x

Seorang kerabat membawa foto Almarhum Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho saat pemakaman di Tempat Pemakaman Umum Sonolayu, Boyolali, Jawa Tengah, Senin, 8 Juli 2019. ANTARA

Iklan

Andri Cipto Utomo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 16 Juli 2019

Selasa, 16 Juli 2019 14:37 WIB

Rangkaian Pesan dari Mendiang Sutopo

Selama hidup, Sutopo mendedikasikan dirinya untuk bencana. Bagaimana caranya agar masyarakat di tengah kota dengan mudah mengerti dan memahami bencana melalui diorama.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Totalitas tanpa batas, itulah yang kami rasakan saat bekerja dengan almarhum Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas (Kapusdatinmas), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Gaya memimpin yang rendah hati, membuat staf terinspirasi bekerja sepenuh hati. Namun kini, pria ramah senyum itu telah pergi mendahului kami. Banyak pesan yang menyatu dalam hati kami, penyemangat kami, melanjutkan peran yang dulu beliau geluti.

Informan bencana, itulah peran almarhum sepanjang mengabdikan dirinya di BNPB. Ratusan mungkin sudah ribuan kabar bencana telah ia kabarkan ke penjuru negeri. Namanya santer dari Sabang sampai Merauke hingga penjuru dunia, mengabarkan bencana yang kerap mengundang duka.

Banyak bencana telah ia kabarkan, itu semua disampaikan dengan teguh hati. Hingga tanggal 19 Januari 2018, ia mendapat kabar yang membuat ciut hati. Ia divonis kanker oleh dokter. Saat itulah kabar bencana terbesar dalam hidupnya. "Aku positif, divonis kanker dari hasil CT scan,” kata Sutopo kepada saya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebagai akademisi penyandang gelar doktor IPB, beliau belum sepenuhnya percaya hingga akhirnya melakukan second opinion ke Malaysia dengan mengajak saya. Di negeri Jiran itu, hasilnya sama dengan dokter di Indonesia, beliau kembali divonis kanker paru-paru stadium 4. "Aku jadi enggak semangat, anak-anakku masih kecil, sedih aku" lirih Sutopo kepada saya.

Saya berusaha menenangkannya, memberikan kekuatan dan kesabaran kepadanya. Saat Itulah saya melihat semangat beliau jatuh ke titik paling rendah. Namun itu tak lama, semangat beliau kembali terpompa saat menjalankan kewajibannya sebagai informan bencana.

Meski di tangan masih menempel plester bekas selang infus dari operasi biopsi di rumah sakit Malaysia. Saat itu 23 Januari 2018, Jakarta dilanda gempa dan wartawan mencari Sutopo. Belaiu tetap sigap dan tenang meramu data untuk dikabarkan ke penjuru negeri. Beliau seakan lupa, ada makhluk lain bernama kanker dalam paru-parunya. Ini yang membuat saya sebagai bawahan angkat topi dan menyeganinya.

Di tengah dera rasa sakit, ia memberikan update informasi bencana kepada media yang kerap menghubunginya tanpa jeda. Namun di balik itu semua, beliau meneteskan air mata saat dokter menyatakan harus kemo untuk memperpanjang hidupnya hingga tiga tahun.

Usai berobat ke Malaysia, beliau memilih kemo di dalam negeri hingga akhirnya berobat ke Guangzhou, Cina pada 14 Juni 2019 lalu. Saya dan staf lainnya sempat menjenguknya, dan saat itulah beliau menyampaikan maaf dan salam perpisahan sembari mengusap air mata. Setelah itu, 7 Juli 2019 saya mendapat kabar duka kepergian beliau untuk selama-lamanya.

Setidaknya saya merekam 10 pelajaran dari beliau yang saya ingat, selama saya menjadi staf di bawahnya. Saya beranikan menulis pelajaran itu, agar dapat dipetik oleh semua orang.

 

Pertama, percaya diri saat berbicara di depan publik. Beliau dengan gamblang mengemas informasi yang rumit menjadi informasi ringan dan mudah dicerna bahkan dapat mengundang canda dan tawa.

 

Kedua, mempunyai standar tinggi dalam bekerja dan berkarya. Meski bekerja di instansi pemerintah, beliau kerap menggunakan standar dan dedikasi layaknya bekerja di perusahaan swasta.

 

Ketiga, berani berbaur dengan bawahan. Ia kerap berdiskusi dengan bawahan, berdebat, dan juga tertawa bersama para staf. Kami tidak merasakan ada sekat antara pejabat dan bawahan dengan beliau. Beliau bahkan tak sungkan mendatangi meja kerja kami, walau hanya untuk sekedar menanyakan kabar. Kami akan kangen ini pak Topo.

 

Keempat, motto beliau yang menginspirasi. “Hidup itu bukan soal panjang atau pendeknya usia, namun seberapa besar kita dapat membantu orang lain”. Ia juga memberikan pesan ke kami, “Jangan besar karena jabatan, tetapi jabatan apapun besar di tangan kamu." Inilah yang kami sebut dengan dedikasi, memberikan yang terbaik kepada semua orang. Ia juga berpesan, agar tidak merokok, “ingat anak, istri, suami dan keluargamu yang akan terpapar rokokmu”.

 

Kelima, suka berfoto dan narsis dengan berbagai gaya. Meski divonis kanker, tak membuat beliau rendah diri. Ia tetap semangat dan ini menjadi inspirasi untuk penderita kanker lainnya. Intinya, jangan pernah menyerah dengan kondisi yang menerpa kita dan selalu tetap semangat.

 

Keenam, tetap melakukan aktivitas termasuk hobi yang juga menjadi penyemangat hidup. Selama hidup, Sutopo mendedikasikan dirinya untuk bencana. Bagaimana caranya agar masyarakat di tengah kota dengan mudah mengerti dan memahami bencana melalui diorama. Seperti diorama gunung api, miniatur diorama, longsor, foto 3D dan sebagainya merupakan ide beliau.

 

Ketujuh, kreatif dan inovasi. Meski usianya sudah mendekati setengah abad, namun ia selalu kreatif dan selalu mempunyai inovasi untuk berkomunikasi melalui media sosialnya. Kami akui, cara beliau yang kreatif mention akun twitter Raisa tambah mempopulerkan nama beliau.

 

Kedelapan, menikmati hidup dan bersyukur. Salah satu cara beliau menyukuri pekerjaannya adalah, berburu kuliner saat dinas ke luar daerah. Namun, semenjak divonis kanker, beliau mulai menjaga dan memilih makanan.

 

Kesembilan, bertanggungjawab dengan pekerjaaanya. Sebagai juru bicara, beliau selalu siaga dan standby dengan handphonenya jika suatu saat ditelpon wartawan. Meski pejabat teras di BNPB, Ia tak sungkan mencari data sendiri ke Pusdalops, BPBD atau petugas BNPB di lapangan. Ia memastikan akurasi data, cek dan ricek bisa berjalan. Ia juga membuat rilis sendiri dan menyebarkannya ke tujuh grup WhatssApp Medkom Bencana dan tujuh grup WhatssApp Wartawan Peduli Bencana (WAPENA). Wapena merupakan ide beliau juga, melatih wartawan dengan materi penanggulangan bencana. Harapannya wartawan tidak hanya jago menulis, tetapi juga bisa merasakan menjadi pelaku bencana saat sebagai jurnalis. Seperti mendirikan tenda, masak di dapur umum, penyelamatan korban dan sebagainya untuk meningkatkan kapasitas wartawan.

 

Kesepuluh, sosok pejabat yang bertalenta dan unik dan susah dicarikan penggantinya. Terima kasih banyak Pak Topo, atas pelajaran yang telah diberikan. Perjuanganmu melawan kanker tak menyurutkan dedikasimu memberikan informasi ke publik. Salam hormat saya.

 

Andri Cipto Utomo

Ikuti tulisan menarik Andri Cipto Utomo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB