terorisme” yang menimpa salah satu pakar telematika ITB, Hermansyah. Entah apa yang membuat kegilaan para teroris ini hingga sampai berbuat nekat diluar akal sehat, melukai dan membacok dosen ITB ini. Jika benar bahwa hanya soal serempetan mobil yang menjadi pemicunya, ini jelas merupakan aksi jalanan yang tak bertanggungjawab dan termasuk kategori terorisme, karena menebarkan ketakutan pada akhirnya kepada seluruh masyarakat.

Ramai di media sosial, bahwa Hermansyah adalah salah satu ahli IT yang berhasil membongkar “teror” kasus chat mesum Rizieq Shihab yang menurutnya penuh dengan rekayasa dan kebohongan. Dalam salah satu acara di salah satu televisi swasta, Hermansyah dengan gamblang menjelaskan bahwa chat antara Rizieq Shihab dan Firza Husein yang heboh adalah “asli tapi palsu”. Hemansyah kemudian mensimulasikan bagaimana seseorang dapat melakukan hacking secara mudah dengan teknologi yang ia sebut sebagai SS7 Signaling yang dapat mengambil alih verification code pengguna aplikasi Whatsapp (WA). Hermansyah meyakini, bahwa akun WA milik Rizieq Shihab diambil alih oleh seseorang dengan teknologi ini dan seakan-akan dia melakukan chat mesum dengan orang lain yang belakangan diakui sebagai akun WA Firza Husein. Bagi Hermansyah, teknologi SS7 sangat mungkin untuk melakukan pembajakan akun WA milik orang lain dengan memanfaatkan kelemahan aplikasi WA, seperti yang terjadi pada kasus chat mesum Rizieq-Firza.

Keberadaan Hermansyah yang pernah diminta menjadi saksi ahli dalam kasus chat mesum Rizieq Shihab, kemudian dihubungkan dengan kasus yang menimpa dirinya beberapa saat yang lalu, dimana segerombolan teroris hampir-hampir saja membuat pakar telematika ITB ini meregang nyawa. Media sosial kemudian diramaikan oleh informasi simpang-siur bahwa terdapat unsur kesengajaan untuk melakukan aksi teror terhadap Hermansyah dikarenakan posisinya yang berpotensi membongkar lebih jauh kepalsuan chat mesum yang menghebohkan, antara Rizieq dan Firza. Walaupun kemudian, hal ini dibantah oleh Ketua GNPF MUI, Bahtiar Nasir, yang menjenguk Hermansyah, dimana kekerasan yang menimpa dirinya tak ada hubungannya dengan kasus Rizieq yang sejauh ini masih tetap diproses oleh pihak berwenang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun demikian, aksi teror ini sungguh telah membuat banyak orang pada akhirnya merasa ketakutan, karena begitu mudahnya kekerasan terjadi hanya karena persoalan-persoalan sepele tetapi justru berbahaya dan mengancam jiwa seseorang. Bagi saya, bangsa ini benar-benar berada pada kondisi degradasi moral yang luar biasa hebat padahal ditengah ekspektasi masyarakat terhadap banyak jaminan keamanan dari penguasa. Keberadaan Kementrian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) yang justru diharap dapat lebih aktif dalam mengubah mentalitas masyarakat Indonesia secara lebih baik, justru mengalami banyak kegagalan dengan semakin maraknya orang-orang bermental “teroris” yang justru menjauhkan mereka dari nilai-nilai budaya bangsa yang menjunjung tinggi adat ketimuran dan juga agamis.

Saya kira, kita masih belum lupa, kasus terorisme yang menimpa aparat kepolisian secara berturut-turut bahkan jelas-jelas mengancam jiwa mereka, belum lagi ditambah aksi terorisme yang sampai detik ini masih gelap soal kasus penyiraman air keras kepada penyidik KPK, Novel Baswedan. Fenomena ini seakan menjelaskan kepada kita, bahwa bangsa ini bangsa yang gemar kekerasan, bangsa “bar-bar” yang mudah sekali tersulut melakukan tindak kekerasan tanpa lagi berpikir segala konsekuensi hukum dan resiko yang akan diperolehnya. Terorisme bisa ada dimana-mana, menyebarkan ketakutan kepada masyarakat, bisa di rumah, di jalanan, bahkan di tempat ibadah sekalipun. Saya kira, perlu pengawasan lebih ketat dari aparat dan menyelesaikan seluruh kasus-kasus terorisme yang sejauh ini masih saja digelayuti awan gelap dalam pengungkapannya. Penting sekali untuk memberikan jaminan kepada warga masyarakat, soal keamanan dan kenyamanan dimanapun mereka berada, jika memang negara ingin mendapatkan kembali kepercayaan yang lebih besar dari masyarakat.

Sudah cukup banyak aksi kekerasan yang terus menerus menebar teror ketakutan kepada masyarakat yang entah kapan dapat terselesaikan. Kasus geng motor, perampasan dengan kekerasan, premanisme jalanan, yang sepertinya menganggap sangat tidak berharganya nyawa manusia. Saya kira, hal ini akan menjadi sejarah kelam bangsa, ketika serentetan kasus terorisme yang menebarkan ketakutan kepada masyarakat tak kunjung berkurang, malah cenderung meningkat. Belum usai kita oleh persoalan terorisme dalam bentuk peledakan bom, kita hampir tiap hari selalu dihadapkan oleh aksi-aksi teror yang terus mengancam jiwa seluruh warga negara. Terlepas dari motif dan latar belakang aksi terorisme di belakang kasus Hemansyah, kita seakan sedang dihadapkan oleh situasi mencekam yang bisa saja suatu saat aksi teror yang menimpa Hermansyah justru menimpa diri kita sendiri.

Memang tidak semestinya kasus yang menimpa pakar IT ITB ini kemudian dengan mudah dihubung-hubungkan dengan dirinya yang sedang “membela” kasus yang menjerat Rizieq Shihab. Kita sepenuhnya masih terus menjaga kepercayaan yang penuh kepada aparat kepolisian untuk dengan cepat mengungkap apa motif sebenarnya yang dilakukan para “teroris” ini di jalanan dengan melukai Hermansyah. Aparat harus bersikap tegas dan juga transparan, agar kasus ini tidak menjadi liar di tengah euforia masyarakat yang cenderung “emosian” belakangan ini. Keberadaan aparat berwenang diakui sedang mengalami penurunan tingkat kepercayaan dari masyarakat akibat berbagai kasus yang “kurang transparan” dalam hal penanganannya. Kecurigaan publik yang begitu besar terhadap aparat kepolisian karena dituduh seringkali membuat “rekayasa” dalam banyak kasus hukum, sudah seharusnya ditepis dan dibuatkan narasi tandingan yang lebih obyektif dan transparan sehingga timbul kepercayaan yang besar dari masyarakat.

Membiarkan sebuah kasus terlalu lama tak ada kejelasan, justru akan menambah kuat keraguan publik terhadap kinerja aparat keamanan yang dianggap tidak profesional. Slogan “biarkan aparat bekerja” jangan sampai hanya semacam isapan jempol yang pada akhirnya tak pernah menguak secara terang benderang kasus-kasus terorisme yang menghantui masyarakat. Profesionalisme jelas tumbuh dari netralitas dan keberpihakan aparat kepada “kebenaran” dan “kejujuran”, bukan karena ada “arahan” apalagi “tekanan” dari pihak lain. Sudah saatnya, aparat bangkit menyelesaikan seluruh kasus terorisme tanpa tebang pilih, karena terorisme jelas segala upaya apapun yang membuat orang lain ketakutan dan terancam jiwanya, terlebih nyata-nyata dilakukan dengan cara kekerasan. Jangan sampai kengerian publik terus bertambah dengan maraknya aksi-aksi teror yang datang silih berganti hampir setiap waktu. Berbuatlah yang terbaik untuk negeri ini, karena aksi teror jelas buruk dan sangat buruk yang semestinya terus dilawan dan dilawan, bukan dibiarkan.

Ikuti tulisan menarik SYAHIRUL ALIM lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu