x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Berger Berpulang, Mewariskan ‘Piramida Kurban Manusia’

Sosiolog Peter Berger mewariskan gagasan yang relevan bagi negeri ini, khususnya kritiknya terhadap kapitalisme dan sosialisme.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Di awal tahun 1980an, banyak buku luar diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Berbagai gagasan mengalir melalui kerja para penerjemah dan penerbit yang aktif membuka akses terhadap karya pemikir dunia. Di antara karya Fazlur Rahman (Pustaka Salman ITB), Ivan Illich (Obor), Ali Shari’ati (Mizan), Paulo Freire (LP3ES), dan banyak karya pemikir lain terdapat terjemahan karya Peter L. Berger, Pyramid of Sacrifice.

Karya Berger tersebut diterjemahkan dan diterbitkan oleh Penerbit Iqra pada 1983 dengan judul Piramida Pengorbanan Manusia. Karya yang sama diterbitkan oleh LP3ES dengan judul Piramida Kurban Manusia pada 1982 hasil penerjemahan Rahman Tolleng. Meskipun The Social Construction of Reality merupakan karya Berger yang banyak dipuji, dan diterjemahkan oleh Frans M. Perera sebagai Tafsir Sosial Atas Kenyataan, tapi pada tahun 1980an Piramida yang lebih populer di sini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berger, ketika itu menjabat guru besar sosiologi di Universitas Rutgers, New Jersey, dikenal lewat pikirannya yang kritis terhadap kapitalisme maupun sosialisme. Perjalanannya ke berbagai negara di Amerika Latin dan Afrika agaknya membuka mata Berger tentang betapa meragukan apa yang dijanjikan oleh para pengemban kedua paham itu. Ia menyebut pertumbuhan dan revolusi sebagai dua mitos yang dijadikan dasar bentuk-bentuk ideologi utama untuk perubahan sosial.

Memulai diskusinya tentang kritik terhadap kedua paham itu dalam Piramida, Berger berkisah tentang Cholula, sebuah kota kecil di negara bagian Puebla, Mexico. Selama berabad-abad, tempat ini jadi salah satu pusat pemujaan di Mexico Tengah. Banyak orang dari tempat–tempat yang jauh datang berziarah ke sini. Penguasa silih berganti menjadikan Cholula bagian penting dari kekuasaan mereka.

Atas dasar apa pemujuaan yang mengorbankan nyawa manusia itu terus berlangsung? Tak ada teori, ini tradisi turun-menurun yang tidak bisa ditawar. Masyarakat yakin, jika dewa-dewa tidak diberi persembahan jiwa manusia, alam semesta akan porak poranda. Dan para penguasa menikmati keyakinan ini dan menjadikannya alasan untuk mencari tumbal di wilayah taklukan.

Memandang dan mengamati piramida Cholula, tulis Berger (h. 12, Piramida), sama dengan memahami pertalian antara rencana, keringat, dan darah. Mengapa begitu? Berger berpendapat, piramida itu tidak dirancang untuk tujuan estetika. Makna piramida itu terletak pada altar pengorbanan yang dibangun berdasarkan keyakinan dan rencana atau teori yang dikemukakan para pemuka agama yang harus ditaati.

Berger menarik pengalaman masyarakat ini ke dunia modern. Teori-teori, kata Berger, umumnya dibuat oleh para cendekiawan, golongan intelek masyarakat kita. Dan sejarah bukanlah semata-mata rangkaian pergantian struktur kekuasaan secara berturut-turut, melainkan rangkaian pergantian bangunan-bangunan teoritis dan setiap bangunan didirikan atau dirancang oleh seseorang atau golongan tertentu. Para cendekiawan membujuk dan meyakinkan pemegang kekuasaan negara untuk melaksanakan rencana teoritis ang mereka ajukan (h. 13).

Dari masyarakat modern dan lampau itu, menurut Berger, terlihat peran serupa para cendekiawan. Kaum intelektual ini melayani kekuasaan dan meyakinkan penguasa untuk mengikuti teori dan rencana mereka. Cendekiawan menunjukkan cara bagi penguasa untuk menyediakan korban (manusia lain, rakyat) bagi para dewa. Esensi yang sama berulang di masa modern atas nama pertumbuhan ekonomi maupun revolusi. Melihat Piramida Cholula, kata Berger, adalah memahami hubungan antara teori, keringat, dan darah.

Lahir di Austria, Berger bermigrasi ke AS dan berusaha merumuskan gagasannya sendiri dalam sosiologi. Dari puluhan karyanya, The Social Construction of Reality, yang ia tulis bersama Thomas Luckmann pada 1966, memperoleh penghargaan International Sociological Association sebagai satu di antara lima buku sosiologi paling berpengaruh di abad ke-20.

Dibandingkan pemikir lain, relatif banyak karya Berger yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Selain Piramida, ada pula Sosiologi Ditafsirkan Kembali, Kabar Angin dari Langit, Revolusi Kapitalis yang edisi Indonesianya disertai Pengantar dari Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, dan Langit Suci: Agama sebagai Realitas Sosial. Publikasi ini menandai tempat pemikiran Berger di kalangan cendekiawan Indonesia. Gagasannya bukan hanya relevan bagi negeri ini, tapi juga inspiratif.

Di pekan pertama Juli, tanggal 5, Berger berpulang dalam usia 88 tahun. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu