x

Iklan

Tatang Hidayat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Sebuah Jejak Terukir di Atas Bumi Singapura

Apa yang ada dipikiranmu ketika mendengar nama Singapura ? Apakah kamu akan langsung teringat dengan patung Merlion ?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebuah Jejak Terukir Di Atas Bumi Singapura

                                          Oleh : Tatang Hidayat*)

Apa yang ada dipikiranmu ketika mendengar nama Singapura ? Apakah kamu akan langsung teringat dengan patung Merlion ? Katanya ada yang bilang jika kamu belum berfoto dengan latar belakang patung Merlion artinya kamu belum ke Singapura. Atau kamu akan teringat dengan Garden By the Bay sebuah taman raksasa seluas 100 hektar  yang berada di belakang Marina Bay Sands ? Jika bukan juga,  bagaimana dengan Universal Studios yang terletak di sebuah pulau tempat wisata dengan tema film Hollywood ?

Apapun yang kamu bayangkan dengan negara supor power Asia ini, ternyata dibalik semua keindahan itu, untuk menginjakkan kaki di negara tersebut memerlukan perjuangan yang tidak mudah. Bagaimana tidak, perjuangan ini harus di awali dari Kuala Lumpur, namun saat berada di bandara negeri Jiran tersebut, ternyata masih ada sesuatu yang mengganjal dalam hati ini, yakni teringat dalam pikiran saya akan suatu pemandangan yang luar biasa yang dipertontonkan dari mulai bandara Soekarno Hatta hingga Bandara Kuala Lumpur. Apakah gerangan pemandangan tersebut ?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pemandangan tersebut merupakan bentuk sebuah kecintaan dari seorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka adalah sekelompok dari jama’ah dakwah yang akan melakuka rihlah ke negeri jauh, terlihat dari wajah mereka merupakan wajah yang jauh dari perasaan malu karena aktivitas yang mereka lakukan.

Pakaian yang mereka gunakan jauh dari kemewahan, pakaian sederhana dengan gamis kebanggaan, beberapa ada yang memakai ikat kepala dari sorban atau biasa disebut imamah bagi sebagian orang yang menyebutnya, tidak lupa ada juga yang membawa siwak di tangan mereka sebagai alat untuk membersihkan gigi dan mulut mereka.

Mereka tinggalkan anak dan isteri yang ada di negerinya, mereka korbankan waktu keceriaan bersama keluarga karena untuk menjalankan sebuah tugas meneruskan kerjanya para nabi. Terkadang tidak sering mereka harus menerima cacian, makian, hinaan, fitnah karena aktivitas yang mereka lakukan, namun cacian, makian, hinaan, fitnah tersebut mungkin sudah menjadi kebanggaan bagi mereka, dan hinaan tersebut mereka balas dengan senyuman. Masya Allah sungguh pemandangan ini menyejukkan mata dan hati, yang biasanya di bandara selalu dipertontonkan pemandangan akan kemewahan dunia, setidaknya dengan kehadiran mereka sedikit mengingatkan akan kehidupan akhirat.

Tibalah di Kuala Lumpur, jama’ah seperti mereka ternyata ada juga, ternyata rihlah mereka dalam melakukan dakwah ini sangat luar biasa, meskipun mereka harus berkorban waktu, tenaga, harta dan keluarga. Apalah jika dibandingkan dengan diriku, yang hanya terdiam ketika melihat saudara sendiri tidak menjalankan perintah-Nya, ataupun tidak sedikitpun merasa risau ketika ada saudara sendiri yang melanggar larangan-Nya. Sungguh dari wajah-wajah mereka terpencar sebuah harapan supaya kenikmatan beriman dan berislam ini bisa tersebar ke seluruh umat manusia yang ada di muka bumi ini.

Saat tiba di bandara Kuala Lumpur, saya langsung memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, seolah tidak percaya akan semua ini. Dari sana saya langsung menuju ke Johor, sebuah daerah yang ada di negeri jiran. Di tengah perjalanan saya berkenalan dengan seorang pemandu wisata dari Malaysia, orangnya ramah dan ceria sebut saja Kang Syarif. Di sisi lain, saya pun bisa berkenalan dengan sopir bis, sebut saja Kapten Romi. Dari penjelasan pemandu dari Malaysia, saya mulai tahu akan sejarah berdirinya negara Malaysia yang pernah dijajah juga.  

Sesampainya di Johor pada malam hari, kami langsung melaksanakan shalat jama’ takhir Maghrib dan shalat Isya, kemudian lanjut istirahat di sebuah kamar dengan dua orang teman saya, tak disangka yang bersama saya adalah seorang dosen dari Universitas Muhammadiyah Solo sebut saja namanya Madya dan yang satunya lagi merupakan Duta Mahasiswa Daerah Istimewa Yogyakarta sebut saja namanya Syahdan.

Tidak terasa adzan shubuh-pun mulai berkumandang, dari sana kami mulai melaksanakan shalat shubuh berjama’ah, pertanyaannya siapakah yang akan menjadi imam ? Saya mempersilahkan dosen tersebut untuk jadi iman, namun dengan ketawaduannya, dosen tersebut mempersilahkan saya untuk menjadi imam, padahal saya sudah berasumsi bahwa dosen tersebut tidak qunut karena dari Muhammadiyah, sedangkan saya karena pengikut Madzhab Syafi’i rahimahullah tentunya melaksanakan qunut. Ternyata tidak disangka saat saya membaca do’a qunut, ternyata dosen tersebut mengikuti dan mengaminkan qunut yang saya bacakan.  

Setelah melaksanakan sarapan, saya silaturahim dan diskusi dengan kapten Romi dan kang Syarif, banyak yang kami obrolkan berkaitan dengan negeri mereka, namun tidak terasa waktu pun terasa singkat sehingga kami harus segera menuju Singapura untuk melaksanakan market research. Sebelum menuju negara tersebut, ada kartu putih yang harus di isi sebagai bagian syarat untuk memasuki negera Singapura. Setelah itu, kira-kira 3 jam perjalanan dari Johor, akhirnya pada siang hari kami pun sampai di Singapura.

Saat tiba di imigrasi, ternyata untuk memasuki negara tersebut tidak mudah, kami hampir menghabiskan waktu 2 jam di imigrasi, karena ada beberapa pengecekan ketat yang harus dilalui. Setelah selesai barulah kami masuk ke negara tersebut, nampak saat mulai memasuki negara tersebut ada sedikit perbedaan dari negara sebelumnya. Terlihat sepanjang jalan begitu bersih bahkan tidak ada sampah, begitupun tata letak kotanya sangat indah, tidak ada pedagang kaki lima di sepanjang jalan sebagaimana yang sering saya temui di bumi pertiwi. Ketika menikmati sepanjang jalan di Singapura, tidak terasa tibalah kami di Merlion Park sebuah tempat wisata yang diarea tersebut ada Patung Merlion, sebuah patung icon negara Singapura yang dikelilingi oleh danau yang sangat indah dan dihiasi dengan bangunan pencakar langit disekelilingnya.

Saat berada di Merlion Park, saya menelusuri setiap sudut yang ada di tempat itu, bagaimana tata letak dan menata keindahan dari tempat yang biasa menjadi luar biasa. Setelahnya, kami-pun menuju Universal Studios, sebuah tempat wisata yang terkenal di Singapura, dan di bawahnya ada sebuah tempat perjudian yang sangat terkenal, yakni Casino. Saat berada di tempat tersebut, saya pun berkeliling menelusuri setiap sudut yang ada di tempat tersebut, ternyata ada danau juga yang dilengkapi dengan bangunan yang sangat indah.

Tidak sampai di situ, perjalanan kami pun dilanjut ke salah satu tempat penjual coklat, saat berada di tempat itu, saya dengan beberapa kawan mencuri waktu untuk berkunjung ke salah satu sekolah yang bernama Alsagoff Arab School, yang letaknya berdekatan dengan tempat perbelanjaan. Terlihat beberapa siswi yang sudah pulang dari sekolahnya, kerudungnya lebar, wajahnya ceria dan menandakan orang yang berilmu. Sesekali ingin ku bertanya dan diskusi dengan mereka, namun apa daya, dengan pakaian yang mereka kenakan seolah mengulurkan niat saya untuk bisa diskusi dengan mereka.

Tidak berapa lama, kami pun lanjut ke pasar bugis, salah satu pasar yang menjual berbagai macam makanan, barang dan beberapa cinderamata Singapura, saya berkeliling di pasar tersebut, melihat setiap barang yang dijajakan, namun hasilnya tetap belum ada yang mengikat hati ini untuk membelinya. Jika boleh jujur, sebenarnya secara kualitas saya yakin masih bagus kualitas karya anak bangsa, bagaimana tidak, ternyata kebanyakan barang yang dijual adalah produk impor, dan asumsi saya kayaknya ada produk karya anak bangsa yang dijual di pasar tersebut.

Seharusnya kita bangga dengan produk-produk karya anak bangsa, bukan malah sebaliknya kita merasa silau karena melihat merk produk luar negeri, padahal bisa jadi itu produk di buat di dalam negeri. Setelah dari pasar bugis, kami pun segera menuju Garden by The Bay untuk melaksanakan market research, namun sebelum melaksanakan market research, saat tiba di Garden by The Bay saya kembali dipertontonkan dengan pemandangan yang sangat indah.

Bagaimana tidak, saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 lebih, sedangkan saat itu kami belum melaksanakan shalat Dzuhur dan Ashar, maka ketika sampai di Garden by The Bay, beberapa peserta mulai turun, namun tetap ada keresahan dalam hati saya, kemudian saya pun ikut turun dan bertanya kepada kapten Romi. “Maaf kapten, kalau waktu ashar pukul berapa ya ?” Sebenarnya itu adalah bahasa politis supaya tidak menyinggung kapten, karena saya yakin, kapten adalah seorang muslim yang ta’at beribadah juga.

Tanpa disangka, setelah saya bertanya kepadanya, kapten berbisik kepada kang Syarif dan menyatakan ketidaksetujuannya untuk melaksanakan market research sedangkan shalat belum didirikan. Akhirnya beliau berteriak memanggil lagi rombongan kami yang sudah turun untuk mendirikan shalat, karena baginya shalat adalah yang utama, dan rombongan yang beliau bawa adalah tanggung jawabnya. Sungguh saya sangat respect atas sikap kapten Romi, sepadat aktivitas apapun jangan pernah tinggalkan shalat, karena shalat adalah kewajiban.

Akhirnya kami kembali naik bis dan berangkat menuju masjid untuk   mendirikan shalat jama’ takhir Dzuhur dan shalat Ashar berjam’ah di masjid tertua yang ada di Singapura, yakni masjid al-Abrar. Bangunan masjidnya sederhana dan berada di samping jalan yang ramai, tetapi suasananya yang menjadi menjadi sakral, karena kami bisa bertemu dengan saudara muslim kami, kami pun bisa kesempatan membawa beberapa buku keislaman yang disimpan di depan masjid yang disediakan khusus untuk para wisatawan.

Namun sebelum pulang, di depan masjid ada seorang ibu yang duduk layaknya seorang pengemis, namun ada yang menggelitik dalam pikiranku, masa di negara Singapura ada pengemis, mungkin saja asumsiku salah. Akhirnya kami-pun harus segera berangkat lagi menuju Garden by The Bay. Di tengah perjalanan menuju bis, saya tidak sengaja bisa berkenalan dengan seorang siswi yang datang jauh-jauh dari Surabaya untuk mengikuti agenda study comparative. Sungguh luar biasa keberaniannya, masih kecil sudah bisa keliling beberapa negara.

Saat diskusi dengan beliau di perjalanan, saya sampaikan kepadanya untuk terus menggapai cita-cita  setinggi mungkin, bila perlu lanjutkan sekolah sampai S3, karena saya menganggap beliau merupakan salah satu aset umat yang akan mengisi peradaban Islam di masa depan. Tanpa terasa akhirnya kami-pun sampai lagi di Garden by The Bay, tibanya di sana akhirnya saya berkeliling dengan seorang kawan untuk menelusuri setiap sudut Garden by The Bay, ternyata memang pemerintah Singapura itu bisa membuat tempat sederhana menjadi luar biasa.

Selesai dari sana, akhirnya kami berangkat ke Masjid Sultan, salah satu masjid terbesar di Singapura, bangunannya begitu indah dan bersih, seolah menandakan sikap muslim harus begitu, menonjolkan keindahan dan kebersihan, karena keindahan dan kebersihan salah satu aktualisasi dari ajaran Islam. Di masjid Sultan akhirnya kami bisa mendirikan shalat Maghrib secara berjama’ah. masya Allah bacaan imam-nya sangat fasih dan indah, terdengar dari bacaan yang dilantunkannya menggunakan  riwayat lain, bukan riwayat Hafsh sebagaimana kebanyakan imam di Indonesia.

Selesai melaksanakan shalat Maghrib berjama’ah, kami-pun melanjutkan dengan mendirikan shalat jama’ takdim Isya dengan qashar, dan kembali beberapa kawan menunjuk saya menjadi imam, padahal banyak dari mereka yang lebih fasih dalam membaca al-Quran. Sehabis shalat, sebagaimana biasa saya lakukan di beberapa masjid lainnya yang saya singgahi, saya selalu memanjatkan do’a dengan menyebut para pemuda yang terukir merdu dalam alunan sajadah cinta, semoga Allah SWT melahirkan para pemuda Islam yang akan berjuang dengan penuh kesadaran untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam di setiap tempat yang saya singgahi, khususnya di setiap masjid yang saya singgahi tak terkecuali di masjid yang ada di Singapura.

Selanjutnya saya melihat setiap sudut yang ada di masjid tersebut, ternyata di sudut belakang masjid Sultan, ada sebuah pesan dakwah yang dibuat dengan elegan, mereka gunakan gambar-gambar menarik yang mudah di baca jama’ah dengan manampilkan beberapa ajaran Islam berupa rukun Iman, Islam dan akhlak. Kemudian saya sebentar mendengar kajian yang di sampaikan Ustadz di Masjid tersebut sebagai bentuk tabaruk terhadap majelis ilmu.

Saat tiba waktunya pulang, disepanjang perjalanan akhirnya saya merenung, mengapa negara yang kecil ini, yang sebenarnya tidak ada apa-apa jika dibandingkan baik dari segi wilayah ataupun kekayaan sumber daya alam dengan negeri saya. Namun mengapa negara Singapura bisa menjadi negara super power Asia ? Sedikit asumsi saya ternyata negara tersebut bisa menjadi negara supor power asia tidak terlepas dari sistem kehidupan mereka yang dijalankan dengan baik.

Yang sederhana saja, saya belum pernah melihat sampah sepanjang jalan di Singapura, karena saat membuang sampah sembarang saja otomatis akan terlihat oleh CCTV yang ada di setiap sudut negara tersebut, dan siap-siap tentunya kita harus membayar denda yang tidak murah. Begitupun dengan membuang ludah sembarang, bahkan  hanya sekedar mau menyebrang jalan pun kami harus berpikir dahulu, khawatirnya salah dalam melakukan penyebrangan dan akan dikenakan denda.

Begitupun dengan sepeda-sepeda yang ada disepanjang jalan bisa aman tanpa sedikitpun khawatir kehilangan. Bisa dibayangkan bagaimana sepeda tersebut jika ada di Indonesia ? jangankan sepeda, motor di depan rumah-pun bisa hilang.

Tidak terasa setelah seharian kami menelusuri sudut-sudut di negara Singapura, akhirnya kami harus kembali pulang dan tiba lagi di imigrasi, namun saat pulang dari Singapura, ternyata unutk pengecekan di imigrasi tidak lama sebagaimana memasukinya negara tersebut, kita cukup mengantri dan cek paspor. Akhirnya kami-pun bisa pergi meninggalkan Singapura, dan meninggalkan sebuah jejak yang terukir diatas bumi Singapura, terukir dalam tasbih lantunan do’a yang terukir merdu dalam sajadah cinta,  akan sebuah harapan semoga Allah SWT melahirkan pemuda Singapura yang akan berjuang dengan penuh kesadaran untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam.  

Dari Singapura kami pun segera menuju Kuala Lumpur dalam rangka persiapan menghadiri international class, saat di perjalanan, waktu tersebut saya gunakan  untuk istirahat. Saat mata terpejam, tanpa terduga akhirnya kami sudah sampai di Kuala Lumpur tepat hari Rabu, 28 Maret 2018 pukul 03.00 pagi. Sisa waktu menuju matahari terbit, saya gunakan untuk istirahat.

Namun tidak lama dari sana, adzan Shubuh berkumandang, kami-pun harus segera bangun untuk mendirikan shalat Shubuh berjama’ah. Seperti biasa mereka menunjuk saya menjadi imam, padahal mereka lebih fasih dalam membaca al-Quran. Sempat beberapa kali sebenarnya saya menolak, tetapi akhirnya ada seorang yang langsung qomat sebagai cara politik untuk bisa jadi makmun.

Bagaimana kisah perjalanan ini saat berada di Kuala Lumpur dan menghadiri agenda International Class ? Nantikan Catatan Mengukir Sebuah Cita-Cita Dari Negeri Jiran dalam tulisan selanjutnya.

*) Mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Tatang Hidayat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler