x

Sejumlah pengunjung memenuhi sudut gerai Matahari Mall di Pasaraya Blok M yang masih memajang busana dengan diskon, Senin, 18 September 2017. Matahari Mall mendiskon seluruh produknya di dua gerai, yakni di Matahari Mall Pasaraya Blok M dan Pasaraya

Iklan

gunoto saparie

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Laju Inflasi di Akhir Tahun

Inflasi menjelang Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2018 merupakan fenomena perekonomian.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh Gunoto Saparie

Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan kondisi ekonomi Indonesia sepanjang Desember 2017 tidak menciptakan dorongan terhadap inflasi yang tinggi. Bahkan, inflasi Desember 2017 diperkirakan tak lebih dari 0,42 persen. Pada pekan-pekan akhir Desember terdapat momen perayaan Natal serta Tahun Baru 2018.

Mengacu pada pernyataan Kepala BPS, Suhariyanto, secara tahunan memang permintaan masyarakat diperkirakan mencapai puncaknya pada Desember dan tren itu selalu berulang setiap tahunnya. Akan tetapi, kondisi pada tahun ini agak sedikit berbeda dari biasanya. Hal itu karena sejumlah kebijakan yang diambil pemerintah untuk menjaga stabilnya harga pangan yang selama ini menyumbang besar inflasi terus dilakukan. Memang, untuk prediksi sepanjang Desember barangkali kita bisa bercermin dari capaian November yang inflasinya jauh lebih rendah dari periode yang sama tiga tahun lalu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Meskipun demikian, BPS memprediksi bahwa kemungkinan sepanjang Desember 2017, tekanan inflasi masih dirasakan dari beberapa komoditas bahan pangan, seperti cabai merah dan beras. Dua komoditas ini sumbangan terhadap inflasinya cukup besar, namun terus dikendalikan. Perkiraan inflasi Desember dan keseluruhan 2017, BPS menilai masih di kisaran target pemerintah bahkan lebih rendah yaitu 3 persen dan di bawah 4 persen.

Memang, ada kecenderungan kenaikan harga menjelang Hari Raya Natal dan Tahun 2018. Komoditas yang diberikan prioritas adalah beras, gula dan minyak goreng. Menurut Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, pemerintah berkomitmen untuk menjaga pasokan dan harga bahan pokok menjelang Hari Raya Natal. Satuan Petugas (Satgas) Pangan kembali dikerahkan guna meneruskan klaim sukses Lebaran lalu.

Memang, spekulasi penahanan pasokan bahan pokok kerap terjadi menjelang Hari Raya Natal,  sehingga menyebabkan kelangkaan. Akan tetapi, peningkatan kebutuhan bahan pokok saat Natal biasanya tidak setajam Lebaran. Meski begitu, Satgas Pangan tetap memantau stok dan harga bahan pokok, terutama di wilayah timur Indonesia.

Rencana aksi monitor distribusi stok pasokan dan harga mulai 1 Desember 2017 hingga 10 Januari 2018. Lokasi utama pengawasan ada di Nusa Tenggara Timur (NTT), Papua, Sulawesi Utara, Papua Barat, Maluku, Kalimantan Barat, dan Sumatera Utara. Lokasi lain yang menjadi fokus adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa timur, dan Bali. Langkah yang dilakukan oleh Satgas Pangan adalah edukasi, pencegahan, dan penegakkan hukum.

Sebagian masyarakat memang akan lebih banyak melakukan aktivitas pembelanjaan (pengeluaran) untuk sejumlah kebutuhan di akhir tahun, terutama menjelang Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2018. Misalnya, seperti pembelanjaan kebutuhan pokok, makanan jadi, pakaian, aksesoris, perhiasan, transportasi, dan pembelanjaan lain-lain yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan pribadi. Kebiasaan semacam ini sudah menjadi gaya hidup konsumerisme pada umumnya masyarakat di Indonesia.

 

Inflasi menjelang Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2018 boleh dikatakan merupakan fenomena perekonomian. Hal ini karena lonjakan inflasi tidak selalu terjadi di setiap bulannya, melainkan hanya terjadi menjelang Hari Raya Natal dan Tahun Baru, selain di bulan Ramadan dan Lebaran. Lonjakan inflasi bukan bersumber dari pasokan barang-barang kebutuhan pokok, melainkan didorong oleh semakin tingginya ekspektasi atas tingkat kesejahteraan.

Hari-hari ini setelah suku bunga acuan Amerika Serikat dipastikan naik, fokus utama pasar akan mengarah pada kelanjutan kebijakan reformasi pajak di negeri Paman Sam itu. Kurs rupiah pun berpotensi melemah terhadap dolar AS selama momen tersebut berlangsung. Keputusan final mengenai kebijakan reformasi pajak AS diharapkan sudah ada sebelum tanggal 22 Desember nanti.

Saat ini mayoritas pelaku pasar optimistis kebijakan tersebut akan resmi diberlakukan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Presiden Donald Trump dalam konferensi pers sebelum agenda Federal Open Market Commitee berlangsung. Trump menyatakan, baik senat maupun parlemen hampir mencapai kata sepakat terkait RUU reformasi pajak AS.

Dari dalam negeri, setelah Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, belum ada lagi agenda atau rilis data ekonomi yang bisa menunjang pergerakan rupiah di pasar selama pekan depan.  Kemungkinan rupiah akan mengalami pelemahan sepanjang pekan depan di level Rp 13.520—Rp 13.620 per dolar AS.

 

Pelemahan rupiah terhadap dolar AS terjadi akibat penantian pasar terhadap keputusan The Federal Reserve menaikkan tingkat suku bunga acuan AS. Di sisi lain, pasar masih was-was dengan sosok Jerome Powell yang akan menggantikan Janet Yallen sebagai Ketua The Fed. Hal tersebut mampu mendorong penguatan rupiah terhadap dolar AS dalam dua hari terakhir. Karena Powell dikenal dovish dan cenderung berhati-hati, ada kekhawatiran tingkat suku bunga AS tidak mengalami kenaikan sampai tiga kali seperti yang diharapkan.

*Gunoto Saparie adalah Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jawa Tengah

Ikuti tulisan menarik gunoto saparie lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler