x

Iklan

Maria Rita

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Obed Wabia, Penderitaannya Diabaikan Petugas Kesehatan Papua

Obed Wabia, warga pedalaman Papua, sudah lebih dari satu berjuang untuk menyembuhkan lukanya yang didiagnosa tumor, namun diabaikan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dua hari lalu, setelah saya menulis kisah penderitaan balita suku Korowai bernama Puti Hatil, dua mahasiswa yang tinggal di Jayapura, Papua mengirim email ke saya menceritakan tentang penderitaan Obed Wabia, guru guru yang diperbantukan untuk mengajar di satu sekolah dasar kampung Yomber, Distrik Roswar, Kabupaten Teluk Wondama.

Lewa email, mereka melampirkan surat berisikan cerita tentang nasib malang Obed yang menderita tumor dan menanti orang-orang yang tergerak rasa kemanusiaanya untuk secepatnya memberikan pertolongan setelah setahun lebih ia berusaha mencari kesembuhan, dan respons petugas kesehatan di sana yang memprihatinkan sekali.

Di sini, saya melampirkan surat dari dua mahasiswa bernama Soleman Itlay dan Marthen Louw dengan editing seperlunya tanpa mengurangi makna dan pesan surat mereka.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

OBED WABIA, warga Kampung Wafiani, Distrik Amberbaken, Kabupaten Tambrauw, Provinsi Papua Barat. Pria berusia 38 tahun tersebut menderita penyakit tumor sejak November 2016.

Pria asal Kampung Warpaperi bekerja sebagai petani untuk menghidupi keluarganya. Obed juga merupakan guru yang diperbantukan untuk mengajar di satu sekolah dasar kampung Yomber, Distrik Roswar, Kabupaten Teluk Wondama.

Menurut informasi yang kami peroleh dari salah satu keluarga pasien, Hugo Asrouw, menuturkan awalnya Obed dan keluarganya mengira mulutnya terkena kapur pinang hingga terluka. Mereka menggap luka biasa dan kemudian menjadi bisul. Seiring berjalannya waktu hari berganti hari, benjolan yang diduga bisul itu semakin membesar. Benjolan besar disamping kiri mulutnya tersebut di perkirakan sebesar buah mangga.

Tangisan dan jeritan Obed terdengar setiap hari dan semakin terasa ketika makan dan minum air. Obed yang setiap waktu ditemani oleh sang istri mengatakan makan makanan saja tidak bisa.

Obed mengaku sudah beberapa kali mengunjungi Puskesmas Amberbaken untuk berobat. Namun petugas kesehatan menjawab mantri lagi ada pertemuan, sehingga hanya diberikan obat untuk membersihkan luka.

Obed sempat meminta petugas Puskesmas untuk membuat surat rujukan ke Rumah Sakit Umum Manokwari. Tetapi tidak ada surat rujukan yang diberikan kepadanya. Dua hari kemudian Obed kembali meminta surat rujukan, namun dengan santai mantri mengatakan masih ada pertemuan penting.

Merasa diabaikan, dengan usahanya sendiri Obed melakukan perjalanan menuju RSUD Manokwari melalui jalan darat menggunakan transportasi pada Februari 2017. Setibanya di RSUD Manokwari dan melakukan pemeriksaan, dokter hanya memberikan obat untuk membersihkan luka dan obat antisakit.

Terhitung pada Maret-Mei 2017, Obed melakukan pengobatan secara tradisional di Wasior Kabupaten Wondama. Hal tersebut dilakukan karena kurangnya pelayanan kesehatan secara baik oleh pihak medis. Namun upaya tersebut tidak berhasil mengubah nasibnya, malah benjolan di pipinya semakin membesar. Akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke kampung Waifiani.

Obed mengatakan selama di Saukorem, sejak perjuangannya mencari kesembuhan di Kabupaten Wondama, ia pernah dikunjungi oleh beberapa petugas medis Puskesmas Amberbaken yakni Mantri Derek Baransano dan Keliopas Burdam, untuk membersikan luka dan memberikan obat yang dapat menghilangkan rasa sakit.

Perjalanan yang panjang dengan jerih payah mencari kesembuhan, Obed mengaku telah mengeluarkan biaya kurang lebih DUA PULUH JUTA RUPIAH untuk membiayai transportasi, obat, serta makan dan minum selama kurang lebih satu tahun.

Melihat kondisi kesehatan Obed yang semakin memburuk, pada Oktober 2017, Ibu Pendeta Novita Tubalaoni yang selama ini melayani jemaat di satu Gereja setempat mengajak Obed dan istrinya untuk kembali berobat ke RSUD Manokwari.

Setibanya di Kota Manokwari, Pada Kamis 19 Oktober 2017, Obed diantar mengunjungi klinik RSUD Manokwari dan melakukan pemeriksaan. Dari hasil pemeriksaan, Dokter mengatakan bahwa Obed menderita penyakit tumor dan harus dioperasi. Obed diberikan obat dari dokter untuk dikonsumsi sementara waktu.

Kurang lebih dua minggu Obed tinggal di salah satu gubuk milik mahasiswa dan pelajar Kampung Wefiani yang beralamat di Kampung Ambonbagian Atas Kota Manokwari.

Obed dan keluarganya telah memutuskan untuk kembali ke Kampung Wefiani pada Rabu, 25 Oktober 2017, karena tidak ada biaya untuk membiayai pengobatan selanjutnya. Namun pada Selasa 24 Oktober 2017 malam, pukul 23:00 WIT, Hugo Asrouw yang juga bekerja sebagai aktifis Kemanusiaan Papua Barat dari Distrik Amberbaken, Kabupaten Tambrauw berkunjung ke gubuk tersebut.

Setibanya di sana, Hogo berdiskusi bersama beberapa mahasiswa asal Kampung Wefiani dan mendengar suara tangis dan jeritan kesakitan. Ia lalu bertanya,: "Siapa yang sakit?" Ia diberitahu bahwa Obed yang sakit. Kemudian tanyanya lagi: "Sakit apa?" Lalu para mahasiswa memberitahu Obed menderit tumor. Hugo pun berjanji besok pagi akan kembali untuk melihat kondisi Obed.

Keesokan paginya tepat pukul 07 WIT, Hugo ditelephon mmahasiswa asal Kampung Wafiani,sebelum di telepon lagi oleh Obed. Mahasiswa tersebut mengatakan keluarga Obed sudah tiba dari kampung, dan berada di Kota Manokwari. "Mereka berencana membawa Obed pulang karena sudah pasrah," kata Esau Wabia, mahasiswa.

Beberapa menit kemudian, Hugo ditelepon oleh Obed. Dalam percakapan singkat mereka, Obed berujar kepada Hugo: "Adik minta maaf, tadi malam adik datang tapi kakak merasa sakit sekali jadi tidak bisa keluar menemui adik. Obed dengan nada tanya kepada Hugo, adik bisa datang lihat kakak kah? Bantu kakak bagaimana caranya."

Hugo langsung memotong pembicaraan tanpa basa basi meminta kepada Obed untuk menutup telepon. Beberapa menit kemudian Hugo tiba di gubuk mahasiswa tempat Obed sementara tinggal.

Obed juga meminta kepada saudaranya, Hugo Asrouw, untuk membantunnya mengurus surat rujukan dari dokter agar mendapatkan pengobatan lanjutan ke RS Makasar atau RS Jakarta.

Hugo Asrouw yang merupakan saudara Obed menilai bahwa ini adalah dampak dari kepentingan politik dan bobroknya pelayanan kesehatan di Kabupaten Tambrauw, membuat rakyat menjadi korban.

Hugo mengatakan apabila mereka serius, barangkali pihak Puskesmas sudah membuat rujukan atau penanganan lainnya, sehingga Obed bisa secepatnya dioperasi apalagi penyakit yang dideritanya sudah sangat lama.

Saat ini pihak keluarga sedang berupaya untuk mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Pemda Kabupaten Tambrauw untuk berkenan membantu pengobatan Obed, agar bisa dioperasi dan mendapatkan kesembuhan. Pihak keluarga juga mengharapkan dukungan dan doa dari semua pihak yang merasa peduli terhadap kesehatan saudara mereka.

Dari surat ini saya mendapat kesan bahwa sistem penanganan petugas kesehatan sangat memprihatinkan terutama di pedalaman yang jauh dari pusat kota seperti Jayapura. 

Kesadaran akan tanggung jawab profesi dari para petugas kesehatan sebagai garda pertama untuk menyelamatkan manusia di pedalaman Papua ternyata memprihatinkan sekali, tentu dengan merujuk surat ini dan cerita-cerita mahasiswa-mahasiswa yang saya temui pekan lalu. Termasuk pemberitaan di media massa di Papua.

Ketika simpati dan empati sudah terkikis dari hati, hal apa lagi yang diharapkan dari mereka? Ironis sekali.

Semoga di tengah waktu yang terus berjalan dan nyawa Obed terancam dan juga penderita sakit lainnya yang ada di pedalaman Papua, ada manusia-manusia malaikat dari penjuru negara yang segera menyelamatkan hidup Obed.

Saya percaya manusia-manusia dengan penuh rasa cinta kasih atas kemanusiaan orang-orang papa dan tersingkirkan masih ada di negeri Indonesia. Semoga.

 

 

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Maria Rita lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB