Melamar Kerja Menjadi Kepala Daerah

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Iklan

MELAMAR KERJA MENJADI KEPALA DAERAH “ Mencermati Potensi Politisi Menyelamatkan Demokrasi “

MELAMAR KERJA MENJADI KEPALA DAERAH

“ Mencermati Potensi Politisi Menyelamatkan Demokrasi “ 

 

Oleh: Ridwan Mubarack, HP.082214777004

(Penulis adalah Dosen Fidkom UIN SGD Bandung, IAIS Sukabumi, UNPI Cianjur,

Wakil Ketua DPW Gema Math’laul Anwar dan Pengurus DPD KNPI Jawabarat) 

“Pesta demokrasi seyogianya dirayakan dengan penuh sukacita dan riang gembira oleh semua komponen rakyat di negeri ini, tanpa kamuflase, tanpa money politik, dan menjunjung tinggi sportifitas”.(Mubarack)

Sejatinya, calon pemimpin ditingkatan lokal pemerintahan daerah yang mengikuti kontestasi pilkada, adalah para pencari kerja yang bercita-cita menjadi pejabat politik definitif di  daerah. Ruang publik sebagai ruang politik adalah perusahaan besar dan rakyat sebagai konstituen politik adalah pemilik saham sekaligus direktur dari perusahaan tersebut. Ditahun 2018 ini pula rakyat akan “kebanjiran lamaran” dari para peminat pencari kerja calon kepala daerah di seluruh Indonesia. Tahun 2018 menjadi tahun politik yang bersejarah bagi Republik ini, pasalnya di tahun ini pula perhelatan pesta demokrasi jilid tiga akan dilaksanakan serentak. Bahkan pesta demokrasi kali ini disinyalir sebagai pesta demokrasi paling akbar diseluruh dunia. Komisi Pemilihan Umum (KPU-RI)  sudah menetapkan tanggal pencoblosan Pilkada Serentak 2018 yaitu pada tanggal 27 Juni 2018. Rencananya, ada sekitar 171 daerah yang mengikuti Pilkada 2018. Tahapan Pilkada serentak akan dimulai 10 bulan sebelum hari pencoblosan. Itu berarti tahapan dimulai Agustus 2017 yang lalu. Pilkada serentak tahun 2018 akan lebih besar daripada Pilkada sebelumnya. Dari total 171 daerah tersebut, ada 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten yang akan menyelenggarakan Pilkada di tahun ini. Beberapa provinsi di antaranya adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. 

Mencermati animo yang begitu besar dari para pencari kerja jabatan politik pemerintah daerah, sudah seyogianya para job seeker tersebut membuktikan integritas, dedikasi, dan kompetensinya sebagai calon pemimpin. Integritas adalah sikap teguh mempertahankan prinsip, tidak mau korupsi menjadi dasar yang melekat pada diri sendiri sebagai nilai-nilai moral. Integritas bukan hanya sekedar bicara, pemanis retorika, tetapi juga sebuah tindakan nyata. Integritas berarti  mutu, sifat atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan, yaitu kejujuran. Dari sisi integritas politik, publik selaku konstituen poitik, pemilik kedaulatan demokrasi  wajib mengetahui secara komprehensif terkait dengan rekam jejak (track record) sang calon pemimpin selaku pencari kerja. Apa latar belakang yang menjadikan sang calon layak untuk dipilih menjadi kepala daerah?, bagaimana karakter personalnya sebelum ia mencalonkan diri?, apa prestasi yang telah ia raih dan layak dijadikan referensi politik?, dan sejauhmana ia mau serta mampu menjadi pemimpin pilihan rakyat?.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Visi misi yang dikemukakan dalam atribut-atribut politik ataupun melalui bahasa oral ketika berkampanye di ruang publik, tidak dapat memberikan satu garansi bahwa ia adalah seseorang yang layak untuk dijadikan calon pemimpin di daerah. Kamuflase politik yang berdampak menjadi efek hallo bagi calon pemilih kerap kali dilakukan oleh para politisi untuk menarik simpati rakyat. Sikap berpura-pura baik, pura-pura peduli, pura-pura merakyat, dan pura-pura hebat merupakan efek hallo yang sering ditampilkan oleh calon kepala daerah demi menjadi pemenang dalam kontestasi pilkada. Walhasil, calon pemimpin seperti ini adalah pemimpin yang berkerja tidak untuk kepentingan rakyat melainkan hanya untuk kepentingan diri, kelompok dan partainya saja, karena ia lahir dari produk politik yang serba pura-pura.

Berikutnya dedikasi. Dedikasi ternyata berakar dari bahasa Latin dedicatio, menyatakan, mengumumkan. Suatu kondisi ketika seseorang menenggelamkan diri (immerse oneself) dalam suatu sikap yang tulus pada satu subyek yang dianggap baik dengan kondisi penuh kesadaran dan totalitas. Dalam kamus bahasa Inggris, dedicate artinya mempersembahkan atau membaktikan. Dalam bahasa Indonesia, pengertian umum tentang dedikasi, terkait dengan hal ihwal dharma-bhakti, berkorban tanpa pamrih. Seorang pencari kerja sudah selayaknya memiliki dedikasi yang tinggi atas pekerjaan yang didambakannya. Dedikasi politik disini dapat dimaknai sebagai sikap rela berkorban untuk kepentingan rakyat, aspiratif, dan berempati atas segala suka maupun duka masyarakat di sekitarnya. Apakah ia membangun human relations yang baik selama ini dengan calon konstituen politiknya ataukah tidak? minimal dilingkungan terkecil tempat ia tinggal. Setidaknya, parameter politik sehatnya seorang politsi mencakup empat hal, yakni sehat secara fisik, sehat secara mental, sehat secara spiritual, dan sehat pula secara sosial.

Kondisi sehat secara sosial harus sudah terbangun sebelum sang calon pemimpin mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Sehat secara sosial dengan banyak membangun ruang komunikasi, menjadi indikator keterpilihan politik paling mudah bagi calon pemilih untuk menjatuhkan pilihan politiknya. Jika saja ada calon kepala daerah yang mendadak baik, mendadak dermawan dengan menabur uang disana-sisni melalui money politik, waspadailah bahwa ia bukan calon pemimpin yang akan membawa kepada kemaslahatan umat, ia bukan pilihan terbaik. Sebaliknya, politisi seperti inilah yang menjadikan demokrasi sebatas mainan kekuasaan, dialah pembajak demokrasi yang sebenarnya. Berikutnya ia akan menjadikan syahwat kekuasaan sebagai satau-satunya tujuan dalam kepemimpinan, dan inilah ancaman demokrasi yang harus kita persempit ruang geraknya, kita lawan dengan cara tidak mencoblosnya di dalam bilik suara. Beri mereka hukuman dengan memarjinalkannya dari ruang politik publik.  

Berikutnya yang terakahir, yang tidak kalah penting bagi para pencari kerja jabatan-jabatan politik dimomen pilkada adalah kompetensi. Kompetensi (competencies) merupakan sejumlah karakteristik yang mendasari seseorang dan menunjukkan (indicate) cara-cara bertindak, berpikir atau menggeneralisasikan situasi secara layak dalam jangka panjang. Level kompetensi seseorang terdiri dari dua bagian. Bagian yang dapat dilihat dan dikembangkan, disebut permukaan (surface) seperti pengetahuan dan keterampilan, dan bagian yang tidak dapat dilihat dan sulit dikembangkan disebut sebagai sentral atau inti kepribadian (core personality), seperti sifat-sifat, motif, sikap dan nilai-nilai yang dianut. Seorang calon pemimpin mutlak harus  memiliki kompetensi yang mumpuni dalam mengemban amanahnya sebagai pemimpin, ia haruslah berkarakter kuat sebagai seorang pemimpin alias strong leadership.

Kepemimpinan yang baik tidak diwariskan secara genetik, melainkan dipelajari dan dibiasakan melaui tindakan-tindakan nyata di tengah masyarakat. Baik-buruknya kompetensi calon pemimpin daerah, akan sangat berkorelasi erat dengan hal yang paling mendasar yaitu paradigma berpikir. Cris Cole dalam bukunya, Komunikasi Sebening Kristal tegas menyatakan bahwa pikiran, akan melahirkan kata, kata melahirkan tindakan, tindakan melahirkan kebiasaan, dan kebiasaan melahirkan takdir. Pun demikian dengan kepemimpinan dari para pencari kerja jabatan-jabatan politik ini. Semakin ia terbiasa membangun paradigma positif tentang realitas hidup, semakin ia piawai dalam memecahkan persoalan-persoalan kepemimpinannya kelak, demikian pula sebaliknya.

Integritas, dedikasi, dan kompetensi menjadi syarat mutlak bagi para pencari kerja jabatan politik. Satu saja alfa, maka tidaklah sempurna ia sebagai calon kepala daerah, ia tidak layak menjadi calon kepala daerah, karena cacat syarat di awal pengajuan lamaran politiknya. Konstituen politik selaku perusahaan besar sekaligus personalia dalam ruang publik yang serba sumir, berhak untuk melakukan seleksi politik yang cukup ketat bagi para job seeker politik tersebut. Hanya para pencari kerja yang memenuhi syarat yang berhak menduduki posisi sentral di tingkatan lokal pemerintah daerah, selebihnya adalah punakawan-punakawan politik penggembira dalam perhelatan pesta demokrasi daerah. Pesta demokrasi haruslah dirayakan dengan penuh sukacita dan riang gembira oleh semua komponen rakyat di negeri ini, tanpa kamuflase, tanpa money politik, dan menjunjung tinggi sportifitas politik pastinya. Fair play dalam berkompetensi menjadi kata kunci sekaligus harga mati, demi tegaknya demokrasi substansial bukan demokrasi prosedural yang penuh dengan kepura-puraan. Selamat bertanding dan berkompetensi Bung !. (Wassalam, disarikan dari berbagai sumber).

 

                                                                                                            Cianjur, 05 Januari 2018

 

 

                                                                                                            Penulis                 

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Ridwan

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Menjadi Guru Qolbu

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
img-content

Melamar Kerja Menjadi Kepala Daerah

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler